jpnn.com - JAKARTA - Hasil evaluasi akuntabilitas kinerja di kementerian atau lembaga setingkat menteri 2015 yang dikeluarkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi cukup mencengangkan.
BACA JUGA: Sukses Mengantarkan Kandidat Menang di Pilkada
Namun sayang, di tengah mendapat rapor merah itu Jaksa Agung justru mengkritik media dengan menyatakan apa yang diberitakan sangat kontaproduktif. Bahkan, orang nomor satu di Korps Adhyaksa itu meminta media untuk memberitakan yang baik saja saat penutupan Rakernas Kejaksaan pada 18 Desember 2015 lalu.
Menanggapi ini, pengamat komunikasi politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan, sebaliknya sikap Jaksa Agung yang mendiskreditkan peran media itulah yang justru kontraproduktif.
BACA JUGA: Kolinlamil Sambut Kapal Survei Canggih
"Semua orang pasti tidak setuju dengan pernyataan Jaksa Agung ini,” ujar Emrus kepada wartawan di Jakarta, Senin (21/12).
Menurut Emrus, harusnya Jaksa Agung menyadari peran media sebagai pengontrol kejaksaan selaku penyelenggara negara. Tidak terbayangkan, ungkap Emrus, jika tidak ada kontrol dari media pasti lebih buruk kondisi kejaksaan dari saat ini.
BACA JUGA: Kapolda Keluhkan Sistem Pembayaran ke Reserse
"Kalau kita lihat, di tengah keterbukaan informasi publik saja rapor kejaksaan masih sangat buruk dan jauh dari harapan masyarakat,” kata Emrus.
Ia mengatakan, jika pemberitaan media tidak proporsional kejaksaan harusnya memberikan hak jawab. Menurut dia, kalau hak jawab itu didukung data faktual, tentulah semua pihak akan menghormatinya. "Jangan membela diri dengan menyalahkan media. Harusnya kejaksaan itu berani berwacana publik dengan sehat," jelasnya.
Emrus menegaskan, tanpa berdasarkan data lalu membela diri, kejaksaan pastinya malah mendapatkan persepsi negatif dari publik. "Presiden Joko Widodo saja tidak pernah membela diri jika dikritik media, dan malah berterima kasih kepada media,” katanya.
Emrus menambahkan, Kemenpan RB pastinya memiliki alasan tersendiri mengapa memberi nilai buruk terhadap Kejaksaan Agung. Menurutnuya, sudah tepat kejaksaan mendapatkan nilai tersebut. "Evaluasi sumber daya manusia di kejaksaan harus dimulai saat ini," ujarnya.
Hal ini membuktikan bahwa revolusi mental yang diusung Presiden Joko Widodo, tidak berjalan sebagaimana mestinya di institusi Kejaksaan Agung. "Jika presiden masih visioner dan memiliki keinginan memperbaiki penegakan hukum khususnya di kejaksaan, harusnya peka akan aspirasi masyarakat selama ini,” ucapnya.
Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo seharusnya tidak mempertahankan Jaksa Agung yang tidak produktif seperti HM Prasetyo ini.
“Reshuffle saja pimpinan kejaksaan yang tidak produktif ini. Sudahlah Pak Presiden, ganti saja, untuk apa dipertahankan Jaksa Agung seperti ini. Artinya, jangan mempertaruhkan kepentingan rakyat hanya dengan mempertahankan satu orang yang tidak produktif,” pungkasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Kontrak Freeport, Ini Saran Ketua DPD RI
Redaktur : Tim Redaksi