jpnn.com - JAKARTA - Belum apa-apa, deadline kewajiban akreditasi institusi dan program studi (prodi) untuk legalitas ijazah per 10 Agustus 2013 bakal kendur. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah menyiapkan langkah darurat berupa pemutihan akreditasi.
Wamendikbud Bidang Pendidikan Musliar Kasim menuturkan, peluang untuk menjalankan program tadi bukan berarti sudah tertutup 100 persen. "Yang sudah masuk tetap diproses. Yang belum memasukkan, segera memasukkan usulan akreditasi," katanya di Jakarta kemarin.
BACA JUGA: 10 Agustus 2014, Institusi dan Prodi Wajib Terakreditasi
Pada saat mendekati deadline nanti, tim akan melihat apakah jumlah kampus yang belum memasukkan akreditasi masih banyak atau tinggal sedikit. Jika ternyata masih banyak kampus yang institusi dan prodinya belum terakreditasi, Kemendikbud langsung mengeluarkan langkah darurat.
BACA JUGA: Kongres Disoal Budayawan, Kemendikbud Siap Evaluasi
Langkah yang diambil adalah dengan program pemutihan akreditasi. Semua usulan akreditasi yang belum terbit hingga waktu pemutihan itu, akan dikeluarkan langsung dengan standar akreditasi C. Begitupula dengan kampus yang belum memasukkan usulan akreditasi, standar akreditasi institusi dan prodinya langsung diputuskan C.
"Upaya ini kita ambil supaya masyarakat tidak dirugikan. Tetapi kampus juga jangan menyepelekan menunggu pemutihan saja," ujar Musliar.
Mantan rektor Universitas Andalas, Padang itu berujar masyarakat atau lulusan perguruan tindak boleh dirugikan. Dia menyebutkan jika tidak ada program pemutihan tadi, potensi ijazah bodong karena prodi atau institusi kampusnya belum terakreditasi semakin besar.
Musliar mengakui bahwa ketentuan akreditasi ini merupakan amanah dari Undang-Undang 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi (Dikti). Rujukan pelaksanaan UU Dikti itu, baik berupa Peraturan Pemerintah (PP) atau turunannya, hingga kini belum ada yang terbit. Musliar tidak mau disebut pemerintah hanya gemar membuat UU tetapi enggan melaksanakannya.
Mantan Inspektorat Jenderal (Irjen) Kemendikbud itu menyatakan salah satu pelaksanaan teknis UU Dikti adalah urusan akreditasi. Dia menyebutkan pemerintah sedang menggodok PP khusus tentang akreditasi ini. Diantaranya membuat badan lain diluar Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) untuk melaksanakan akreditasi.
Badan lain itu adalah Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM). Dalam prakteknya saat ini, rujukan pembuatan LAM itu masih tarik ulur. Kemendikbud terkesan gamang apakah pembiayaan akreditasi di LAM itu ditanggung APBN, seperti di BAN-PT, atau ditanggung oleh kampus pengusul akreditasi. Seperti diketahui saat ini biaya setiap kali akreditasi sekitar Rp 30 juta dan ditanggung sepenuhnya oleh negara.
"Sekarang kita terus menjalankan uji publik untuk aturan itu," paparnya. Musliar mengatakan putusan aturan pendirian LAM harus digodok matang supaya tidak berujung masalah baru.
Ketua Asosiasi Peruguran Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Edy Suandi Hamir menuturkan, keberadaan LAM sangat ditunggu pihak kampus. Sebab keberadaan LAM bisa memecah penumpukan dokumen usulan akreditasi di BAN-PT. Rencananya LAM khusus mengakreditasi kampus swasta, sedangkan BAN-PT untuk kampus negeri.
"Supaya tidak semakin menumpuk usulan akreditasi di BAN-PT, pemerintah segera terbitkan aturan pembentukan LAM," ujar pria yang juga rektor Universitas Islam Indonesia (UII) itu. Dia berharap pembiayaan akreditasi di LAM itu tetap ditanggung negara melalui APBN, sehingga tidak membebani kampus.
Khusus soal pemutihan akreditasi, Edy menyambut dengan baik. Dia berharap Kemendikbud benar-benar turun ke lapangan untuk menetapkan pemutihan itu. Jangan sampai kampus yang tidak memiliki mahasiswa tetap di beri akreditasi C. dikhawatirkan akreditasi itu akan dijual untuk komersialisasi ijazah. (wan)
BACA JUGA: Kemendikbud: Pembangunan Pabrik Baja Harus Disetop
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kampus Swasta Keluhkan Proses Akreditasi Lamban
Redaktur : Tim Redaksi