jpnn.com, JAKARTA - Kubu Denny Indrayana menyatakan ulasan soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait proporsional tertutup merupakan haknya dalam menyampaikan pendapat.
Denny juga menyiapkan kuasa hukum dari Indrayana Centre for Govenrment, Constitution, and Society (Integrity) Law Firm untuk mengawal kasus ini apabila Bareskrim melakukan tindak lanjut.
BACA JUGA: Denny Indrayana Dilaporkan ke Bareskrim Buntut Kebocoran Putusan MK Soal Sistem Pemilu
“Pada dasarnya, kami tidak menginginkan adanya pergeseran fokus isu advokasi yang diperjuangkan, yakni menjaga sistem pemilu Indonesia agar tetap demokratis sesuai rakyat,” kata Juru Bicara Kuasa Hukum Denny, Muhamad Raziv Barokah dalam keterangannya, Jumat (2/6).
Raziv menerangkan Denny sedang berupaya mengawal dan menjaga MK dalam memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan sistem pemilu Indonesia. Oleh karena itu, Raizv berharap seluruh pihak untuk turut serta mengawal isu konstitusional tersebut demi menjaga keutuhan demokrasi Indonesia.
BACA JUGA: Hari Kelahiran Pancasila jadi Momentum Kenangan Bagi Denny JA
“Jika ternyata kritik dan pendapat tersebut direspon secara represif oleh segelintir orang sehingga menghasilkan risiko hukum yang lebih jauh, Integrity telah mendapat penunjukan dari Prof. Denny Indrayana bertindak untuk dan atas nama beliau sebagai kuasa hukum, guna menghadapi proses tersebut, dengan tetap mendasarkan pada prinsip kepastian hukum yang adil, sebagaimana dijamin dalam UUD 1945. Oleh karenanya, kami berharap setiap aparat penegak hukum untuk bertindak dengan mengedepankan keadilan dan profesionalisme,” kata dia.
Raziv juga menyampaikan apa yang disampaikan oleh Denny Indrayana adalah bagian dari kebebasan berpendapat sebagai guru besar hukum tata negara dan praktisi.
BACA JUGA: Dialog Dahlan Iskan dengan Denny Indrayana soal Informan Putusan MK tentang Sistem Pemilu
Hal itu dilakukan guna mengawal demokrasi Indonesia agar tetap berjalan dengan jujur dan adil.
“Publik juga memberikan dukungan yang sangat baik, mengingat track record MK yang sering disorot belakangan ini dengan putusan-putusannya yang dinilai tidak sejalan dengan kepentingan demokrasi,” kata dia.
Oleh karena itu, dia mendorong negara untuk menyikapi kontrol publik tersebut dengan bijak, bukan dengan upaya kriminalisasi.
Raziv juga mengeklaim Denny Indrayana mendapat berbagai dukungan dari banyak pihak, mulai dari masyarakat umum, praktisi hukum, pemerhati konstitusi, partai politik, politisi, aktivis, akademisi, dan pekerja seni, terkait kritik yang disampaikan.
“Insyaallah dalam waktu dekat, akan ada Tim Kuasa Hukum yang jauh lebih komprehensif dari berbagai pihak untuk mengadvokasi kriminalisasi hukum yang beliau hadapi,” kata dia.
Bareskrim Polri kini tengah mengusut dugaan kebocoran informasi soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi sistem pemilihan umum legislatif.
Adapun yang dilaporkan dalam perkara itu, yakni pemilik akun media sosial dengan nama Denny Indrayana.
Denny dilaporkan atas dugaan tindak pidana ujaran kebencian, berita bohong, penghinaan terhadap penguasa dan pembocoran rahasia negara.
Diketahui, pada Minggu (28/5), Denny Indrayana melalui akun Twitter @dennyindranaya mengatakan, "Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja."
Dalam cuitannya, Denny juga sempat menyinggung soal sumbernya di Mahkamah Konstitusi. Namun, dia memastikan sumbernya bukan merupakan hakim konstitusi. MK menerima permohonan uji materi terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya pasal terkait sistem proporsional terbuka, yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.
Enam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI). (Tan/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Waketum Garuda: Tebak-tebakan Denny Indrayana Tidak Mengurangi Kualitas Putusan MK
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga