Data Makro Pemerintah Bikin Pengusaha Bingung

Selasa, 08 Agustus 2017 – 11:23 WIB
BPS. FOTO: JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, penurunan konsumsi pada Ramadan dan Lebaran menunjukkan bahwa pelemahan terjadi di berbagai sektor.

Pelemahan konsumsi rumah tangga harus menjadi perhatian pemerintah karena merupakan kontributor terbesar pertumbuhan ekonomi domestik.

BACA JUGA: Kuartal Kedua, Pertumbuhan Industri Hanya 3,54 Persen

Eko menilai, mayoritas pelemahan daya beli terjadi pada pemilik rekening kurang dari Rp 100 juta yang merupakan 98 persen populasi.

Penurunan konsumsi terjadi gara-gara kenaikan harga bahan bakar minyak serta tarif listrik dan gas.

BACA JUGA: Good News, Angka Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Atas AS dan Singapura

”Konsumsi kelas menengah ke bawah menjadi berkurang karena digunakan untuk membayar harga-harga yang naik itu,” papar Eko, Senin (7/8).

Sementara itu, menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, terjadi anomali kondisi ekonomi Indonesia saat ini.

BACA JUGA: Kontribusi Manufaktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kian Menurun

Pengusaha menilai ada yang tidak sinkron antara data makro versi pemerintah yang positif dan kondisi riil yang dihadapi dunia usaha.

”Saya juga bingung. Bagaimanapun, kami berasumsi bahwa data BPS benar. Namun, tetap saja kami merasa ada yang tidak sinkron antara data makro dan data mikro,” katanya.

Menurut Hariyadi, para pengusaha di berbagai sektor merasakan penurunan belanja, terutama dari kelas menengah. Dampak terbesar dialami sektor ritel dan properti.

Padahal, data ekonomi versi pemerintah menunjukkan kenaikan pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 13 persen.

”Seharusnya volume transaksi naik (kalau PPN naik). Faktanya tidak begitu,” bebernya.

Hariyadi yakin bahwa kelas menengah memilih untuk menyimpan uang di bank. Buktinya, simpanan masyarakat di bank (dana pihak ketiga) terus melambung.

Sedangkan penurunan daya beli kelas menengah ke bawah terjadi karena penyerapan tenaga kerja semakin rendah. (ken/agf/c11/noe)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Apresiasi Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler