Dakwaan Jaksa untuk Jumhur Hidayat: 2 Twit Hoaks Omnibus Law Pemicu Demo Rusuh

Kamis, 21 Januari 2021 – 18:14 WIB
Aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat (berbaju tahanan) tiba di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (16/10/2020) guna menjalani pemeriksaan. Foto: Reno Esnir/Antara

jpnn.com, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mendakwa aktivis Kesatuan Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat telah menyebarkan berita bohong.

Pada persidangan perdana terhadap Jumhur di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Kamis (21/1), JPU Eko Hening Wardono menyebut mantan kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) itu menyebar hoaks melalui akun @jumhurhidayat di Twitter.

BACA JUGA: Bela Jokowi, Jumhur Bawa-Bawa Nama Bung Karno

JPU menyatakan, Jumhur membuat akun @jumhurhidayat di Twitter pada 2010. Selanjutnya, mantan ketua umum Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia (Gaspermindo) itu mengunggah tulisan bertitel Buruh bersatu tolak Omnibus Law yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah ke akunnya di Twitter pada 25 Agustus 2020 pukul 13.15 WIB.

Selain itu, Jumhur pada 7 Oktober 2020 juga mengunggah untuk mengkritisi Omnibus Law Cipta Kerja. Isi twit itu ialah UU ini memang utk INVESTOR PRIMITIF dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS.

BACA JUGA: Arief Poyuono Bakal Melobi Jokowi dan Megawati untuk Bebaskan Syahganda & Jumhur KAMI

JPU menyebut isi twit Jumhur tersebut bukan hanya berita bohong, tetapi juga menimbulkan keonaran. "Terdakwa menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," ujar Jaksa Eko saat membacakan surat dakwaan pada persidangan virtual itu.

Menurut JPU, Jumhur sebagai pembuat twit itu justru tidak mengetahui secara pasti isi UU Omnibus Law Cipta Kerja. "Terdakwa tidak mengetahui secara pasti isi dari Undang-Undang Cipta Kerja tersebut," sambung Eko.

BACA JUGA: Keputusan SBY Berhentikan Jumhur Dianggap Tepat

Lebih lanjut JPU menyatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah memberikan klarifikasi soal berbagai hal dalam UU Cipta Kerja. Namun, twit Jumhur telah menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

JPU menganggap unggahan Jumhur telah mendorong masyarakat mendemo UU Cipta Kerja, salah satunya unjuk rasa pada 8 Oktober 2020 di Jakarta Pusat yang berakhir ricuh.

Unggahan Jumhur di Twitter juga dianggap menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan bernuansa suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

"Terdakwa menerbitkan keonaran itu di masyarakat, salah satunya muncul berbagai pro kontra mengenai ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah dan muncul kontra terhadap UU Ciptaker tersebut," tutur JPU.

Oleh karena itu, JPU mendakwa Jumhur telah melanggar Pasal 14 ayat 1 subsider Pasal 14 ayat 2 subsider Pasal 15 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Selain itu, JPU juga menjerat Jumhur dengan Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik.(cr3/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler