jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, rencana kenaikan cukai rokok selalu memukul produsen.
Tak terkecuali perusahaan besar yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI).
BACA JUGA: Kenaikan Cukai Biasanya Membuat Harga Rokok Naik
’’Laba mereka otomatis turun. Dalam tiga tahun terakhir, dengan kenaikan cukai rokok di atas sepuluh persen, volume produksi rokok bisa turun dua persen,’’ terang Bhima, Sabtu (21/10).
Sebagaimana diketahui, pemerintah berencana menaikkan cukai rokok sebesar 10,04 persen pada 2018 mendatang.
BACA JUGA: Tarif Cukai Rokok Naik 10 Persen Tahun Depan
Sebelumnya, pemerintah telah menaikkan cukai rokok sebear 11,19 persen pada 2016.
Meski persentase kenaikan cukai rokok terus menurun, hal itu tetap memengaruhi produksi dan penjualan rokok.
BACA JUGA: Cukai Rokok Naik 10,04 %, Jokowi: Itung-itungannya Ketemu
Volume produksi rokok pada 2016 turun enam miliar batang.
Sementara itu, hingga pertengahan 2017, volume produksi rokok turun 5,4 miliar batang.
Lama-kelamaan, industri rokok akan menjadi sunset industry. Produsen pun memilih melakukan diversifikasi.
Misalnya, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) yang melakukan diversifikasi bisnis dengan membangun bandara.
PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) juga berekspansi dengan mengembangkan bisnis perkebunan dan kampus.
Di samping itu, rokok ilegal menghambat penjualan rokok legal yang dihasilkan produsen besar.
Padahal, para produsen tersebut membayar cukai setiap tahun.
Sementara itu, pemberantasan rokok ilegal kurang maksimal.
Bhima memperkirakan saham-saham rokok tidak banyak dibeli, setidaknya hingga akhir tahun.
’’Saya rasa nggak (dipilih), ya, kalau kondisinya sudah begini,’’ ujar Bhima. (rin/c18/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kenaikan Cukai Rokok Harus Pertimbangkan Efek Domino
Redaktur & Reporter : Ragil