jpnn.com, JAKARTA - Penggiat media sosial Denny Siregar merasa sangat terganggu saat mengetahui yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) menilap dana umat.
Namun, dia lebih terganggu lagi dengan pihak yang mendadak membela ACT.
BACA JUGA: Ditanya Soal Kerja Sama dengan ACT, Anies Baswedan Tersenyum, Lalu...
“Walaupun kelakuan busuk ACT sudah dibongkar, masih saja ada yang membela,” ujarnya dikutip dari akun YouTube CokroTV, Rabu (6/7).
Dia bahkan merasa jijik terhadap pihak yang membela kebusukan ACT tersebut.
BACA JUGA: Kemensos Minta ACT Hentikan Penyaluran Dana Umat
"Memangnya siapa yang tidak jijik ketika tahu ada dana yang seharusnya disalurkan ke orang yang membutuhkan, ternyata dibuat berfoya-foya oleh pengurusnya,"
Dia menyebut ACT sebagai pemain propoganda ulung dengan memanfaatkan konsep welas asih yang sudah menjadi kultur bangsa Indonesia.
BACA JUGA: Wahai ACT Penilap Dana Umat, Keputusan Kemensos Sudah Bulat, Camkan Itu
Denny pun mengalkulasi ACT menerima dana sebesar Rp 540 miliar pada 2018.
Dari dana tersebut, Denny menyebut ACT mengambil komisi sebesar 13,5 persen atau sebesar Rp 6 miliar dalam sebulan.
"Mereka pun bermandi duit Rp 70 miliar setahun," ucap penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi tersebut.
Dari dana miliaran tersebut, pantas saja kata Denny para petinggi mendapat gaji ratusan juta rupiah.
"Pantasan mereka bisa dapat gaji ratusan juta rupiah sebulan dan beli mobil-mobilan mewah untuk operasional," tegas Denny.
Menurut penulis yang kerap berseteru dengan FPI dan PA 212 itu, orang-orang yang berdonasi di ACT sudah termanipulasi pikirannya bahwa mereka sudah berzakat.
Padahal, nyatanya ACT bukan lembaga zakat.
"Catat ya, ACT bukan lembaga Zakat," tegas Denny.
Dia menyebut penggunaan ayat Al-Qur’an untuk keuntungan pribadi adalah tindakan yang tidak terpuji.
"Ini jahat. Menyelewengkan perintah ayat-ayat dan diselewengkan untuk kepentingan pribadi," tegas dia. (mcr18/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
BACA ARTIKEL LAINNYA... Terkuak! Donasi yang Diterima dan Disalurkan ACT Dua Tahun Terakhir
Redaktur : Elfany Kurniawan
Reporter : Elfany Kurniawan, Mercurius Thomos Mone