Kasus COVID-19 di Indonesia Melampaui Tiongkok, Politikus PKS Sentil Pemerintah

Rabu, 29 Juli 2020 – 10:57 WIB
Ilustrasi COVID-19. Foto: covid19.kemkes.go.id

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menilai strategi penanganan coronavirus disease 2019 (COVID-19) oleh pemerintah perlu dievaluasi.

Terutama setelah kasus positif mencapai ratusan ribu dan angka kematian sebanyak 4.838 per data Senin (27/7).

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: FPI Sebut Pemerintah Gagal, Cuti PNS, Nasir Mempermalukan Demokrat dan AHY

Pasalnya, paradigma berpikir pemerintah dalam menangani COVID-19 lebih mengedepankan kepentingan ekonomi dibandingkan kesehatan.

"Mulai dari Perppu penanganan corona, kampanye new normal yang kemudian diakui salah oleh pemerintah dan terakhir pembentukan Komite Penanganan COVID-19 yang lebih berdimensi ekonomi dan menjadikan Satgas Penanganan COVID-19 hanya bagian subordinat saja dalam perumusan kebijakan," kata Mufida, sapaan Kurniasih Mufidayati, dalam keterangan resminya, Rabu (29/7).

BACA JUGA: Pasutri Positif COVID-19, Tertulari Pasien ke-155, Lihat Usia Mereka

Menurut Mufida, kebijakan dengan paradigma ekonomi dalam penanganan Covid-19 saat ini terbukti keliru.

Terlebih ketika merelaksasi perkantoran dan pusat perbelanjaan. Saat ini, kata dia, perkantoran dan pusat perdagangan malah menjadi klaster baru penyebaran COVID-19.

BACA JUGA: Catat! Ini 8 Klaster Berbahaya Rawan Penularan Covid-19

Mengacu data Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 di DKI Jakarta per 25 Juli, terdapat 68 klaster perkantoran dengan 440 kasus positif dan 107 klaster pasar rakyat dengan 547 kasus.

"Kampanye new normal presiden dengan mengunjungi mal dan menyerahkan kewenangan perpanjangan PSBB di masing-masing daerah membuat kebijakan nasional penanganan COVID-19 ini tidak seragam. Jika dulu episentrum di Jakarta, kini ada delapan provinsi penyumbang terbesar COVID-19 di tanah air," papar legislator Fraksi PKS ini.

Mufida meminta agar pemerintah tetap menggunakan pola strategi penanganan COVID-19 dengan pola pikir bencana kesehatan.

Pemerintah bisa mengevaluasi kebijakan new normal, jika dinilai tidak tepat dalam menangani COVID-19.

"Jika pemerintah mengakui penggunaan new normal bermasalah, semua dampak dari kebijakan itu harus dievaluasi menyeluruh. Pemerintah sudah diberikan kewenangan sangat besar untuk mengelola anggaran, tetapi tak juga terserap dengan baik," ungkap dia.

Sebagai informasi, total kasus positif COVID-19 di Indonesia sudah menembus 100.303 per Senin (27/7).

Angka kematian akibat positif Covid-19 juga melonjak di 4.838 jiwa.

Angka positif dan kematian akibat COVID-19 ini lebih tinggi dari China sebagai negara pertama tempat virus menyebar. (mg10/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler