Depenas Ungkap Alasan Pemerintah Normalisasi Upah Minimum, Oh Ternyata

Sabtu, 20 November 2021 – 22:36 WIB
Upah minimum. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) dari unsur pakar Joko Santosa mengungkapkan kebijakan pengupahan yang dilakukan Pemerintah Indonesia bertujuan untuk normalisasi upah minimum (UM).

Langkah itu dilakukan agar UM berjalan sebagaimana fungsinya.

BACA JUGA: Sekjen Kemnaker: Perlindungan Pekerja Migran Terus Ditingkatkan

“Jadi, pemerintah sedang berusaha melakukan normalisasi agar upah minimum berjalan sesuai fungsinya, sebagai jaring pengaman atau safety net,” kata Joko Santosa di Jakarta, Sabtu (20/11).

Joko mengatakan, safety net yang tengah dibangun itu tidak hanya ditujukan bagi pekerja baru, tetapi pekerja dengan masa kerja di bawah 12 bulan.

BACA JUGA: Upah Minimum Provinsi Banten 2022 Ditetapkan, Sebegini Besarannya

Namun, kata dia, safety net dalam UM yang diatur PP No.36 Tahun 2021 itu juga bertujuan untuk melindungi pekerja dengan masa kerja di atas 12 bulan dari jebakan upah murah.

Menurut dia, UM sebagaimana diatur dalam peraturan itu merupakan UM yang seharusnya diberikan kepada pekerja baru atau masa kerja di bawah 12 bulan.

BACA JUGA: Aliansi Buruh Yogyakarta Menolak Tegas Penetapan Upah Minimum di DIY

Namun kenyataannya, UM kerap menjadi upah aktual. Artinya, pekerja dengan masa kerja di atas 12 bulan juga diberikan upah sesuai UM yang sudah terlampau tinggi.

Padahal, kata Joko, pekerja dengan masa kerja di atas 12 bulan seharusnya diberikan kenaikan upah berdasarkan kinerja pekerja dan produktivitas perusahaan.

“Kalau jebakan upah murah terjadi yang dirugikan adalah pekerja dengan masa kerja di atas 12 bulan,” katanya.

UM dijadikan sebagai upah aktual, jelas Joko, di antaranya disebabkan oleh UM di Indonesia sudah berada di atas median upah.

Berdasarkan metode Kaitz index, metode yang membandingkan antara UM dengan median upah di suatu wilayah, didapati bahwa Kaitz Index Indonesia sudah di atas 1,1.

Padahal berdasarkan standar ILO, Kaitz Index seharusnya berada di antara 0,4 – 0,6.

“Nilai upah minimum Indonesia itu nilainya sudah di atas median upah. Itu kalau di seluruh dunia hanya terjadi di Indonesia,” jelasnya.

Akibat dari tingginya Kaitz Index tersebut, kata Joko, ada 2 risiko yang dapat terjadi.

Pertama, pengusaha tidak akan membayar upah sesuai UM. Kedua, pengusaha akan kesulitan untuk menaikkan upah bagi pekerja dengan masa kerja di atas 12 bulan.

“Berarti banyak pekerja yang masa kerjanya di atas 12 bulan ini akan dibayar dengan upah di sekitaran upah minimum atau sedikit di atas upah minimum. Inilah yang disebut sebagai jebakan upah murah,” pungkas Joko Santoso. (mrk/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menaker Ida Ungkap Sisi Lain Penetapan Upah Minimum 2022, Oh Ternyata


Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Dedi Sofian, Dedi Sofian

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler