jpnn.com, JAKARTA - Menteri BUMN periode 2011-2014 Dahlan Iskan menceritakan kedatangannya ke Gedung Merah Putih KPK untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi terkait dugaan korupsi pembelian LNG.
Lebih tepatnya, dugaan rasuah pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) pada 2011-2021.
BACA JUGA: 6 Jam Diperiksa Sebagai Saksi, Dahlan Iskan Hadapi Wartawan Sambil Duduk di KPK
Dahlan mengaku datang ke kantor Firli Bahuri dkk terlalu cepat, tiba pukul 09.15 WIB.
"Kemarin KPK memanggil saya pukul 10.00. Mobil harus berhenti di pinggir jalan. Hanya mobil khusus yang bisa masuk sampai teras," kata Dahlan melalui tulisannya, Disway edisi Jumat (15/9).
BACA JUGA: Soroti Respons Presiden Jokowi soal Bentrok di Pulau Rempang, ART: Kapolri Harus Peka
Kedatangan Dahlan ke gedung KPK sudah dinanti sejumlah wartawan yang siap dengan kamera masing-masing. Bahkan, ada awak media yang baru turun dari mobil sembari menggotong kamera demi mendapatkan gambar.
"Saya memperlambat langkah. Saya pernah merasakan bagaimana wartawan ketinggalan event. Toh jadwal pemeriksaan masih lama," tulisan Dahlan.
BACA JUGA: Konon Beginilah Persekongkolan Jahat di Kasus Korupsi Proyek Tol MBZ
Sebelum memasuki gedung berkelir Merah Putih itu, Dahlan menyempatkan duduk di pembatas kolam yang terdapat di situ. Dia melayani pertanyaan wartawan.
"Tidak satu pun saya kenal. Generasi sudah berkali berganti. Tentu saya tidak bisa menjawab pertanyaan mereka. Saya kan belum diperiksa," tuturnya.
"Meski masih terlalu pagi saya masuk gedung KPK. Mendaftar sebagai tamu di ruang lobi. Meninggalkan KTP dan mendapatkan kalung tanda tamu," imbuh dirut PLN periode 2009-2011 itu.
Selanjutnya, Dahlan pun menaiki empat tangga menuju lantai atas gedung KPK. Dia melakukan sambil berlari. "Sekalian tes sepatu baru," ucapnya melalui tulisan itu.
Setiba di lantai atas, dia melihat dua sofa cukup untuk berdua. Namun, keduanya terisi orang berompi oranye bertulisan tahanan.
Dia melihat yang satu sedang bicara lirih dengan orang berbaju batik. Satunya lagi bisik-bisik tiada henti dengan orang yang juga berbaju batik di sebelahnya.
Namun, Dahlan mengaku tidak mengenal siapa orang yang masih muda berompi oranye itu. Sedang yang berbaju batik, dia menduga pengacara mereka.
"Saya ingin tahu mereka. Tetapi saling bisik itu terlihat intens. Saya tidak ingin mengganggu. Saya pun duduk di sisa sofa yang masih cukup untuk duduk mepet," tulisan Dahlan.
Tidak lama kemudian, petugas menyapa dan meminta Dahlan menyimpan HP, dompet, dan apa pun yang dibawa dimasukkan ke loker.
"Kunci loker saya bawa. Lalu saya mengisi daftar tamu. Petugas di meja tamu itu perempuan berjilbab hitam. Masih muda," lanjutnya.
Karena datang terlalu pagi, Dahlan diminta menunggu. Dia pun masih memperhatikan orang berompi oranye, mencari kesempatan bertanya.
"Ini pengacara kalian?" Dahlan bertanya kepada mereka sambil menunjuk yang berbaju batik.
Dari pembicaraan itu, Dahlan tahu bahwa pria berompi oranye sedang mengikuti sidang perdana secara daring, karena sidangnya berlangsung di Semarang.
Mereka merupakan orang yang berperkara dalam kasus di Jawa Tengah, yakni pembangunan rel kereta api layang dari Stasiun Jebres Solo ke arah Semarang.
"Oh, saya tahu. Perkara yang tersangkanya sekitar 10 orang itu. Yang sebagian besar staf di Kementerian Perhubungan," tulisan Dahlan.
Giliran Dahlan Diperiksa Penyidik KPK
Tibalah waktu Dahlan Iskan diperiksa sebagai saksi untuk seorang tersangka soal pembelian gas/LNG dalam jumlah besar. Dia diperiksa di sebuah ruangan.
"Di kamar 48," tulisan Dahlan menirukan ucapan petugas yang memberi tahu ruang pemeriksaannya.
Tokoh kelahiran Agustus 1951 itu lantas melangkah ke arah koridor panjang yang di sana terdapat kamar-kamar. Ada nomor ruangan yang ditulis cukup besar di tiap pintunya.
Tiba di bagian tengah koridor, dia belok kiri. Lalu masuk lorong pendek yang berisi 6 kamar. "Di situlah kamar 48," ucap Dahlan dalam tulisan itu.
Dahlan menggambarkan di koridor utama yang dia lewati masih banyak kamar. Dia melihat ruang paling ujung nomornya 78. Berarti di situ saja ada 78 kamar pemeriksaan.
Setelah masuk kamar 48, di sana ada meja besar panjang yang masih kelihatan baru berkelir krem muda.
"Meja itu panjang sekali. Dari dinding kiri sampai dinding kanan. Tidak ada sela untuk lewat," Dahlan menggambarkan isi ruangan pemeriksaannya.
Di ruangan itu, dia duduk di kursi hitam bersandaran sebahu yang bisa digeser-geser. Sebelahnya juga ada satu kursi berangka stainless steel yang agak kecil.
Meja panjang tadi hanya diisi satu set komputer PC. Lengkap dengan keyboard-nya. Selebihnya kosong.
Di seberang meja tempat Dahlan duduk ada satu kursi bersandaran tinggi, lebih tinggi dari kepala. Konon di situlah pemeriksa duduk. Sepuluh menit kemudian dia masih sendirian di kamar itu.
"Sambil menunggu waktu, saya mencari tahu di mana letak kamera monitor di ruang itu," ujar Dahlan.
Dia tidak menemukan kamera itu di dinding. Pada plafon hanya terlihat kisi-kisi penyedot udara, kisi-kisi AC, neon panjang dua buah, sprinkle pemadam kebakaran, pendeteksi asap, dan satu benda warna biru mirip lampu. "Mungkin yang terakhir itu berisi kamera," Dahlan menggumam dalam hati.
Tak lama kemudian pemeriksanya masuk. Lewat pintu di belakang kursi pemeriksa. Penyidik KPK itu membawa banyak dokumen yang kemudian diletakkan di meja.
"Rupanya meja ini perlu besar, dan panjang, untuk membeber dokumen di situ," ucapnya.
Dahlan kemudian diminta mempelajari dokumen-dokumen tersebut. Tahunnya 2009, 2010, 2011, dan seterusnya. Tanda tangannya pun ada di berkas. Baik sebagai dirut PLN maupun sebagai menteri BUMN.
"Saya tersenyum kecil. Ada yang agak lucu. Bentuk tanda tangan saya ternyata berubah," tulisan Dahlan.
Menurut Dahlan, sewaktu menjadi dirut PLN, tanda tangannya sederhana sekali dan sangat mudah untuk ditiru. Namun, ketika menjabat menteri BUMN, tanda tangannya lebih rumit.
"Saya pun ingat: ada yang mengingatkan saya saat itu. 'Bapak sekarang jadi menteri. Tanda tangannya tidak boleh lagi mudah ditiru',” Dahkan menirukan saran orang yang dia sudah lupa.
Melalui tulisannya, Dahlan mengaku menghabiskan tiga gelas air putih selama lima jam pemeriksaan. Sempat ditawari kopi, tetapi dia tetap minta air mineral hangat.
Lalu, pada tengah hari dia diberi makan siang berupa nasi kotak. Saat mengintip isinya, Dahlan melihat ada nasi, ayam goreng besar (seperempat potong), tahu, tempe, sambal, dan lalapan.
"Lalu, saya tutup lagi. Saya tidak ingin makan. Sudah terlalu gemuk," tulisan Dahlan.
Namun, seiring pemeriksaan, akhirnya Dahlan mengambil tahu dari makanan kotak itu.
"Setengah jam kemudian saya ambil tempenya. Satu jam berikutnya saya ambil ayam gorengnya," kata Dahlan.
Pemeriksaan pun selesai, Dahlan pun menandatangani berkas pemeriksaannya. Jam saat itu menunjukkan pukul 15.05 WIB.
"Saya masih beberapa waktu lagi di ruang sekitar 3,5 x 3 meter itu. Begitu keluar gedung, wartawan jauh lebih banyak. Muda-muda. Tidak ada yang saya kenal. Generasi sudah ganti-berganti," tulisan Dahlan.(disway/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam