jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR Deddy Yevri Hanteru Sitorus menyatakan pihaknya menilai sikap dan ancaman mogok kerja yang disampaikan Serikat Pekerja Pertamina lebih berbobot politis daripada perjuangan normatif buruh.
Menurutnya, dalam surat ancaman mogok itu, tidak secara gamblang menyebutkan hal-hal apa saja yang menjadi permasalahan antara serikat pekerja dan Pertamina.
BACA JUGA: Soal Restrukturisasi Pertamina, Prof Payaman: Tidak Wajib Libatkan Karyawan
Deddy mencontohkan misalnya tidak jelas poin apa dalam perundingan perjanjian kerja sama (PKB) yang dianggap merugikan pekerja, sehingga mengeluarkan ancaman mogok kerja itu.
“Regulasi juga mengatur jika PKB yang baru tidak disetujui maka yang lama tetap dipakai hingga ada kesepakatan baru. Jadi, tidak ada alasan untuk mogok secara besar-besaran,” kata Deddy dalam keterangannya, Rabu (22/12).
BACA JUGA: Pertamina Harus Jadi Garda Terdepan Agenda Mitigasi Perubahan Iklim
Deddy mengaku setahu dirinya apa yang diterima karyawan Pertamina jauh lebih baik dibanding perusahaan mana pun.
“Termasuk para pekerja di BUMN lainnya,” lanjut Deddy Sitorus.
BACA JUGA: PPKM Darurat di Jakarta Seperti Hari Libur, Deddy Sitorus: Pak Anies Jangan Sembunyi
Oleh karena itu, pihaknya merasa ancaman mogok tersebut merupakan manuver politik belaka karena terkesan serikat pekerja ingin menyandera jajaran direksi Pertamina di saat memasuki libur panjang Natal dan Tahun Baru (Nataru).
“Kesan saya, mereka ingin Pertamina lumpuh sehingga gagal mengamankan pasokan di masa liburan panjang ini,” kata Deddy.
Lebih lanjut Deddy menganalisis terkait tujuan utama ancaman mogok menuntut pergantian direktur utama Pertamina.
Menurut dia, hal itu menjadi satu dari tiga tuntutan.
Sementara, dua tuntutan lainnya ialah mengenai PKB dan hubungan industrial.
Oleh karena itu, anggota Fraksi PDI Perjuangan ini berharap elite Serikat Pekerja Pertamina agar menjelaskan masalah sebenarnya yang dituntut sehingga mereka sampai harus mengeluarkan ancaman mogok kerja.
Jika tidak, lanjut Deddy, akan berkembang spekulasi yang merugikan Pertamina dan serikat pekerja itu sendiri.
Menurutnya, sudah banyak isu berkembang di luar yang menyatakan bahwa kemelut kali ini adalah bagian dari upaya untuk menjatuhkan dirut belaka.
“Sepertinya, elite serikat pekerja punya agenda lain dengan pihak-pihak yang ingin menduduki kursi direktur utama, katanya,” ujar Deddy mencontohkan.
Dia menambahkan isu ini bisa saja benar apabila melihat tuntutan utama Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) ini ialah pergantian dirut.
Seolah-olah, kata Deddy, hanya dirut yang bertanggung jawab soal hubungan industrial atau PKB.
Jika tidak ada unsur politisnya, ujar dia, seharusnya serikat pekerja menuntut pergantian seluruh jajaran direksi dan komisaris Pertamina.
Sebab, lanjut Deddy, tidak mungkin soal seperti itu diputuskan sendirian oleh direktur utama.
Deddy pun menegaskan bahwa menuntut pergantian dirut bukanlah hal yang lazim dalam perjuangan normatif pekerja.
“Jadi, ketika poin-poin hubungan industrialnya tidak jelas, wajar saja kalau diluar isu soal kongkalikong elite pekerja Pertamina mau menjatuhkan dirut ini muncul,” ujarnya.
Deddy mengingatkan seluruh karyawan Pertamina mengenai tugas perusahaan negara itu, dan pentingnya mereka bagi bangsa sebagai objek vital nasional.
Dia meminta negara dan direksi mengambil tindakan tegas sesuai regulasi apabila elite serikat pekerja tetap memaksakan mogok besar-besaran di saat memasuki libur Nataru ini.
“Saya berharap para karyawan kembali pada nurani masing-masing dan melihat apakah benar ada kegentingan yang memaksa hingga harus melakukan mogok massal saat ini,” harapnya.
“Serikat Pekerja akan berhadapan dengan rakyat banyak jika sampai pelayanan Pertamina terhenti saat sangat dibutuhkan, hanya karena ulah dan ambisi elitnya yang tidak jelas,” pungkas Deddy Yevri Sitorus. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy