jpnn.com - ANDA ingin melihat Amerika Latin dan Spanyol? Gampang, cukup dengan menguasai Bahasa Spanyol, dunia sudah ada digenggaman tangan Anda.
Mesya Mohamad, JPNN.com
BACA JUGA: Pengin Cantik Rogoh Rp 30 Juta, Eh...Pipi Sebelah Malah Turun
Gathering para pecinta budaya dan bahasa Spanyol, Sabtu (30/4), berlangsung seru. Meski dilaksanakan oleh Lembaga Budaya Pusat Bahasa Universitas Tri Sakti (Usakti), bukan berarti peserta gatheringnya mahasiswa dan dosen saja. Banyak khalayak umum mengikuti gathering yang terkesan sederhana namun asyik tersebut.
Sebut saja komunitas bahasa spanyol Tangerang, komunitas gitaris Flamenco, penggiat tari salsa dan juga komunitas pemuda dari ormas NU.
BACA JUGA: Ravi Murdianto, Suka Menembak dengan Senjata Laras Panjang
Umumnya masyarakat umum yang mengikuti gathering ini adalah peserta kursus Bahasa Spanyol di Usakti. Mereka adalah karyawan atau pegawai yang ditugaskan ke wilayah Amerika Latin maupun Spanyol. Juga mereka yang ingin memahami lebih dalam budaya Spanyol dan Amerika Latin.
Wajar jika mereka tertarik mempelajari bahasa Spanyol yang selama ini dipandang sebelah mata dibanding bahasa asing lainnya. Pasalnya, ada 20 negara didunia ini pengguna bahasa ini. Bukan hanya Spanyol saja, tapi juga negara-negara di Amerika Latin.
BACA JUGA: Abduh Lestaluhu, Tidur sambil Berdiri, Senjatanya Jatuh
Bahkan untuk tutur kata yang lebih rapi dan terstruktur pemakaian bahasa Spanyol bukanlah negeri matador seperti yang kita bayangkan. Justru Kolumbia lah yang lebih fasih dan tertata dalam penggunaannya..wow.
Seperti pengakuan Shanti, personel staf di PT Lion Wings. Dia baru kali pertama mengikuti gathering ini. Maklum saja, karyawati cantik dan berkulit putih ini baru saja gabung dengan Usakti sejak Januari 2016. Kebetulan perusahaan di mana dia bekerja, melakukan ekspansi ke Bolivia sehingga menguasai Bahasa Spanyol menjadi keharusan.
“Sebagai karyawan, sudah keharusan meningkatkan kemampuan berbahasa. Karena perusahaan ekspansi ke wilayah Amerika Latin, saya harus bisa berbahasa Spanyol," ujarnya riang.
Shanti mengaku sangat konsen dengan Bahasa Spanyol karena struktur bahasanya yang sistematis. Selain itu Shanti ternyata pecinta berat telenovela dan musik-musik Amerika Latin.
“Bintang-bintang itu keren-keren, rugi kalau suka telenovela dan musiknya tapi tidak bisa berbahasa Spanyol," tuturnya.
Meski untuk mencapai tingkat mahir butuh waktu panjang, Shanti mengaku serius mempelajarinya. Dia bertekad mencapai level advance (tingkat mahir) agar bisa menggunakan kemampuannya itu saat ditugaskan ke Amerika Latin.
Lain lagi dengan Teuku Muhammad Iqbal Alfajri. Mahasiswa kelahiran Aceh, 19 Desember 1992, senang dengan budaya dan bahasa Spanyol serta Amerika Latin karena hobi sepak bola.
Pada 2008 silam, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf membuat program pesepakbola berprestasi yang umurnya 15 tahun dikirim ke Paraguay untuk belajar sepakbola. Saat itu Iqbal bersama 29 rekannya terpilih dan dikirim ke Paraguay.
Awalnya, Iqbal merasa kesulitan karena tidak menguasai budaya dan bahasa Spanyol. Beruntung Iqbal bersama rekan-rekannya disekolahkan di sekolah khusus dan bisa belajar bahasa Spanyol.
“Karena kondisi yang mengharuskan kami harus bisa berbahasa Spanyol, saya dalam tempo enam bulan sudah lancar berbahasa Spanyol. Setelah saya pelajari, bahasa Spanyol ternyata mudah untuk dipahami," tuturnya.
Tahun kedua di negeri orang, Iqbal bersama 17 rekannya dikontrak sebuah klub bola Paraguay. Sayangnya karir Iqbal di Paraguay tidak berlanjut karena Irwandi Yusuf tidak terpilih lagi dan terpaksa 18 siswa Aceh dipulangkan ke Tanah Air.
