Demi Daya Saing, Wajib Tuntaskan Paket Deregulasi

Kamis, 24 Maret 2016 – 15:37 WIB
Diskusi publik bertajuk Kebijakan Ekonomi dan Daya Saing Industri Nasional di Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional, Jakarta, Kamis (24/3). Foto: Ist

jpnn.com - JAKARTA – Pemerintah diminta menuntaskan paket deregulasi karena diyakini bisa meningkatkan kinerja ekonomi. Termasuk sektor industri yang selama ini memiliki ketahanan sangat tinggi.

Konsultan ASEAN Economic Center Kris Sandhi Soekartiwi mengatakan, daya saing merupakan elemen penting di era globalisasi. Dia mengatakan, ekspor Indonesia ke negara-negara Asean masih di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand.

BACA JUGA: BRI Pangkas Bunga Kredit

“Pada 2012, neraca perdagangan Indonesia dengan ASEAN mengalami defisit USD 11,9 miliar. Sementara peringkat daya saing Indonesia nomor 50, di bawah Singapura (2), Malaysia ( 25), Brunei (28), dan Thailand (36),” jelas Sandhi dalam diskusi publik bertajuk Kebijakan Ekonomi dan Daya Saing Industri Nasional di Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional, Jakarta, Kamis (24/3).

Karena itu, pemerintah pusat dan daerah harus membuat kerangka kebijakan nasional yang mendorong daya saing global. Selain itu, kebijakan daerah yang harmonis dan inovatif serta pro pada iklim usaha.

BACA JUGA: Pertamina Siapkan Investasi di Blok Masela

Terkait deregulasi, menurut Sandhi, hal itu diperlukan untuk meningkatkan daya saing industri nasional. Harapannya ialah agar bisa bertahan di pasar domestik dan berekspansi di pasar global, khususnya ASEAN.

Daya saing industri Indonesia yang masih rendah membuat pemerintah wajib mengefektifkan paket deregulasi yang sudah dilakukan.

BACA JUGA: India Bangun Pabrik Gula di Indonesia

Dia menambahkan, Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sebenarnya memberikan peluang besar bagi Indonesia. Di sisi lain, Wakil Presiden PT Sucofindo Soleh Rusyadi Maryam mengingatkan tentang Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2014.

UU itu sudah memberikan peta untuk meningkatkan daya saing industri nasional. Sebab, semua aspek sudah diletakkan landasannya. Termasuk keharusan adanya Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN).

“Semua pihak harus mengawal PP Nomor 14 tahun 2015 mengenai Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035. RIPIN ini merupakan acuan lembaga pemerintah non kementerian dalam menetapkan kebijakan sektoral yang terkait dengan bidang perindustrian,” jelas Soleh. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BBM dan Plastik Juga Bakal Dikenai Cukai


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler