jpnn.com, JAKARTA - Anggota Fraksi Partai Demokrat MPR RI Dede Yusuf Macan Effendi mengatakan salah satu penyebab munculnya terorisme adalah faktor kesejahteraan. Makin besar ketimpangan ekonomi di suatu masyarakat, maka makin besar pula peluang munculnya terorisme.
Terorisme makin tumbuh subur, karena dunia Pendidikan makin jauh dari diskusi menyangkut ideologi. Pembelajaran ideologi di sekolah, dilakukan sebatas menghafal sila-sila dalam Pancasila, tanpa disertai makna yang tersembunyi di balik sila-sila tersebut.
“Kurikulum yang mengandung muatan budi pekerti, pendidikan moral Pancasila, kebangsaan, dan wawasan nusantara juga makin terpinggirkan. Sebagai gantinya, para siswa mencari ideologi lain dari luar melalui internet yang belum tentu sesuai dengan ideologi Pancasila,” kata Dede Yusuf saat tampil sebagai pembicara Diskusi Empat Pilar MPR dengan Tema Memperkuat Paham Kebangsaan untuk Mencegah Terorisme di Media Center Parlemen, Jakarta, Senin (25/11).
BACA JUGA: Komisi III DPR Minta Kapolri Gandeng Tito untuk Deteksi Dini Terorisme
Selain Dede Yusuf, hadir pula sebagai narasumber adalah anggota Fraksi Partai Golkar MPR RI Dedy Mulyadi, anggota Fraksi PDI Perjuangan MPR RI, Muchamad Nabil Haroen dan Praktisi Prodi Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik dan Global UI, Dr. Can. Sapto Priyanto.
Lebih lanjut, Dede Yusuf mengatakan untuk membentengi berkembangnya radikalisme dan terorisme maka dunia pendidikan harus mampu menanamkan nilai-nilai Pancasila, bukan memaksakannya.
BACA JUGA: MPR: Beri Pemerintah Kesempatan Memberantas Terorisme
Jangan hanya menanamkan Pancasila di kalangan para siswa hanya berupa hafalan tetapi mempraktikkan bagagaimana menjadi manusia Pancasila yang baik dan benar.
“Penting bagi pemerintah menangani terorisme tidak dengan cara-cara kekerasan, yang hanya akan menyebabkan Islamophobia. Tetapi merangkul semua kelompok, karena makin erat dirangkul makin kuatlah bangsa ini,” kata Dede Yusuf menambahkan.
BACA JUGA: Ketua MPR RI: Kasus Desa Fiktif Harus Diusut Tuntas
Pendapat yang lain disampaikan anggota Fraksi Partai Golkar MPR RI, Dedy Mulyadi. Di zaman sekarang, aksi kekerasan yang memakan banyak korban jiwa tidak boleh terjadi.
Dedi mengingatkan ancaman radikalisme di Indonesia tak pernah berkurang, hanya saja bentuknya sudah mengalami perubahan. Karena itu, pola pelaksanaan sosialisasi empat pilar MPR, tidak boleh dilakukan hanya dengan cara berpidato di hadapan orang banyak. Tetapi harus bisa menghadirkan Pancasila di setiap hati masyarakat, melalui praktik nyata dan di seluruh waktu yang ada.
Sementara itu, anggota Fraksi PDI Perjuangan MPR RI, Muchamad Nabil Haroen mengatakan Indonesia berada di tiga persimpangan terorisme. Yaitu, domestik, regional, dan global. Secara domestik, terorisme banyak ditujukan untuk mengancam simbol-simbol negara. Seperti penyerangan terhadap markas aparat dan pejabat negara.
Sementara secara regional, terorisme di Indonesia terkoneksi dengan radikalisme yang tumbuh di negara lain. Sedangkan secara global, Indonesia menjadi salah satu target rekrutmen seperti halnya negara-negara lain. Tetapi, setelah terpojok mereka kembali ke negara asalnya dan menjadi sel-sel terorisme yang hidup terpisah.
Karena itu Gus Nabil berharap pemerintah serius menangani persoalan terorisme dan radikalisme, bukan semata cadar dan celana cingkrang yang dilarang.
Menurutnya, terorisme bisa muncul di banyak tempat, dengan bentuk yang berubah-ubah. Untuk itu, seluruh kelompok masyarakat harus berpartisipasi ikut menghadapi bahaya radikalisme.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich