COVID-19 Makin Ngeri, Pembelajaran Tatap Muka Mulai Januari?

Sabtu, 26 Desember 2020 – 08:15 WIB
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda. Foto: M. Kusdharmadi/JPNN.

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah membolehkan sekolah melakukan pembelajaran tatap muka mulai Januari 2021, asalkan mendapatkan izin dari kepala daerah setempat.

Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Syaiful Huda meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan tersebut.

BACA JUGA: Urgensi Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan Menuju Persiapan Sekolah Tatap Muka

“Dalam beberapa hari terakhir ini, kami menerima banyak masukan dari orang tua murid yang khawatir jika sekolah jadi dibuka kembali bulan depan. Mereka khawatir dengan penyebaran COVID-19 yang kian tak terkendali,” ujar Syaiful Huda dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (26/12).

Syaiful Huda mengatakan pembukaan sekolah memang solusi terbaik untuk mengatasi ancaman penurunan kemampuan belajar (learning loss) bagi siswa selama masa pandemi COVID-19.

BACA JUGA: Guru dan Siswa SLTA Wajib Rapid Test Jika Mau Tatap Muka di Sekolah

Namun, kian meningkatnya jumlah kasus harian positif COVID-19 dan kian penuhnya tingkat hunian rumah sakit, rencana pembukaan sekolah lebih baik ditunda terlebih dahulu.

“Akhir bulan ini tren peningkatan kasus COVID-19 terus terjadi. Saya memprediksi kondisi ini akan terus berlanjut hingga bulan depan mengingat maraknya orang mudik dan liburan akhir tahun,” tambah dia.

BACA JUGA: 6 Poin Penting Pernyataan Gus Yaqut soal Ahmadiyah dan Syiah

Huda menambahkan bahwa kasus COVID-19 pada kalangan anak di Indonesia relatif tinggi dibandingkan dengan rata-rata kasus dunia.

Rata-rata kasus COVID-19 anak-anak dunia mencapai 8 persen, sementara di Indonesia kasus COVID-19 mencapai hingga 11 persen.

Dia memerinci, jumlah kasus COVID-19 pada anak usia 0-18 tahun mencapai 74.249 kasus dan anak usia 5-18 tahun 56.817 kasus.

Sedangkan kasus anak meninggal akibat COVID-19 mencapai lebih dari 530 jiwa.

“Tingkat kematian anak akibat COVID-19 sama dengan tingkat kematian kasus COVID-19 pada usia 18-30 tahun dengan rerata 0,7 persen. Fakta ini menunjukkan bahwa risiko COVID-19 pada anak hampir sama dengan risiko COVID-19 pada usia dewasa. Jadi memang butuh kehati-hatian ekstra,” kata dia.

Dia mengakui di daerah-daerah desakan agar sekolah dibuka cukup kencang disuarakan orang tua siswa.

Kendati demikian Pemerintah Daerah (Pemda) perlu benar-benar mengkaji risiko pembukaan sekolah dengan melihat data penyebaran COVID-19 dan tingkat dukungan sistem kesehatan publik serta memastikan protokol kesehatan, yakni memakai masker, menjaga jarak dan menjauhi kerumunan terlaksana dengan baik.

“Memang benar, jika di daerah sekolah mendesak dibuka mengingat tidak efektifnya pola pembelajaran jarak jauh (PJJ). Namun, demikian harus dipastikan berdasarkan data yang ada risiko jika sekolah tetap dibuka di Januari nanti,” katanya.

Politikus PKB itu berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus menyempurnakan sistem PJJ.

Gerakan partisipasi masyarakat dalam mendonasikan gawai dan pemberiaan wifi gratis bagi siswa yang membutuhkan harus terus digalakkan.

Kemendikbud bisa mendorong kerja sama lintas kementerian agar kendala utama PJJ, yakni ketersediaan gawai dan kuota data bisa teratasi.

“Kemendikbud juga bisa mendorong dinas pendidikan di daerah untuk menggalakkan program kunjungan guru, atau pengadaan walkie talkie untuk sekolah-sekolah yang tak terjangkau sinyal internet,” pungkas Syaiful Huda. (antara/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler