Indonesia dan Australia menjadi tuan rumah pertemuan tingkat menteri 'Bali Process' yang diselenggarakan di Adelaide, hari ini (10/02).

Setelah sebelumnya mengadakan pertemuan Menteri Pertahanan dan Menteri Luar Negeri dari Australia dan Indonesia, Menlu Retno Marsudi menjadi 'co-chair' bersama menlu Australia, Penny Wong di konferensi 'Bali Process'.

BACA JUGA: Indonesia dan Australia Janjikan Kesepakatan Pertahanan yang Baru, Meski Masih Ada Ketegangan AUKUS

'Bali Process' adalah forum yang diketuai oleh Australia dan Indonesia dengan 49 anggota, termasuk sejumlah lembaga internasional yang terkait dengan penyelundupan dan perdagangan manusia dan kejahatan transnasional, seperti UNHCR, UNODC, IOM, dan ILO.

Sejumlah organisasi pejuang hak asasi manusia berharap dalam pertemuan tahun ini, negara-negara anggota dan para politisi mulai melakukan upaya baru untuk menangani pengungsi Rohingya yang jumlahnya meningkat belakangan ini.

BACA JUGA: Putin Diduga Terlibat dalam Jatuhnya Pesawat MH17

Badan pengungsi di PBB, UNHCR, mengatakan tahun 2022 lalu ada lebih dari 3.500 warga Rohingya yang mencoba menyeberang di Laut Andaman dan Teluk Benggala. 

Dari jumlah tersebut hampir 350 meninggal atau hilang di laut.

BACA JUGA: PM Italia Puji Penangkapan Penyelundup Narkoba di Bali yang Sudah Buron Tujuh Tahun

Sementara ratusan warga Rohingya pernah ditolong warga Aceh setelah terkatung-kantung di perahu, namun kondisi mereka tidak menentu.

"Setelah ratusan orang meninggal, dan lebih banyak perahu sedang dalam perjalanan, beberapa negara terus mengembalikan perahu [ke negara asal] yang melanggar hukum internasional, [karena] membahayakan nyawa orang," ujar Elaine Pearson, Asia Director dari Human Rights Watch.

"Karena itu, isu ini harus menjadi yang terdepan dalam pertemuan Menteri Luar Negeri di kawasan, jika mereka serius memberantas penyelundupan manusia dan perdagangan manusia."

Menteri Luar Negeri Bangladesh, AK Abdul Momen mendesak Australia untuk menampung lebih banyak lagi warga Rohingya yang kini mendekam di tempat penampungan.

Kepada ABC ia mengatakan banyak negara sudah meningkatkan jumlah pengungsi Rohingya secara substansial, tapi ia ingin melihat Australia juga bisa melakukannya.

"Jika mereka bisa melakukannya, mengapa bukan Australia? Australia relatif lebih banyak akal, jadi saya pikir sudah saatnya Australia maju dan memukimkan kembali beberapa orang yang tertekan itu," katanya.

Menlu Australia, Penny Wong, mengatakan Australia mengakui jika Bangladesh memikul "beban berat" dengan krisis pengungsi Rohingya, tetapi pemerintah Australia sudah memberikan kontribusi besar untuk membantu.

“Kami telah memberikan bantuan kemanusiaan tambahan yang substansial ke Myanmar dan Bangladesh sejak 2017, saya kira sudah lebih dari $350 juta sejak saat itu,” katanya.

"Dan setelah kami memerintah, saya mengumumkan $135 juta dalam anggaran kami sebagai kontribusi untuk Myanmar dan Bangladesh untuk tahun keuangan saat ini sebagai pengakuan atas apa yang terjadi."

Penny tidak membuat komitmen baru tentang pemukiman kembali pengungsi, tapi mengatakan program bantuan Australia "murah hati" menurut standar global.

Andrew Hudson, CEO dari Centre for Policy Development, yang mengepalai panel penasehat dalam konfernsi 'Bali Process', mengatakan kepada ABC jika negara-negara anggota 'Bali Process' harus mengambil tindakan cepat untuk mengatasi krisis.

"Pertemuan tingkat menteri sebelumnya sudah berkomitmen untuk menanggapi situasi darurat secara tepat waktu," katanya.

"Hari ini, para menteri harus memenuhi komitmen itu dan segera mengoordinasikan tanggapan regional terhadap hilangnya nyawa yang tragis di laut."

Elaine dari Human Rights Watch mengatakan kepada ABC jika para menteri luar negeri perlu berkomitmen pada "langkah-langkah konkret" untuk membantu warga Rohingya dan berbagi beban di antara anggota 'Bali Process'.

"Sejak deklarasi tahun 2016, ada banyak kata-kata keprihatinan, tetapi sedikit tindakan nyata tentang tanggapan yang menghargai hak asasi terhadap penyelundupan manusia," ujarnya.

"Yang terjadi hanyalah beberapa pertemuan tingkat tinggi, tidak ada tanggapan pencarian dan penyelamatan yang terkoordinasi atau upaya untuk membawa perahu ke pantai dan mengirimkan bantuan kemanusiaan."

Dia mengatakan langkah konkret yang bisa dilakukan adalah membantu perahu yang kesulitan, koordinasi pencarian dan penyelamatan, serta pengakuan izin tinggal dan izin kerja untuk pengungsi.

"Bagi pemerintah-pemerintahan yang jauh, seperti Australia, artinya komitmen terhadap bantuan kemanusiaan dan jalur hukum yang aman untuk migrasi, seperti mengalokasikan lebih banyak visa bagi para pengungsi Rohingya di Bangladesh serta memberikan lebih banyak tekanan pada Myanmar," kata Ellaine.Laporan tambahan Erwin Renaldi

BACA ARTIKEL LAINNYA... Inilah Sejumlah Agenda Prabowo Subianto dan Retno Marsudi yang Sedang Berada di Australia

Berita Terkait