Demi Stabilitas Politik, Tunggu Real Count Dari KPU

Kamis, 05 Juli 2018 – 22:48 WIB
KPU. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Adi Prayitno mengatakan, pihak yang menang versi hitung cepat lembaga survei pada pelaksanaan Pilkada 2018, semestinya tidak melakukan selebrasi politik apa pun, demi stabilitas politik. 

Terutama untuk wilayah yang terjadi persaingan perolehan  jumlah suara tipis antarpaslon.

BACA JUGA: Mardani PKS Yakini Hasil 2 Pilgub Jadi Warning buat Jokowi

"Apalagi  daerah dengan selisih suara tipis se­per­ti di Jawa Barat, secara etis lembaga sur­vei maupun pasa­ng­an calon tidak berhak mende­kla­ra­si­kan k­emenangan hing­ga ada keputusan akhir dari KPU," ujar Adi di Jakarta.

Menurut Adi, pada Pilgub Jabar pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu (Asyik) juga mengklaim me­nang serta menolak keung­gul­an Ridwan Kamil-Uu Ru­zha­nul Ulum (Rindu) versi hitung cepat sejumlah lembaga. 

BACA JUGA: KPU-Bawaslu Sepakat, Eks Napi Korupsi Bisa Nyaleg

Kondisi yang terjadi perlu disikapi di mana semua pihak ha­rus mam­pu menahan diri un­tuk ti­dak berebut ke­me­na­ng­an. 

"Ber­beda konteksnya de­ngan daerah yang perolehan sua­ranya terpaut jauh seperti di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Su­matera Utara, klaim me­nang bisa dilakukan. Tentu de­ngan selebrasi yang tak ber­lebihan," ucapnya.

BACA JUGA: Pendaftaran Bacaleg di Kota Bekasi Dibuka

Pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta ini mengatakan, quick count memang ba­gian partisipasi politik. Untuk mengantisi­pasi potensi ke­cu­ra­ng­an dalam proses peng­hi­tungan suara di level bawah.

Namun, dalam praktiknya, melaksanakan hitung cepat tak semudah membalik telapak tangan.

Dalam UU Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota disebutkan, semua pihak yang melakukan hitung cepat harus mendaftarkan diri ke KPU serta menjelaskan me­todologi yang digunakan, sumber dana, netralitas, serta tidak menguntungkan atau merugikan pihak lain.

Rakyat juga berhak me­ng­adukan ke KPU jika merasa di­ru­gikan dengan hasil hitung ce­pat yang dilakukan lembaga sur­vei.  

Menurut Adi, jika ditemukan kejanggal­an seperti manipulasi data, ti­dak netral dan merugikan pi­hak lain, KPU berhak mem­be­ri­kan sanksi berupa pernyataan tidak kredibel, peringatan, atau larangan melakukan ke­giat­an penghitungan cepat sesuai dengan ketentuan Pasal 49 ayat 3 UU Pilkada.

"Masyarakat perlu mengetahui, rilis hitung cepat lem­baga survei hanya bisa di­mak­nai sebagai gambaran awal peta pemenang di pilkada. Se­men­tara keputusan final me­ru­pa­kan kewenangan eksklusif KPU melalui hitung manual," pungkas Adi.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPU Bekasi Plenokan Hasil Rekapitulasi Perhitungan Suara


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler