Debu Kelud Selimuti Jawa

Sabtu, 15 Februari 2014 – 06:18 WIB

jpnn.com - KEDIRI - Erupsi Gunung Kelud di Kediri memang tak banyak membawa korban jiwa. Namun dampaknya terasakan sejumlah wilayah di Jawa. Debu tebal menyelimuti segala penjuru kota. Tak jarang hal tersebut mengakibatkan banyak warga yang celaka.

Kemarin, Jawa Pos  mengamati secara langsung dampak letusan gunung setinggi 1.775 meter tersebut. Sejumlah kota yang berdekatan dengan Gunung Kelud harus merasakan akibat letusan gunung api itu. Mulai dari Sidoarjo, Surabaya, Mojokerto, Jombang. Yang paling terdampak akibat erupsi tersebut tentu wilayah Kediri, karena memang paling berdekatan.

BACA JUGA: Honorer K2 Medan Lulus 484, Siantar 176, Labura 416

Namun kedahsyatan letusan Kelud juga tak merepotkan warga yang tinggal di sekitar wilayah Kediri. Maklum saja, pasca letusan gunuung api itu, akses kendaraan umum juga makin sulit. Ratusan penumpang kendaraan umum terlihat keleleran di jalan.

Agak susah menuju Kediri dengan kendaraan umum kemarin. Hanya sedikit bus umum yang beroperasi. Padahal, biasanya, saban haari lebih dari 100 unit bus lalu lalang melayani penumpang yang menempuh perjalanan Surabaya-Kediri. Jawa Pos, sempat mencatat hingga pukul 10.00 hanya empat bus yang melayani perjalanan Surabaya-Kediri.

BACA JUGA: Pelajar SMP Kesurupan Massal

Debu Kelud juga banyak mengakibatkan warga di sejumlah kota celaka. Pengendara motor jatuh saat melintas di jalan raya adalah hal yang lazim terlihat. Maklum saja, pasir yang menyelimuti jalanan, kerap membikin kendaraan bermotor oleng, lalu terjungkal.

Kondisi beberapa kota menunjukkan ketebalan debu Kelud. Di Mojokerto, debu memang tidak begitu tebal. Namun, sebaran debu begitu merata. Di Jombang ketebalan pasir di jalanan mencapai 4 cm. Itu terlihat di wilayah alun-alun Jombang dan wilayah stasiun Jombang.

BACA JUGA: Tempat Hiburan Bakal Ditutup 19-23 Maret

Kediri tentu paling terdampak erupsi. Masuk kota Kediri begitu sulit. Kendati sudah siang, jarak pandang kendaraan begitu pendek. Bahkan, tak sampai lima belas meter. Di wilayah itu mencari akses kendaraan umum juga sulit. Banyak toko-toko yang tutup. Pasir tebal menutup jalan raya. Akibatnya, jalan beraspal yang biasanya berwarna hitam, total menjadi putih. Sepintas, Kediri berubah menjadi gurun pasir.

"Di wilayah Kediri, teras rumah yang ambruk karena tak kuat menahan beban pasir sangat mudah didapati. Sejumlah warga banyak yang terlihat membersihkan pasir di atap rumah mereka.

Bukan hanya itu, ikon Kabupaten Kediri Simpang Lima Gumul terututup pasir tebal. Pusat keramaian yang biasanya dijejali orang-orang yang tengah jalan-jalan ketika sore hari berubah bak kota mati.

"Maklum saja, ketebalan pasir mencapai lebih dari 6 cm," kata Kepala Bidang Penerangan dan Informasi Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Pengungsi Kabupaten Kediri Adi Suwignyo, kemarin.

Kondisi lebih parah terlihat di empat kecamatan di Kediri yang bedekatan yang paling berdekatan dengan Kelud. Yakni, Puncu dan Ngancar yang jaraknya sekitar 7 km, Kepung yang jaraknya sekitar 8 Km dan Ngancar sekitar 9 km. Di wilayah itu ketebalan pasir mencapai "15 cm.

Karakter pasir yang dimuntahkan Kelud juga terlihat berbeda. Di wilayah Kediri, pasir yang tersebar cukup lembut. Namun debu berterbangan kesana kemari, hingga membikin pedih mata dan sesak nafas.

"Namun di wilayah empat kecamatan itu adalah pasir bercampur kerikil dan batu, mirip sekali dengan hasil bongkaran gedung-gedung. Jalan-jalan beraspal seperti tengah diuruk kembali.

"Bahkan saat letusan pertama kali Kamis (13/2) malam lalu, ada batu yang terlempar dan memancarkan api, ada juga," kata Gunawan, seorang warga Sugih Waras, Kecamatan Ngancar. Sugih Waras adalah wilayah yang paling berdekatan dengan Kelud. Jarak terdekat di wilayah itu mencapai 7 km.

Jawa Pos juga berusaha memastikan kondisi di wilayah itu. Pasir yang menutup atap rumah juga cukup tebal. Banyak warga yang kendati sudah mengungsi, saat musibah mulai mereda mereka balik kembali ke rumah mereka.

"Rupanya, warga kembali ke rumah untuk membersihkaan pasir yang menutup genteng. "Kalau tidak begitu, justru rumah saya yang bakal ambruk. Memang nekat, tapi bagaimana lagi," kata Budiyono, warga setempat, ketika ditemui di tempat pengungsian.

Namun, karena ada kekhawatiran erupsi terjaadi, tindakan seperti Budiyono semacam itu akhirnya dilarang. Sejumlah petugas benar-benar melakukan sterilisasi wilayah, dengan mencegat para pengungsi yang akan balik ke rrumah mereka.

Bahkan, banyak juga warga yang mengantisipasinya dengan melubangi atap rumah mereka. Sehingga, bila terjadi erupsi lagi, pasir langsung masuk ke dalam rumah. (git)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... MA Makzulkan Bupati Karo, Kemendagri Siap Tindaklanjuti


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler