JAKARTA–Ketentuan dalam RUU Pilpres bahwa Capres harus mundur sembilan bulan sebelum hari pencoblosan dinilai tidak berdasarSeharusnya, Capres mundur dari posisinya sebagai menteri atau pimpinan lembaga tinggi negara nondepartemen saat pendaftaran sebagai capres di KPU.
Pengamat hukum tata negara yang juga peneliti senior Center for Electoral Reform (CETRO), Refly Harun, mengatakan, seorang bakal Capres dapat dikatakan sebagai Capres setelah resmi mendaftar di KPU
BACA JUGA: Tantowi Jadi Jurkam Lawan Helmy
"Jadi apa dasarnya kalau harus mundur sembilan bulan sebelum Pilpres? Mestinya disamakan dengan aturan Pilkada saja," ujar Refly di Jakarta, Jumat (18/7).Disinggung alasan keharusan mundur itu agar menteri atau pimpinan lembaga tinggi negara non departemen tidak memanfaatkan posisinya untuk berkampanye dengan biaya negara, Refly justru mengusulkan agar RUU Pilpres mengakomodasi aturan tentang larangannya.
"Bisa saja ada aturan dalam RUU Pilpres tentang larangan pemasangan iklan program pemerintah yang menggunakan profil atau suara capres dari menteri ataupun pimpinan lembaga tinggi negara yang menggunakan biaya negara," cetusnya.
Refly mencontohkan, iklan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Departemen Koperasi dan UKAM yang menampilkan sosok Suryadharma Ali
"Kalau iklan seperti itu harus diatur
BACA JUGA: KPU Didesak Ulang Pilkada NTB
Iklan tentang kredit usaha rakyat ini jelas beda dengan iklan yang dipasang Wiranto, Prabowo ataupun Sutrisno BachirRefly juga menyinggung ketentuaan mundur bagi pimpinan MK jika maju Capres dan statusnya beralih hanya sebagai hakim anggota di MK
BACA JUGA: Tender Surat Suara Satu Paket
Kata Refly, hakim tidak boleh berpolitik"Karena bisa saja ada konflik kepentinganMisalnya Kalau pak Jimly (Ketua MK) jadi Capres dan ada gugatan hasil capres di MK, apa Pak Jimly harus mengadili dirinya seidniri? ini kan tidak mungkin," pungkasnya.(ara)BACA ARTIKEL LAINNYA... DPT Pilpres Ditentukan Oktober
Redaktur : Tim Redaksi