jpnn.com, JAKARTA - Pakar Satgas Penanganan COVID-19 Dewi Nur Aisyah menyebutkan, pihaknya menemukan sebanyak 90 klaster baru penularan vrius corona jenis baru itu di sektor perkantoran di wilayah DKI Jakarta.
Dari klaster perkantoran di DKI Jakarta, Satgas Penanganan COVID-19 mencatat sudah ada 459 kasus positif COVID-19 hingga Selasa (28/7) kemarin.
BACA JUGA: Kasus COVID-19 di Indonesia Melampaui Tiongkok, Politikus PKS Sentil Pemerintah
Dewi mengungkapkan data tersebut saat menjadi pembicara dalam diskusi virtual berjudul COVID-19 Dalam Angka, yang disiarkan akun Youtube BNPB Indonesia, Rabu (29/7).
"Masalah klaster perkantoran, angkanya kalau di DKI Jakarta sampai tanggal 28 Juli, ditemukan 90 klaster dengan total kasus 459," kata Dewi, Rabu.
BACA JUGA: Ingat, Jangan Sampai Sekolah Jadi Klaster Baru Covid-19 akibat Kebijakan Pemerintah
Merujuk data satgas, pertambahan kasus positif COVID-19 untuk klaster perkantoran di DKI Jakarta ini melonjak drastis sejak diberlakukannya relaksasi terhadap Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Sebelum relaksasi, kasus positif klaster perkantoran di DKI Jakarta hanya tercatat 43.
BACA JUGA: Kabar Gembira untuk TNI dan Polri, PNS juga, Alhamdulillah
Mengacu data, lonjakan kasus klaster perkantoran di DKI Jakarta mencapai sepuluh kali lipat dari sebelumnya.
"Angkanya bertambah 10 kali lipat. Sebelum masa PSBB, memang hanya 43," beber dia.
Dalam analisis satgas, pertambahan kasus positif yang tinggi di klaster perkantoran ini karena mobilitas orang.
Kemungkinan para pekerja kantoran terinfeksi COVID-19 saat di perjalanan menuju tempat bekerja.
"Kita harus tetap waspada. Terutama yang menggunakan kendaraan umum bersama seperti KRL dan MRT," papar dia.
Dewi menuturkan, dari 90 klaster perkantoran tersebar di tempat kerja milik pemerintah pusat, daerah, dan swasta.
Sebanyak 34 klaster dengan total 141 kasus di kantor milik Pemerintah Daerah DKI Jakarta.
Kemudian 20 klaster dengan total sebanyak 139 kasus di beberapa Kementerian.
"Ini bukan cerita kantornya siapa, punya pemerintah atau bukan, bukan itu sebetulnya. Di mana saja bisa kejadian. Ketika sudah mulai beraktivitas, pasti risikonya lebih tinggi," ungkap dia.
Atas temuan klaster perkantoran, Dewi mengimbau agar perusahaan bisa memaksimalkan lagi sistem Work From Home (WFH). Jika pun terpaksa memberlakukan sistem kerja di kantor, perlu adanya pembatasan kapasitas orang.
"Kalau misalnya memang terpaksa sekali ada yang harus masuk, ini dibikin shift, dibedakan ada dua jam perbedaan, misalnya ada yang masuk jam 07.00 WIB, lalu jam 09.00 WIB agar tidak terjadi penumpukan saat kedatangan," tegas Dewi. (mg10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan