Kalla mengemukakan, kecepatan pembahasan RUU Tipikor di kabinet terkendala masalah teknis, yakni potensi pemerintah mengalami kesulitan merekrut hakim ad hoc (nonkarir) untuk mengisi formasi di seluruh tingkat pengadilan
BACA JUGA: Mutasi Jilid Dua Setelah Latgab
Pasalnya, setelah perubahan UU Tipikor, semua perkara korupsi tidak lagi diadili di pengadilan umum, melainkan di pengadilan tipikor.“Akibat perubahan UU Tipikor, semua masalah korupsi harus diadili di pengadilan ad hoc tipikor, yang harus dibentuk maksimal akhir bulan ini
Menurut Kalla, karena terlepas dari pengadilan umum, hakim ad hoc pengadilan tipikor tidak bisa diisi dari kalangan hakim karier
BACA JUGA: RI Harus Yakinkan Australia
Selain itu, hakim ad hoc juga harus mumpuni dalam kemampuan ilmu hukum serta memiliki keahlian khusus‘’Hakim ad hoc pengadilan tipikor harus ahli perbankan, harus ahli teknologi informasi, menguasai money laundering (pencucian uang), dan macam-macam keahlian lain
BACA JUGA: Menko Perekonomian Dirangkap Menkeu
Bayangkan betapa sulitnya merekrut hakim yang kapabilitasnya seperti itu dalam waktu singkat untuk pengadilan di 33 provinsi dan 400-an kabupaten/kota,’’ kata Kalla.Sejumlah kalangan awalnya menilai pemenuhan kebutuhan hakim ad hoc tidak bisa dicicil, karena dalam RUU disebutkan bahwa pengadilan ad hoc tipikor nantinya harus berdiri serentak tanpa diskriminasi daerahNamun, akhirnya disepakati pengisian tahap pertama untuk pengadilan ad hoc tipikor tingkat provinsi dulu“Kalau masing-masing provinsi butuh lima hakim ad hoc, berarti untuk 33 provinsi kita butuh 165 hakim ad hoc disamping hakim karir,” kata dia
Dengan berdirinya pengadilan ad hoc tipikor di tingkat provinsi, lanjut Kalla, bila kasusnya terjadi di kabupaten, maka kasusnya ditarik ke tingkat provinsi atau hakim tipikor dikirim ke kabupaten“Secara teknis kondisinya sama seperti sekarangKasus korupsi satu bupati di Riau dapat diadili di pengadilan tipikor di Jakarta,” terang Kalla.
Wapres mengemukakan, pembentukan pengadilan ad hoc tipikor di tiap daerah juga untuk efisiensi dan efektivitas pemberantasan korupsi“Mahal sekali kalau semua kasus dibawa ke pusatPengadilan ini kan mengurusi semua masalah korupsiKalau dulu, pengadilan ad hoc tipikor hanya mengadili kasus korupsi tingkat tinggi dengan kerugian di atas Rp 1 miliarSekarang semua perkara korupsi harus diadili di pengadilan tipikor,” kata dia
Kalla juga yakin pemerintah dan DPR mampu memenuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2005 yang mengamanatkan pembentukan pengadilan ad hoc tipikor harus berdiri maksimal tiga tahunSejumlah pihak kini khawatir UU tersebut tidak bakal disahkan DPR yang tengah sibuk mengurusi Pemilu dan kekecewaan adanya sejumlah anggota DPR yang diproses KPK
"Sekarang masih JuniArtinya masih ada waktu enam bulan untuk DPR mengesahkanPembahasan akan cepat karena saya tidak yakin ada anggota DPR yang berani mengubah UU Tipikor secara ekstrem setahun menjelang pemilu," katanya“Begitu disebut fraksi partai ini menghambat UU Tipikor, habis sudah dicerca rakyat, dituding antipemberantasan korupsi,” lanjutnya
Kalla menegaskan, wajar bila secara pribadi banyak anggota DPR yang ketakutan dengan pemberlakuan UU TipikorNamun, dia menegaskan bahwa DPR secara lembaga tidak boleh takut dengan pemberantasan korupsi“Kalau RUU ini banyak berubah, pasti masyarakat kecewa dengan DPR,” tukasnya
Pada 2005, MK mengeluarkan putusan Pengadilan Tipikor harus memiliki landasan hukum yaitu UU Pengadilan Tipikor yang saat ini belum adaPengadilan Ad Hoc Tipikor tidak bisa hanya mendasarkan diri pada UU TipikorJika dalam waktu tiga tahun sejak 2005, UU Pengadilan Tipikor tidak disahkan DPR maka Pengadilan Ad Hoc Tipikor otomatis bubar(noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Dilarang Bebani Masyarakat
Redaktur : Tim Redaksi