Denny JA Usul Pileg dan Pilpres Dipisah, Ini Empat Alasannya

Kamis, 18 April 2019 – 15:40 WIB
Sejumlah bendera partai politik terpasang di kawasan Jalan Tambak, Jakarta, Rabu (3/4). Foto : Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny Januar Ali atau Denny JA, mengusulkan pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) dipisah lagi seperti sebelumnya.

Menurut Denny, pileg dan pilpres serentak ternyata membawa efek buruk terhadap kultur politik. "Jika presiden digabung pileg, maka kita lihat lebih detail buruknya kultur politik yang akan tercipta," kata Denny JA di kantornya, Jakarta, Kamis (18/4).

BACA JUGA: LSI Denny JA: PDIP Kuasai 17 Provinsi, Termasuk Jakarta

Pria berkacamata ini mengemukakan empat alasan perlu perceraian pileg dan pilpres. Pertama, pemilu serentak menyebabkan pileg menjadi anak tiri. "Kami melihat 70 persen percakapan publik lebih ke pemilihan presiden. Pileg jadi anak tiri, hanya 30 persen," ungkap Denny.

BACA JUGA: Anies-Sandi Tertinggi di Survei LSI, Tim Pemenangan: Bukan Faktor Tersangka Ahok

BACA JUGA: PDIP Juara Pemilu 2019, Enam Partai Terlempar

Menurut Denny, terjadi perbedaan antara golput antara pileg dan pilpres. Berdasar quick count LSI Denny JA, golput pilpres hanya 19,27 persen, dan golput pileg 30,05 persen.

"Kami melihat mereka yang datang ke TPS fokus ke presiden tetapi tidak ke partai politik," katanya.

BACA JUGA: Tidak Mengagetkan Jika PSI Masuk Senayan 2024

Kedua, kata Denny, membuka kultur pengkhianatan terhadap parpol. Ketika pileg dan pilpres digabung, caleg tidak hanya memperjuangkan dirinya tetapi juga capres.

Dalam realitas politik, ketika ke dapil dan capres yang diusung partai tidak populer, maka caleg akan melakukan manuver. Bisa jadi, caleg tersebut tidak memperjuangkan atau mengampanyekan capres yang diusung partainya.

BACA JUGA: Golput Capai 28 Persen

Ketiga, sambung Denny, hanya partai yang terasosiasi dengan capres mendapat berkah positif seperti yang diperoleh Gerindra, PDIP, PKB. "Kami melihat data ada kemungkinan Golkar dalam sejarahnya tidak berada di urutan kedua. Nomor satu PDIP karena dekat dengan Jokowi dan Gerindra kedua karena dekat Prabowo Subianto. Jadi, untuk Golkar masih di posisi abu-abu, bisa nomor dua atau tiga," jelasnya.

Keempat, Denny menegaskan, para caleg akan tenggelam. Menurut dia, motif pemilih caleg semakin kurang karena ruang publik lebih banyak ke persoalan capres dan cawapres. "Akibatnya nama caleg tenggelam," tegas Denny.

Karena itu, Denny menegaskan eksperimen kawin campur pileg dan pilpres ini tidak mendorong kultur yang sehat dalam demokrasi dan politik.

"Kalau bisa bisa ini pertama dan terakhir (pemilu serentak)," tegasnya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Quick Count Pilpres 2019: Jokowi – Ma’ruf Paling Spektakuler, Bukan di Jateng


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler