jpnn.com - JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengunjungi markas pembuat pesawat terbesar di dunia Boeing di Seattle Amerika Serikat. Di sana Dahlan ditemui para petinggi perusahaan. Tak ingin menyiakan kedatangannya, mantan bos PLN itu langsung berdikusi seputar permasalahan bandara di Indonesia. Dahlan berharap mendapat solusi dari mereka yang lebih ahli.
Dalam diskusi tersebut, pria kelahiran Magetan itu bertanya apakah ada pesawat yang lebih besar dari Boeing 737, tapi masih ekonomis untuk jarak tempuh pendek antara 1 sampai 2 jam penerbangan. Pasalnya bandara-bandara di Indonesia didominasi pesawat Boeing 737.
BACA JUGA: Artis Harus Siapkan Diri Sebelum Masuk DPR
"Saat ini Boeing 737 adalah pesawat yang ekonomis untuk jarak pendek. Misalnya Jakarta-Surabaya yang kini mencapai 40 kali sehari. Jakarta-Medan 30 kali sehari. Jakarta-Makasar 20 kali sehari. Jakarta-Singapura 20 kali sehari. Nah akibatnya bandara seperti di Jakarta sangat padat," ujar Dahlan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (5/9).
Masalah tak sampai di situ saja, bahkan kata Dahlan, di pagi dan sore hari pesawat tak ayal harus antri mendapatkan landasan untuk terbang dan bisa memakan waktu setengah jam.
BACA JUGA: Dioper ke Kejaksaan, Pemilik Akun @benhan Langsung Ditahan
Maka itu, pria berusia 62 tahun ini menilai kalau jurusan-jurusan padat tersebut bisa menggunakan pesawat lebih besar dari 737, maka frekuensinya bisa dikurangi tanpa menurunkan kapasitas angkut.
"Saya juga mengemukakan mengapa untuk jarak kurang dari 1,5 jam dari Singapura - Jakarta, maskapai Singapore Airlines berani menggunakan pesawat berbadan lebar Boeing 777? yang kelihatannya melawan teori bahwa pesawat itu (Boeing 777) hanya baik untuk jarak jauh," paparnya.
BACA JUGA: Menakertrans Minta Buruh Sampaikan Aspirasi ke Dewan Pengupahan
"Saya juga mengajukan persoalan besarnya penambahan pesawat jenis 737 dalam lima tahun ke depan yang berarti akan terjadi peningkatan kesibukan di bandara," imbuh Dahlan.
Sedangkan, lanjutnya, untuk membangun bandara baru di kota besar memerlukan biaya besar yang akhirnya menyedot biaya yang mestinya untuk membangun daerah-daerah yang tertinggal. Itu berarti, ketimpangan antar wilayah akan kian besar, karena dana besar kembali untuk daerah yang sudah maju.
Menanggapi persoalan itu, para pimpinan Boeing di Seattle menuturkan pada Dahlan bahwa persoalan tersebut memang menjadi ciri khas Indonesia.
"Negara besar, dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tapi berpulau-pulau. Sehingga belum ada solusi yang tepat, tapi jajaran Boeing sedang membuat Boeing 787 yang lebih kecil dari 777, tapi lebih besar dari 737. Seluruh badannya tidak lagi terbuat dari logam namun dari komposit. Dan kelihatannya 787 bisa jadi jalan keluarnya," pungkas Senior Vice President Global Sales Commercial Airplanes John Wojick pada Dahlan. (chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Tegaskan Masih Proses Kasus Innospec
Redaktur : Tim Redaksi