Dawid Martin Sang Pegiat Gamelan dan Karawitan di Polandia

Selalu Teringat Masa-masa Tinggal di Yogyakarta, Prau Layar Jadi Lagu Favoritnya

Senin, 27 November 2017 – 18:48 WIB
PEGIAT KARAWITAN: Dawid Martin, staf lokal KBRI Warsawa yang juga pegiat gamelan dan karawitan di Polandia. Foto: Ayatollah Antoni/JPNN.Com

jpnn.com - Gamelan ataupun karawitan sekarang ini makin jarang terdengar. Tapi di Polandia, ada warga lokal yang justru menjadi pegiat musik tradisional Jawa itu.

Ayatollah Antoni, Warsawa

BACA JUGA: Top, Keris Fest 2017 di ISI Surakarta Sabet Rekor MURI

UCAPAN dalam Bahasa Jawa terlontar dari pria Polandia bernama Dawid Martin pada malam yang dingin di Warsawa, pertengahan pekan lalu. “Sitik-sitik isih iso Jawa (sedikit-sedikit masih bisa Bahasa Jawa),” ujar Dawid ketika disapa dengan Bahasa Jawa sembari berjalan dari sebuah restoran Jepang menuju Marriott Hotel di Al. Jerozolimskie, Warsawa.

Dawid adalah staf lokal di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Warsawa. Dia juga mengajar di jurusan musikologi Universitas Warsawa, sekaligus aktif mengenalkan gamelan dan seni karawitan kepada warga Polandia.

BACA JUGA: Kondang di Indonesia, Peter F Gontha juga Beken di Polandia

Perjumpaan Dawid dengan gamelan bermula pada 2001, tak lama setelah masuk jurusan musikologi universitas tempatnya kini mengajar. Kebetulan, saat itu ada acara pertunjukan gamelan.

Dawid tiba-tiba tergerak ingin menontonnya. “Saya melihat hal menarik dari gamelan,” ujarnya.

BACA JUGA: Fadli Zon Berikan Pemahaman soal Papua ke Kabinet Polandia

Selanjutnya, minat Dawid pada gamelan kian menggebu. Dia lantas berkenalan dengan Sugianto Darmonegoro, seorang pria berdarah biru asal Surakarta yang menjadi staf KBRI Warsawa.

Dari Sugianto pula Dawid mulai belajar gamelan. “Tidak ada kurikulum, hanya belajar bagaimana menabuh gamelan,” kenangnya.

Beruntung, Dawid memperoleh beasiswa Darmasiswa dari pemerintah Indonesia. Pada 2003-2004, pria kelahiran 27 September 1981 itu berkesempatan belajar karawitan di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

“Waktu itu buta sama sekali dengan Bahasa Indonesia dan saya harus seminggu putar-putar Yogyakarta hanya untuk mencari tempat indekos,” tuturnya.

Akhirnya, Dawid tinggal di sebuah indekos di kawasan Mantrijeron, tak jauh dari Masjid Jogokariyan. “Kalau pas azan suaranya jelas sekali sampai indekos saya,” tuturnya.

Dia pun ingat betul masa-masa indah saat tinggal di Yogyakarta. Misalnya, ke kampus ISI di Sewon, Bantul dengan naik bus umum. “Naik yang jurusan Paris (Parangtritis, red),” katanya berkisah.

Pria asal Kaszuby, sebuah provinsi di wilayah utara Polandia itu juga menggemari sigaret kretek khas Indonesia. “Dulu suka 76,” ujarnya menyebut sebuah varian sigaret kretek produksi Djarum. “Kadang Dji Sam Soe atau Gudang Garam.”

Selain itu, Dawid juga menggemari makanan khas Yogyakarta. Hanya saja, dia kurang begitu suka gudeg karena terlalu manis.

Namun, nasi kucing justru masih membekas di ingatannya. “Sekali makan bisa dua sampai empat, tergantung uang di kantong, tapi nongkrong bisa lama,” tuturnya sembari tertawa.

Tapi yang menjadi klangenan Dawid saat itu adalah nasi goreng magelangan. Dia mengenal magelangan ketika suatu malam memesan nasi goreng di warung bakmi jawa langganannya.

Ternyata nasinya sudah tinggal sedikit sehingga tak cukup untuk membuat satu porsi nasi goreng. “Penjualnya menawarkan magelangan, saya coba ternyata enak dan saya suka,” ujarnya.

Bahkan, Dawid masih ingat betul minuman keras yang pernah dia konsumsi semasa tinggal di Yogyakarta. “Ada anggur Orang Tua. Kadang minum lapen juga bareng teman-teman,” ucapnya diikuti tawa.

ISI juga menjadi kampus romantis bagi Dawid. Menimba ilmu di ISI mengantarnya pada perempuan bernama Diah Anggraini yang kini menjadi istrinya.

Diah adalah alumnus SMKI Bandung yang meneruskan pendidikannya di ISI Yogyakarta. “Ambil jurusan tari,” kata Dawid.

Dari pernikahan dengan Diah pula Dawid memiliki momongan bayi perempuan mungil yang kini belum genap setahun. Namanya Rusa Gendis.

“Rusa artinya mawar, gendis berarti manis,” ujarnya menceritakan nama putrinya yang merupakan perpaduan kata dalam Bahasa Polski dan Jawa.

Selain itu, Yogyakarta juga membuat Dawid mengenal seniman-seniman musik kondang di Kota Gudeg tersebut. “Ada almarhum Pak Sapto Rahardjo, Mas Djaduk (Djaduk Feriyanto, red), juga teman-teman di Kua Etnika,” sebutnya.

Kini, Dawid dan istrinya menjadi pegiat karawitan di Polandia, khususnya Warsawa. Beberapa waktu lalu, Dawid juga pentas bersama grup karawitannya untuk kepentingan promosi pariwisata Indonesia.

Sedangkan Diah masih sering tampil sebagai penari tradisional Jawa. “Kalau pentas Gendis juga diajak. Saya taruh di dekat gong dan dia anteng,” kata pria yang biasa menabuh kendang dan bonang itu.

Kini, Dawid tengah menyusun disertasi doktoralnya. Fokus penelitiannya adalah pertemuan antara musik tradisional Jawa dengan Eropa pada era kolonial Belanda. “Terutama soal keroncong dan stambul,” tutur pria klimis yang terakhir kali mengunjungi Indonesia pada Februari 2015 itu.

Di luar kesibukan harian, Dawid juga sedang menyiapkan pertunjukan wayang. Namun, pergelaran wayang itu bukan tentang kisah Mahabarata ataupun Ramayana, melainkan menceritakan anak-anak menjelang perayaan Natal. “Dalangnya teman saya orang Polandia,” katanya.

Sebagai penyuka gamelan, Dawid menyukai lagu Prau Layar karya Ki Narto Sabdo. “Satu lagi, sama Gambang Suling,” sebutnya.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang kebetulan sedang melawat di Polandia untuk kunjungan kerja pun langsung tertarik pada sosok Dawid. Keduanya langsung nyambung saat berdiskusi tentang sejarah dan seni.

Apalagi, Dawid mengaku menemukan foto maestro musik Indonesia Idris Sardi saat pentas di Warsawa pada era 1950-an sehingga langsung membetot perhatian Fadli. “Foto langka itu,” ujar Fadli yang memang rajin mengoleksi memorabilia Idris.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon bertukar cenderamata dengan Dawid Martin yang dikenal sebagai pegiat gamelan dan karawitan di Polandia. Foto: Ayatollah Antoni/JPNN.Com

Wakil ketua umum Partai Gerindra sekaligus pendiri Fadli Zon Library itu juga menawarkan koleksi buku, kaset ataupun piringan hitam lawas jika Dawid membutuhkan literatur untuk menyusun disertasi. Fadli bahkan memberikan wayang golek Krisna kepada Dawid.

Sedangkan Dawid memberikan sebuah buku tentang Asia Tenggara ke Fadli. “Mas Dawid ini hebat,” ujar Fadli.

Pujian untuk Dawid juga datang dari Duta Besar RI di Polandia Peter F Gontha. Sebab, Dawid sudah membantu banyak pekerjaan KBRI Warsawa untuk mengenalkan budaya nusantara kepada warga Polandia.

“Dia punya grup karawitan, tak ada orang Indonesianya. Semua warga Polandia,” tutur ambasador yang dikenal sebagai jazz impresario tanah air itu.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Dekati Polandia agar Dukung Penuh RI di Forum Dunia


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler