Australia hari ini (09/02) menerima kunjungan Menteri Pertahanan Subianto dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Canberra.
Keduanya datang ke Australia untuk menghadiri pertemuan 2+2 Kementerian Pertahanan dan Kementerian Luar Negeri Australia - Indonesia yang kedelapan.
BACA JUGA: Indonesia Tingkatkan Kerja Sama Ekonomi dengan Australia, Nikel Jadi Dagangan Utama
Richard Marles, Wakil Perdana Menteri Australia, yang juga Menteri Pertahanan, bersama dengan Menteri Luar Negeri Penny Wong menerima Retno dan Prabowo untuk membahas sejumlah masalah baik antara kedua negara, juga di tingkat kawasan, dan global.
"Pertemuan rutin 2+2 adalah kesempatan bagi kami untuk membahas masalah-masalah utama yang dihadapi kawasan ini dan memperdalam kerja sama lebih jauh lagi," demikian pernyataan Richard.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Korban Tewas Gempa Turki-Suriah Tembus 11.500 Jiwa, Termasuk Dua WNI
"Indonesia adalah salah satu mitra terpenting dan sahabat terdekat Australia. Bersama-sama, kita memberikan kontribusi penting bagi kawasan yang stabil, damai, sejahtera, dan tangguh dengan ASEAN sebagai intinya," tambahnya.
ABC Indonesia mendapat informasi bahwa agenda pertemuan empat menteri tersebut akan membahas topik-topik seperti pakta kapal selam bertenaga nuklir antara Australia, Inggris, dan Amerika Serikat (AUKUS), isu Myanmar, serta Tiongkok.
BACA JUGA: Tingginya Dukungan Pada Moeldoko Maju Pilpres 2024 Menunjukkan Hal Penting ini
Ini menjadi bagian dari kemitraan Australia dengan Indonesia dalam hal pertahanan dan keamanan, serta menjaga perdamaian di kawasan Indo-Pasifik.
"Australia dan Indonesia dihubungkan oleh geografi dan juga karena pilihan. Kami berbagi minat yang mendalam di kawasan yang damai, stabil, dan makmur," ujar Penny.
"Saya menantikan diskusi konstruktif untuk memajukan kerja sama kita dalam kepentingan bersama, termasuk kerja sama keamanan, ketahanan ekonomi, dan prioritas Indonesia sebagai Ketua ASEAN."
Produksi kendaraan elektrik di Indonesia, serta topik budaya, seperti pendidikan bahasa Indonesia di Australia juga menjadi pembahasan keempat menteri.Dua negara gelar pertemuan 'Bali Process'
Jumat (10/02) besok, menteri luar negeri dari dua negara akan sama-sama menjadi tuan rumah untuk Pertemuan 'Bali Process' Tingkat Menteri di Adelaide, Australia.
'Bali Process' beranggotakan 45 negara dan empat organisasi internasional yang dipimpin Australia dan Indonesia.
Salah satu tujuan dari 'Bali Process' adalah menemukan solusi untuk masalah-masalah terkait dengan perdagangan dan penyelundupan manusia, serta kejahatan transnasional.
Pertemuan besok menjadi pertemuan tingkat menteri sejak pertama kali digelar di tahun 2018
Menurut Andrew Hudson, Direktur Eksekutif dari Centre For Policy Development, Australia dan indonesia bisa membuat terobosan dalam krisis pengungsi di kawasan Indo-Pasifik.
Dalam tulisannya, Andrew berpendapat pertemuan Jumat besok menjadi kesempatan untuk keterlibatan, kolaborasi, serta memimpin masalah mendesak yang menjadi perhatian di kawasan, yakni "nasib satu juta orang yang mencari kebebasan dan perlindungan dari kekerasan yang mematikan."
Harapan agar 'Bali Process' untuk menyelamatkan nyawa manusia pernah diungkapkan oleh Usman Hamid dari Amnesty International.
"Pemerintah Indonesia harus memulai komunikasi intensif dengan para pemimpin negara di ASEAN dan Bali Process untuk menyelamatkan semua orang yang terjebak di perahu-perahu," katanya, menanggapi upaya warga Aceh menyelamatkan seratus orang penggungsi Rohingya yang terombang-ambing di atas perahu.
Awal tahun ini, tepatnya 8 Januari lalu, 185 pengungsi Rohingya juga berlabuh di perairan Aceh, setelah merasa putus asa dengan kehidupan mereka di penampungan Bangladesh.
Peristiwa tersebut hanya berselang dua pekan setelah 85 warga Rohingya, yang terkantung-kantung di laut selama lebih dari sebulan, juga diselamatkan oleh warga Aceh.
UNHCR mengatakan jumlah warga Rohingya yang meninggalkan Myanmar atau Bangladesh lewat lautan sudah naik kali lipat hingga lebih 3.500 orang di tahun 2022 dibandingkan setahun sebelumnya.
Dari jumlah tersebut setidaknya 348 Rohingya meninggal atau dinyatakan hilang saat mencoba menyeberangi Laut Andaman dan Teluk Benggala.
Artikel ini diproduksi oleh Erwin Renaldi
BACA ARTIKEL LAINNYA... Australia Pereteli Seluruh CCTV Buatan Tiongkok di Fasilitas Pertahanan