Cukong Pilkada Cenderung Incar Perizinan

Jumat, 18 September 2020 – 22:34 WIB
Ilustrasi modal dana ikut pilkada. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Analis Politik Pangi Syarwi Chaniago mengakui, praktik mahar politik dan pemilihan kepala daerah (pilkada) berbiaya mahal, sulit dibuktikan.

Namun, pengaruhnya bisa dilihat dan dirasakan. Paling tidak dari banyaknya para kepala daerah yang selama ini ditangkap karena praktik korupsi.

BACA JUGA: Analisis Pangi Soal Pilkada, Cukong dan Penguasa Disentil

Kemudian, pembangunan di daerah yang terasa berjalan lamban.

Praktik pilkada berbiaya mahal, kata Pangi juga memiliki kecenderungan membuka celah bagi cukong-cukong pemodal mendanai para calon kepala daerah yang bertarung.

BACA JUGA: 12 Jam Mendaki Bukit, Polisi Temukan Ladang Ganja di Tengah Kebun Kopi

Akibatnya, muncul potensi persekongkolan jahat antara pengusaha dengan penguasa.

"Penguasa atau calon butuh modal kampanye, namun dompet kere. Pada saat yang sama, pengusaha butuh kemudahan izin untuk usaha. Kawin silang antara penguasa dan pengusaha muncullah kemudian konflik interest," ujar Pangi pada channel You Tube Pangi Syarwi Chaniago yang dirilis Jumat (18/9).

BACA JUGA: Hati-Hati Ada yang Catut Nama KPK untuk Pengisian LHKPN Pilkada 2020

Menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu, pelaksaanaan pilkada di tengah pandemi virus Corona (COVID-19) mungkin bisa dilakukan dengan paket hemat.

Sebab kampanye terbuka yang biasa dilakukan menemui komunitas dan konstituen secara langsung, terbatas dilakukan.

Pada masa pandemi kampanye lebih banyak dalam bentuk daring, kampanye berbasis media sosial maupun berbasis digital.

Namun, tetap saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Di sinilah kemudian para cukong bermain menawarkan bantuan.

Mereka berani menggelontorkan hingga 20 persen dari modal kampanye yang dibutuhkan.

Ketika jagoannya menang, mereka bisa mendapat izin tambang misalnya. Baik itu untuk mengeksplorasi batu bara, minyak, gas, mineral dan lain lain yang ada di daerah tersebut.

"Bandar politik bisa memperoleh keuntungan 80 persen, sementara mereka hanya mengelontorkan 20 persen saja di awal sebagai modal kampanye untuk calon kepala daerah," katanya.

Lebih lanjut Pangi mengatakan, praktik-praktik tersebut dapat terjadi karena pepatah lama mengatakan, tidak ada makan siang gratis (no free lunch).

Biasanya, muara bantuan modal kampanye dari para cukong berbentuk perizinan nantinya.

"Cukong dan bandar politik untung besar, sementara yang tertinggal adalah kerusakan alam, sisa penambangan. Rakyat yang dirugikan," pungkas Pangi.(gir/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler