jpnn.com - jpnn.com - Berkas dakwaan untuk Irman dan Sugiharto dalam perkara korupsi E-KTP sudah bocor ke publik sejak kemarin.
Bocornya dakwaan ini dikhawatirkan dimanfaatkan tokoh-tokoh politik yang masuk dalam daftar nama penikmat aliran dana korupsi untuk melakukan intervensi.
BACA JUGA: Simak nih, Bantahan Setnov terkait Korupsi E-KTP
Koordinator Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S. Langkun mengatakan, KPK dan perangkat hukum lain mesti fokus dengan tugas masing-masing. ”Hambatan politik bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan.”
Tama mengatakan, publik sudah cerdas untuk menilai mana yang benar dan salah. Dengan demikian, pihak-pihak yang akan bermain dalam persidangan e-KTP pasti akan tercium.
BACA JUGA: Teganya Bro! Hampir Separuh Uang E-KTP jadi Bancakan
Begitu pula sebaliknya, masyarakat pasti akan banyak yang membela ketika tokoh-tokoh besar mengancam aparat penegak hukum. Terutama KPK.
”Kalau politik urusannya menang kalah, kalau soal pembuktian itu soal benar dan salah,” terangnya.
BACA JUGA: Surat Dakwaan Korupsi e-KTP Beredar, Ini Reaksi KPK
Tama menyarankan KPK berani menindaklanjuti nama-nama yang terseret dalam kasus e-KTP. Terutama nama-nama yang sudah mengembalikan uang hasil korupsi.
Menurutnya, pengembalian itu secara otomatis menimbulkan akibat hukum. Seperti gratifikasi.
”Selebihnya kita tunggu putusan yang berkekuatan hukum tetap. Kalau uang itu itu dimaksudkan untuk memuluskan e-KTP, berarti bisa dijerat pasal suap,” imbuhnya.
KPK menerima pengembalian uang sebesar Rp 250 miliar dari konsorsium sejumlah perusahaan dan 14 orang yang mayoritas anggota Komisi II DPR periode 2009-2014.
Sementara itu, mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua mengingatkan KPK agar memproses semua pihak yang terlibat dalam perkara E-KTP.
''Pers harus mengawal KPK dan pengadilan untuk menegakkan adagium dalam dunia hukum, yakni biar langit runtuh hukum harus ditegakan,'' ujar pria asal Maluku itu.
Menurut dia, pihak-pihak yang disebut dalam dakwaan menikmati aliran dana E-KTP harus semuanya diproses hukum.
Sekalipun mereka telah mengembalikan uang yang diterimanya.
''Sebab hal tersebut sudah jelas diatur dalam UU Tipikor,'' ujarnya, seperti diberitakan Jawa Pos.
Menurut dia, dalam pasal 11 B UU Tipikor disebutkan bahwa penerima gratifikasi harus melapor ke KPK dalam jangka waktu 30 hari setelah penerimaan.
Jika lewat dari masa itu, apalagi pengembaliannya ketika terjadi penyelidikan dan penyidikan, hal tersebut sudah masuk kategori suap.
''Harus diproses hukum. Sebab pengembalian itu tidak bisa menghapuskan unsur pidananya,'' tegasnya.
Apa yang disampaikan Abdullah memang seperti yang terjadi pada penanganan perkara di KPK selama ini.
Dalam beberapa kasus, pihak yang menikmati aliran dana haram kasus korupsi tetap dipidana.
Salah satu kasus yang belum lama terjadi ialah suap yang dilakukan Gatot Pujo Nugroho (saat itu Gubernur Sumatera Utara) pada sejumlah DPRD setempat.
Ketika perbuatan Gatot terungkap KPK. Sejumlah anggota DPRD Sumut ramai-ramai mengembalikan uang yang pernah diterima dari Gatot.
Tapi satu persatu anggota DPRD akhirnya tetap diproses sebagai penerima suap. Termasuk mereka yang telah berstatus mantan anggota DPRD.(gun/tyo)
Tiga Kasus Besar KPK yang libatkan banyak Pejabat Negara
Megaproyek Hambalang
Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON)
Jenis kasus: Suap, penyalahgunaan wewenang
Tahun pengusutan kasus: 2010
Nilai proyek: Rp 2,5 triliun
Kerugian negara: Rp 243,6 miliar
Daftar Terpidana:
1. Andi Alfian Mallarangeng, Menpora
2. Anas Urbaningrum, mantan ketum Partai Demokrat
3. Wafid Muhara, Sekretaris Menpora
4. Deddy kusdinar, Kabiro perencanaan kemenpora
5. Joyo Winoto, Kepala BPN
6. Muhammad Nazaruddin, Anggota Banggar DPR, Bendahara Umum Partai Demokrat
7. Angelina Sondakh, Anggota Banggar DPR
8. Rahmat Yasin, Bupati Bogor
Cek Pelawat
Suap pemilihan Gubernur Bank Indonesia melalui pemberian 480 lembar cek pelawat
Jenis kasus: Suap
Tahun pengusutan kasus: 2008
Nilai suap total: Rp 23 miliar
Yang terlibat
1. Miranda S Goeltom
2. Nunun Nurbaeti
3. Dhudie Makmun Murod, anggota DPR
4. Hamka Yandhu, anggota DPR
5. Endin Akmad Jalaludin Soefihara, anggota DPR
6. Udju Djuhaeri, anggota DPR
7. Baharuddin Aritonang, anggota DPR
8. Anthony Zeidra Abidin, anggota DPR
9. Ahmad Hafiz Zawawi, anggota DPR
10. Boby Suhardiman, anggota DPR
11. Paskah Suzetta, anggota DPR
12. Hengky Baramuli, anggota DPR
13. Reza Kamarullah, anggota DPR
14. Asep Ruchimat Sudjana, anggota DPR
15. TM Nurlif, anggota DPR
16. Marthin Bria Seran, anggota DPR
17. Daniel Tandjung, anggota DPR
18. Sofyan Usman, anggota DPR
19. Willem Tutuarima, anggota DPR
20. Sutanto Pranoto, anggota DPR
21. Agus Condro Prayitno, anggota DPR
22. Muhammad Iqbal, anggota DPR
23. Budiningsih, anggota DPR
24. Rusman Lumbantoruan, anggota DPR
25. Max Moein, anggota DPR
26. Matheos Pormes, anggota DPR
27. Engelina Pattiasina, anggota DPR
28. Ni Luh Mariani Tirtasari, anggota DPR
29. Soewarno, anggota DPR
30. Panda Nababan, anggota DPR
Megaproyek E-KTP
Suap Pengadaan KTP elektronik
Tahun pengusutan: 2014
Jenis kasus: Suap, penyalahgunaan wewenang
Nilai proyek: Rp 5,9 triliun
Kerugian Negara: Tp 2,3 triliun
Terdakwa:
1. Irman, Dirjendukcapil Kemendagri
2. Sugiharto, Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri
Sumber: Diolah
Dakwaan untuk Irman dan Sugiharto
- Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- Pasal 3 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal untuk pihak yang mengembalikan uang
- Pasal 12 a UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- Pasal 12 b UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hmmm, Inilah Temuan KPK soal Korupsi Proyek e-KTP
Redaktur : Tim Redaksi