Deputi BNN Harus Dijabat Perwira Aktif

Rabu, 16 September 2020 – 06:19 WIB
Badan Narkotika Nasional (BNN). Foto/ilustrasi: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - RIDMA Foundation menilai Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional adalah posisi strategis yang membutuhkan integritas dan otoritas yang kuat. Karena itu, harus dipegang oleh pilot yang mengerti permasalahan narkoba atau punya latar belakang hal itu.

"Kami punya data, untuk orang-orang yang punya pengalaman khusus dalam pemberantasan narkotika, yang mendapat julukan dan pengalaman sebagai salah satu dari extra ordinary crime," ujar Ketua RIDMA Foundation, Budi Raharjo.

BACA JUGA: Arman Depari Jadi Deputi BNN Lagi, Pengamat: Membingungkan dan Keterlaluan

Oleh sebab itu, dia heran kenapa Presiden Jokowi kembali mengangkat Arman Depari sebagai deputi Pemberantasan BNN seperti yang tertuang dalam Keppres 116/2020. Padahal, Arman sudah memasuki masa pensiun dari Polri.

Budi menjelaskan, BNN merupakan institusi yang berada di bawah presiden langsung. Sehingga jajaran yang berada di dalamnya merupakan penugasan dari institusi lain. Dengan demikian tidak memungkinkan seorang pensiunan dapat kembali ditugaskan di BNN.

BACA JUGA: Deputi BNN Dipegang Pensiunan, Upaya Pemberantasan Narkoba Bakal Melemah

"BNN itu adalah institusi langsung di bawah presiden. Yang ditaroh di situ, tergantung institusi yang ngirim. Kalau polisi ya aturan pensiun polisi, karena institusi enggak bisa menugaskan seorang pensiunan," tutupnya.

Sebelumnya, Direktur Indonesia Government and Parliament Watch, M. Huda Prayoga mengatakan, Deputi Pemberantasan seharusnya diisi oleh perwira aktif.

BACA JUGA: Pengangkatan Kembali Arman Depari Sebagai Deputi BNN Dinilai Tidak Lazim

"Seorang yang sudah memasuki usia pensiun sebaiknya tidak diangkat kembali untuk menduduki posisi penting setingkat deputi pemberantasan di BNN, selayaknya posisi itu dijabat perwira aktif," katanya, Sabtu (12/9).

Dia mengungkapkan, ada dua preseden Keppres dibatalkan terkait perwira tinggi yang diangkat kembali menduduki posisi penting di BNN.

Pertama, SBY (Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono) waktu itu mengeluarkan Keppres mengenai pengangkatan Komjenpol Oegroseno sebagai Kepala BNN, Keppres itu lalu dianulir karena menabrak Pasal 69 (f) UU No.35/2009 tentang Narkotika. Di pasal tersebut diatur batas usia Kepala BNN adalah 56 tahun.

"Sementara Pak Oegroseno sudah memasuki 56 tahun saat itu," ujarnya.

"Preseden kedua terjadi di masa Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo), saat itu komisi III DPR RI mewacanakan perpanjangan masa jabatan Pak Budi Waseso sebagai Kepala BNN, namun tidak dikabulkan oleh Pak Jokowi karena Pak Buwas juga sudah memasuki usia 56 tahun saat itu," tambah Huda.

Huda menegaskan, Keppres yang mengangkat kembali Arman Depari sebagai Deputi Pemberantasan BNN tidak lazim.

"Berpotensi menabrak UU Narkotika, apalagi telah terbit telegram Kapolri mengenai mutasi Arman Depari kembali ke kesatuan untuk persiapan pensiun. Saya rasa Pak Jokowi harus membatalkan Keppres tersebut," tutup Huda. (ant/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler