Kuartal Kedua, Pertumbuhan Industri Hanya 3,54 Persen

Selasa, 08 Agustus 2017 – 10:29 WIB
Ilustrasi pekerja industri. Foto: Rakyat Kalbar/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah sempat optimistis pertumbuhan ekonomi ada triwulan kedua mencapai 5,1 persen.

Kenyataannya, pertumbuhan ekonomi hanya stagnan di angka 5,01 persen.

BACA JUGA: Good News, Angka Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Atas AS dan Singapura

Seretnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua memang di luar dugaan. Momen Ramadan dan Lebaran ternyata tidak mampu mendongkrak konsumsi rumah tangga.

Bila dibandingkan dengan kuartal pertama 2017, perekonomian masih tumbuh empat persen.

BACA JUGA: BAT MRO Lion Air Yakin Mampu Bongkar Pasang Mesin hingga Terkecil pada 2020

Sedangkan pertumbuhan ekonomi pada semester pertama tahun ini secara kumulatif hanya tumbuh 5,01 persen alias sama dengan kuartal sebelumnya.

”Memang ini di bawah ekspektasi. Namun, masih relatif bagus kalau mempertimbangkan perekonomian global dan harga komoditas,” tutur Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto di kantornya, Senin (7/8).

BACA JUGA: Dapat Proyek, McDermott Rekrut Kembali 1.200 Karyawan

Perekonomian pada kuartal kedua dipengaruhi penurunan harga komoditas migas dan nonmigas di pasar internasional.

Sisi positifnya, perekonomian di sejumlah negara mitra dagang mengalami perbaikan.

Imbasnya, sejumlah sektor industri unggulan tumbuh meski kurang menggembirakan.

Pada kuartal kedua pertumbuhan industri hanya 3,54 persen. Demikian pula pertanian (3,33 persen) dan perdagangan (3,78 persen).

”Hampir semua sektor tumbuh, kecuali administrasi pemerintahan serta pengadaan listrik dan gas. Dua-duanya minus,” papar Kecuk.

Konsumsi rumah tangga masih menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua.

Terdapat pertumbuhan tipis sebesar 5,95 persen jika dibandingkan dengan kuartal pertama lalu.

Namun, bila dibandingkan dengan kuartal kedua 2016 terdapat penurunan konsumsi rumah tangga 5,07 persen.

BPS menyimpulkan, terjadi pelemahan daya beli pada masyarakat kelas bawah. Sedangkan kelas menengah menahan belanja karena faktor psikologis.

”Ada indikasi upah riil buruh turun. Transaksi debit kelas menengah masih cukup tinggi, namun agak melambat,” terang Kecuk. (ken/agf/c11/noe)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kontribusi Manufaktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kian Menurun


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler