Daeng Ampuh Meninggal Dunia

Rabu, 24 Oktober 2018 – 10:23 WIB
Mayat. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, MAKASSAR - Akbar Daeng Ampuh (32), napi kasus pembunuhan yang divonis 10 tahun penjara, sudah sebulan ditempatkan di dalam ruang isolasi Lapas Kelas I Makassar. Tangan dan kakinya dibelenggu menggunakan rantai.

Di ruang isolasi itu lah, Ampuh ditemukan meninggal dunia, Senin, 22 Oktober, sekitar pukul 08.00 Wita. Petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Makassar yang mengantar makanan, pertama kali menemukannya. Tergeletak dan tak bernyawa lagi.

BACA JUGA: Bangun Proyek di Makassar, Summarecon Kucurkan Rp 500 Miliar

Petugas itu langsung melaporkan kejadian tersebut kepada pimpinannya dan melaporkannya kepada pihak kepolisian. Sementara keluarga korban, mengaku hanya mendapat kabar dari tetangga yang baru saja menjenguk di Lapas.

"Tetangga yang dari membesuk bilang. Ke Lapas ko liat anakmu meninggal ki," kata Sangkir Daeng Katti (50), ayah kandung Ampuh di halaman Lapas.

BACA JUGA: PNS tak Lagi Terima Honor Kegiatan

Sembari menangis, Sangkir mengatakan, sudah satu bulan ia tak diperbolehkan menemui anak ke lima dari delapan bersaudara itu. "Terkahir di Polrestabes ji," ujarnya sembari mengusap air matanya.

Ia baru mendapat informasi bahwa kedua tangan dan kakinya dirantai. Dan kabarnya anaknya meninggal dunia. "Putus asa ini anakku kasihan. Karena dirantai terus. Kayak dipasung," tuturnya.

BACA JUGA: Detik - Detik Pelarian Tiga Anak dari Penyekapan di Makassar

Sangkir sendiri ingin kejelasan lebih. Sebab, ia belum yakin jika anaknya bunuh diri. "Kami ingin ada kepastian. Pemeriksaan lebih lanjut," tandasnya.

Kepala Lapas Kelas I Makassar, Budi Sarwono, mengakui tangan dan kaki Ampuh diborgol. Alasannya, Ampuh punya pengaruh kuat terhadap napi lainnya. "Dia juga kerap melawan petugas. Dan itu sengaja kita lakukan untuk memudahkan pemantauan," ujarnya.

Pelanggaran Ampuh, cukup banyak. Jumat, 19 Januari 2018, ia kedapatan berpesta sabu di dalam ruang tahanan. Petugas menemukan 10 sachet sabu-sabu.

Lainnya. Ia berhasil meloloskan alat komunikasi telepon ke dalam Lapas. Dan ternyata belakangan. Ia diketahui menjadi otak pembakaran rumah di Jalan Tinumbu, 6 Agustus 2018.

Kasus pembakaran yang ia rencanakan itu menewaskan enam orang. Yakni, Fahri alias Desta, Sanusi (70), Bondeng (65), Musdalifa (40), Ijas (5) dan Namira (21). Semuanya satu keluarga.

"Sejak kembali dari pemeriksaan di Mapolrestabes Makassar. Terhitung 25 September. Kita langsung masukkan dia ke dalam ruang isolasi. Jadi itu sebenarnya ruang tahanan tipikor," ujar Budi.

Terkait rantai yang mengikat tangan dan kaki napi yang sedang menjalani hukuman 10 tahun penjara itu, lanjutnya, Ampuh tetap punya keleluasaan bergerak. "Rantainya cukup panjang. Lebih dari setengah meter. Panjanglah," imbuhnya.

Budi menambahkan, di ruang isolasi itu Ampuh tak sendirian. Ada napi lainnya, Irwan Idris alias Iwan Lili (22). "Kita borgol juga," ungkapnya.

Hubungan kedua napi ini kata Budi, tidak baik. "Tidak begitu baik (hubungannya) sejak kasus itu. Lili takut sama dia (Ampuh)," tandasnya.

Tewasnya Ampuh kini didalami pihak kepolisian. Polisi sudah melakukan olah TKP, mengamankan alat bukti, dan memeriksa sejumlah saksi. Petugas dan Lili. "Dugaan sementara korban (Ampuh) bunuh diri," kata Kasat Reskrim Polrestabes Makassar, Kompol Wirdhanto Wicaksono di Lapas.

Katanya, di tubuh korban ditemukan bekas luka di bagian leher. "Belum ada tanda tanda kekerasan di sekujur tubuh korban. Hanya bekas luka di bagian leher. Itu saja," ujar Wirdhanto.

Jenazah korban dibawa di Rumah Sakit Bhayangkara untuk menjalani visum. "Untuk tindakan autopsi, kami menunggu persetujuan dari keluarga korban," tandasnya. (ans/kas)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penyekapan Anak di Makassar: Kabur dengan Sebatang Besi


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler