Di bagian lorong yang becek dan lembap Pasar Tomohon, Rivana Meriske menjual daging kelelawar seharga hampir Rp30 ribu per ekor.
PERINGATAN: Artikel ini memuat foto dan rincian yang bisa membuat pembaca tidak nyaman.
BACA JUGA: Berdalih Melindungi Moral, Taliban Bakar Puluhan Alat Musik
Bau bulu yang hangus terbakar tercium, saat penjual mengambil kelelawar hitam yang sudah mati dari kantung plastik untuk kemudian dibakar.
"Kelelawar itu berasal dari gua-gua di hutan," ujar Rivana.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Bom Bunuh Diri di Pakistan, 40 Orang Tewas dan Ratusan Terluka
"Kami bakar, lalu dipotong-potong, kemudian direbus."
"Untuk memasaknya kami menggunakan santan, sehingga disajikan dengan kuah kental yang manis dan lezat. Ini adalah bagian dari pengalaman kuliner di Manado."
BACA JUGA: Benarkah Minum Es Bikin Batuk dan Mandi Malam Menyebabkan Reumatik?
Rivana adalah salah satu dari segelintir penjual kelelawar di sebuah pasar di Minahasa setiap Jumat Pagi.
Beberapa anjing juga terlihat dijual dengan warna kehitaman karena sudah dibakar.
Sementara itu beberapa anjing yang masih hidup terlihat duduk di kandang, tepat di sebelah daging anjing yang dijual.
"Anjing yang kami jual di sini kebanyakan berasal dari luar Sulawesi Utara, bukan anjing yang kami pelihara," kata Reike Rompas, penjual lainnya.
"Kami tidak tega memakan anjing peliharaan kami."
Daging anjing dan kelelewar biasanya ditemukan di pasar-pasar di Sulawesi Utara, yang memiliki tradisi memakannya untuk pengobatan atau terkait perayaan.
Salah satu kepercayaan warga setempat adalah sup kaki anjing bisa menjadi tonik bagi anak-anak yang sakit demam berdarah.
Tapi pemerintah membatasi penjualan daging anjing dan kucing, setelah kelompok pembela hak hewan mengkampanyekannya selama bertahun-tahun.
Petugas dari kantor walikota juga sering datang ke pasar untuk memeriksa kalau-kalau mereka masih menjual dagin
Pemerintah setempat sudah secara resmi melarang daging anjing dan kucing, dengan alasan memenuhi hak hewan serta membantu mengurangi penyebaran rabies.
"Kami akan mulai dengan daging anjing dan kucing dan ke depan kami akan memperhatikan hewan lain juga," kata Edwin Roring, Wakil Walikota Tomohon.
Namun untuk saat ini, kelelawar, tikus, dan ular sanca masih dijual.
Ada pula kekhawatiran kalau perdagangan daging hewan-hewan ini menimbulkan risiko kesehatan bagi masyarakat, serta berpotensi menjadi pandemi global berikutnya.Mengapa bisa menimbulkan ancaman penularan yang 'sangat besar'
Penularan zoonosis, atau penyebaran virus dari hewan ke manusia, dianggap sebagai asal muasal yang paling mungkin dari pandemi COVID-19.
Teori zoonosis mengatakan kelelawar menularkan SARS-CoV-2 ke manusia, kemungkinan melalui hewan perantara, di kota Wuhan di Tiongkok pada akhir 2019.
Beberapa pasien pertama yang dirawat karena COVID diketahui bekerja, atau sering mengunjungi pasar hewan yang juga menjual daging kelelawar, anjing rakun, dan satwa liar lainnya.
Agus Setiyono, pakar soal penularan dan penyakit zoonosis dari Institut Pertanian Bogor mengatakan seluruh proses penangkapan kelelawar hingga menjadikannya daging konsumsi penuh dengan risiko.
"Kelelawar mengandung patogen berbahaya, sehingga perlu penanganan dan pengolahan yang sangat hati-hati untuk meminimalkan penularan, yang tidak selalu terjadi pada orang yang melakukannya," kata Dr Setiyono.
"Pasar hewan memiliki potensi penularan yang sangat besar."
"Saya tidak bisa bilang ini jadi bom waktu… tapi pandemi berikutnya akan dipicu oleh intensitas aktivitas yang lebih tinggi antara manusia dan hewan liar."
Akhir tahun lalu, satuan tugas internasional menyampaikan rekomendasinya untuk "mengurangi dampak dan meningkatkan tanggapan" terhadap wabah virus corona di masa depan, termasuk langkah-langkah untuk mengidentifikasi potensi munculnya virus.
