Dalam beberapa tahun terakhir, warga Australia asal Suriah hampir putus asa menghadapi birokrasi karena berusaha untuk mendatangkan keluarga mereka ke tempat yang aman di Australia. Hingga kini, hal itu menjadi proses yang melelahkan, mahal dan seringkali sia-sia.
Reporter ABC News berbicara dengan seorang pria pencari suaka asal Suriah.
BACA JUGA: Cara Seorang Ibu di Australia Meninggalkan Konsumerisme
Pria ini sudah lama ingin berbicara kepada media, tetapi mengatakan bahwa ia tak bisa melakukannya. Tentu saja ia tak sendirian mengalami hal ini.
Banyak orang enggan untuk berbicara di depan kamera.
BACA JUGA: Australia Akan Terima 12 Ribu Pengungsi Suriah dari Kalangan Minoritas
Reporter Guy Stayner (kanan) berbicara ke pria Suriah yang khawatir keluarganya di tanah air bisa terbunuh jika ia teridentifikasi.
Mereka khawatir akan tindakan saling tuduh di tempat kerja. Sementara lainnya khawatir tentang bagaimana masyarakat menilai mereka.
BACA JUGA: Melbourne Tuan Rumah Celebration of Indonesia 2015
Bahkan beberapa lainnya, seringkali mereka yang tinggal di pedalaman, tak ingin tetangga mereka berpikir bahwa mereka sombong. Beberapa takut terdengar bodoh.
Ketakutan pria ini berbeda. Ketakutannya murni, yang berakar pada pembantaian.
Ia khawatir, dengan menjadi teridentifikasi, hal itu akan mengarah pada pembunuhan keluarganya di Suriah.
"Sangat, sangat berbahaya di sana," ujarnya.
Ia mengatakan, jika dirinya teridentifikasi, maka hal itu menempatkan keluarganya dalam bahaya.
Ia ingin mengatakan kepada dunia bahwa rencananya untuk menyelamatkan mereka menelan biaya 40.000 dolar (atau Rp 400 juta) untuk visa dan ongkos agen.
Ia ingin menjelaskan bahwa ia bekerja paruh waktu, berpenghasilan 18 dolar (atau setara Rp 180.000) per jam.
"Sangat sulit bagi saya untuk menabung. Jika saya tak menyimpan uang ini dan saya membayar untuk program ini ... butuh bertahun-tahun agar mereka bisa datang ke sini dan kapan saja [mereka] bisa mati," ungkapnya.
Program ini merupakan salah satu bentuk bantuan komunitas yang mengutamakan aplikasi visa dengan didukung oleh sebuah organisasi masyarakat resmi seperti ‘Brotherhood of St Laurence’.
Hanya ada 500 tempat yang tersedia di seluruh Australia dan biayanya mahal.
Akhirnya, pria tersebut setuju untuk sebuah wawancara televisi dengan satu syarat: identitasnya tak dapat dipublikasikan, suaranya akan disamarkan dan tak ada rincian tentang keluarganya yang disiarkan.
Ia mengatakan, hidupnya sendiri terombang-ambing di saat ia mencoba untuk mengusahakan keselamatan keluarganya.
"Saya lajang, masa depan saya telah selesai. Saya tak bisa berkeluarga. Saya tak bisa menikah karena saya harus bekerja untuk mengirim uang ke keluarga saya di Suriah."
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wakil Walikota di Sydney Barat Diminta Mundur Karena Ketahuan Sebagai Developer