Di Aceh, Iqbal bergabung dengan klub bola PSSB Biereun selama satu tahun. Saat itu karirnya meroket namun sayang cidera dialaminya sehingga dia memutuskan tidak merumput lagi.
Iqbal pun beralih ke bidang akademi dengan menggunakan kemampuan berbahasa Spanyol untuk menjadi penerjemah dan memberikan les privat. Iqbal pernah diminta sebuat perusahaan penerbit menerjemahkan buku berbahasa Indonesia ke Spanyol. Iqbal hanya dibayar Rp 400 ribu untuk satu buku.
“Kata teman-teman sih kemurahan itu karena penerbitnya kan menjual lagi. Tapi bagi saya bukan nilai uangnya tetapi kemampuan berbahasa Spanyol makin terasah," ujarnya.
Iqbal juga pernah diminta sebuah perusahaan untuk menjadi penerjemah di Jepara. Saat itu Iqbal menerima bayaran Rp 3 juta untuk tiga hari. Senang bukan kepalang dirasakan Iqbal karena hanya dalam tiga hari bisa mendapatkan uang bersih Rp 3 juta.
Saat ini di sela-sela waktu senggangnya, Iqbal memberikan les privat kepada lima siswanya dengan bayaran Rp 500 ribu per orang. Dengan kemampuan bahasa Spanyolnya, Iqbal bercita-cita membuka lembaga kursus Bahasa Spanyol di Aceh.
“Menguasai Bahasa Spanyol sangat besar keuntungannya. Itu sudah saya rasakan, makanya saya ingin menularkan kepada masyarakat Aceh," ucap Iqbal yang bisa membiayai kuliahnya dengan keahlian berbahasa Spanyolnya.
Sementara Cattleya Ayu Permatasari, mahasiwi tingkat akhir kelahiran Jakarta, 12 Juni 1994 punya pengalaman lain lagi. Pecinta telenovela ini mulai tertarik dengan Spanyol saat dia duduk di bangku SMA. Saat itu SMAN 8 Jakarta tengah mengadakan program pertukaran pelajar ke Amerika Serikat.
Tiga pekan Leya tinggal di negeri Paman Sam dan mendapatkan orang tua asuh asal Meksiko. Melihat orang tua angkatnya dialog bahasa Spanyol, Leya tertarik untuk belajar.
Pulang ke Indonesia, Leya mencari lembaga kursus bahasa Spanyol. Namun, tempat yang dicari tidak ketemu sampai akhirnya Leya kuliah di London School.
Di London School, Leya dapat info bila di Usakti menyelenggarakan kursus bahasa Spanyol. Kini setahun sudah Leya bergabung di Lembaga Budaya Pusat Bahasa Usakti. Dengan kemampuan bahasa Spanyol, Leya bisa diterima magang di Kedutaan Peru.
“Di Kedutaan Peru, harus bisa berbahasa Inggris dan Spanyol. Saya beruntung sekali bisa menguasai dua bahasa tersebut. Kalau lulus nanti, saya ingin kerja di Kedutaan Amerika Latin agar Bahasa Spanyol saya semakin terasah," ujar Leya yang bercita-cita menjadi seorang diplomat.
Adven Tambun, pengajar di Lembaga Budaya Pusat Bahasa Usakti menambahkan, belajar Bahasa Spanyol tidak sesulit yang dibayangkan. Di Usakti, peserta kursus tidak dihadapkan dengan grammar melainkan dengan telenovela dan musik.
Dia menyebutkan, banyak telenovela yang ngehits di Indonesia sebut saja Maria Mercedes, Marimar, Cassandra, dan lainnya. Untuk musik, penyanyi Shakira, Ricky Martin, Enrique Iglesias.
“Sebenarnya budaya Spanyol dan Amerika Latin sudah tidak asing di Indonesia. Jadi tidak ada salahnya menguasai Bahasa Spanyol karena kita bisa melanglang buana dengan bahasa tersebut," terangnya.
Di sisi lain, menurut Roberto Bala, staf pengajar Lembaga Budaya Pusat Bahasa Usakti, menguasai bahasa Spanyol sama halnya membuka potensi bisnis dengan 23 negara lain di dunia. Wow, bayangkan saja.(esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Latihan Militer, Manahati Lestusen Mencuri Mangga, Dihukum...
Redaktur : Tim Redaksi