Salah satu anggota satuan tugas yang berbasis di Australia, Danielle Anderson, mengatakan kepada ABC dalam kondisi di mana ada peningkatan interaksi antara manusia dan hewan, maka ada kemungkinan potensi penyebaran virus.
Satuan tugas merekomendasikan agar ada "pengawasan cerdas" di lokasi berisiko tinggi, seperti pasar hewan di Wuhan, termasuk pemantauan dan pengambilan sampel serta pemeriksaan orang-orang yang bekerja di tempat-tempat tersebut.
Penjual daging kelelawar di Tomohon mengatakan mereka sadar dengan risikonya, tetapi mengabaikan kekhawatiran tersebut.
"Ketika COVID dimulai, kami dengar kelelawar mungkin menjadi penyebabnya, tapi petugas kesehatan setempat mengambil beberapa sampel dan tidak menemukan buktinya," kata Reike.
Pengujian laboratorium kelelawar dari Pasar Tomohon dilakukan setiap tiga bulan, menurut Karel Lala, dari dinas pertanian dan perikanan pemerintah kota.
Karel mengatakan ada penurunan konsumsi kelelawar selama pandemi, tetapi perdagangannya meningkat dan harga kembali normal. Tapi untuk untuk perdagangan daging anjing, ceritanya berbeda.Aturan keras tentang daging anjing telah 'membunuh mata pencaharian orang'
Aktivis hewan di Indonesia sudah berjuang selama bertahun-tahun untuk mengakhiri perdagangan daging anjing dan kucing di Indonesia.
Mereka percaya jika larangan penjualannya di pasar Tomohon adalah langkah kecil namun ampuh.
Meski daging anjing tetap dijual di pasar di kota terdekat lainnya, larangan di Pasar Tomohon dipandang sebagai contoh yang dapat diikuti oleh pemerintah desa lainnya.
Namun langkah tersebut tidak terlalu populer di kalangan penjual.
Beberapa mengatakan kepada ABC jika mereka kesal karena para aktivis lokal, yang bekerja sama dengan Humane Society, memaksa mereka untuk mengubah praktik lama mereka.
Wakil wali kota Tomohon mengatakan pemerintah daerah harus bergerak perlahan dalam masalah ini.
"Ini soal membunuh mata pencaharian orang, karenanya penuh tantangan," kata Edwin.
Enam orang yang terlibat dalam perdagangan anjing Tomohon bekerja sama dengan yayasan lokal dan asing untuk menerapjan larangan penjualan daging anjing dan kucing,
Mereka melepaskan puluhan anjing dan beberapa kucing ke tempat penampungan lokal.
Hewan-hewan itu disimpan dalam kandang di sebuah rumah, yang juga berfungsi sebagai rumah jagal.
Beberapa pedagang daging anjing mengatakan mereka akan beralih ke bisnis berbasis pertanian lainnya, sementara pemilik rumah jagal mengaku belum yakin dengan apa yang akan dilakukannya.
Ia mengatakan sudah menghasilkan hampir Rp50 juta per bulan dari perdagangan daging anjing, penghasilan yang termasuk tinggi di Sulawesi.
Baik pedagang daging anjing maupun aktivis hewan mengakui menemukan pekerjaan lain tidak akan mudah.
Beberapa pedagang di Tomohon mengatakan mereka yakin jika daging anjing-anjing akan kembali dijual ke pasar, meski pejabat setempat berjanji untuk mengadakan pemeriksaan rutin.
Ketika Frank Delano Manus, seorang aktivis hak-hak binatang, ditanya seberapa yakin larangan daging anjing dan kucing akan bertahan, ia mengatakan: "70 persen. Di Indonesia, tidak ada yang bisa 100 persen."
Tapi terlepas apakah larangan ini berlaku atau tidak, tampaknya perdagangan kelelawar akan terus berlanjut di masa mendatang.
Edwin mengatakan sejumlah langkah sudah dilakukan, tapi ia menegaskan prosedur pengujian daging kelewar akan tetap rutin dilakukan di pasar Tomohon.
Ini berarti penjual, seperti Rieke, tidak akan gulung tikar dalam waktu dekat.
"Ini adalah makanan favorit orang Manado dan jarang ditemukan di tempat lain," katanya.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dunia Hari Ini: Apa Saja yang Dibahas Presiden Jokowi di Tiongkok?