jpnn.com, HANOI - Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Jokowi gencar menangkal gerakan fundamental yang melahirkan kekerasan dan terorisme. Berbagai program perlu disebarluaskan kepada negara-negara di Asia Pasifik, khususnya upaya deradikalisasi mencegah terorisme.
Hal ini disampaikan oleh Letjen TNI Mar Purn Dr Nono Sampono selaku Ketua delegasi Parlemen Indonesia di hadapan forum ke-26 Asia Pacific Parlementary Forum (APPF), (19/1), di Hanoi Vietnam. Turut dalam rombongan Wakil Ketua Badan Kerja Sama Parlemen (BKSP) GKR Ayy Koes Indriyah, Ketua Komite II Parlindungan Purba, dan beberapa anggota lainnya.
BACA JUGA: Kehadiran DPD RI Dalam Forum Antarparlemen Penting
APPF 2018 diselenggarakan dengan tema “Perdamaian, Inovasi dan Pembangunan Berkelanjutan” diikuti oleh delegasi parlemen negara di Kawasan Asia Pasifik.
Dalam paparannya tentang terorisme internasional dan kejahatan lintas batas, Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono menyampaikan langkah-langkah yang telah dilakukan Indonesia. Di antaranya penerapan Standard Operating Procedure (SOP) oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang melibatkan semua stakeholder untuk meningkatkan pengawasan perbatasan untuk deteksi dini terorisme dan kejahatan lintas batas.
BACA JUGA: Menhan Ryamizard Beber Konsep Our Eyes untuk Tangkal ISIS
Tekanan kepada ISIS di kawasan Timur Tengah menyebabkan perluasan teror sampai ke negara-negara di Asia Pasifik. Diakui bahwa sel-sel aktif terorisnya dipercaya masih menyimpan potensi ancaman di negara-negara Asia Pasifik dan berbagai kawasan lainnya. Indonesia juga merevisi UU tentang Anti-Terorisme dimana militer dilibatkan mengatasi terorisme bersama polisi.
“Oleh karena itu kami terus mewaspadai ancaman terorisme, baik yang bersifat lokal domestik, lintas batas, dan terorganisasi,” demikian paparan Nono.
BACA JUGA: Wantimpres Puji DPD Dalam Penyelesaian Masalah Gas di Sumut
Indonesia juga telah melakukan kerjasama pengamanan perbatasan dengan negara sahabat seperti Filipina, Malaysia, Singapura dan Australia. Sebagaimana Joint Security Comission di ASEAN, salah satunya diarahkan untuk mengatasi masalah terorisme dan kejahatan lintas batas. Sebagai ilustrasi dapat dirujuk terkait kasus Marawi di Filipina Selatan.
DPD RI mendesak kepada forum APPF untuk melakukan kerjasama yang lebih intensif dalam bentuk berbagi pengalaman dan informasi intelijen, latihan bersama aksi mengatasi terorisme, dan kerjasama jaringan agen. Juga diperlukan perluasan kerjasama Interpol yang selama ini untuk mencegah human trafficking dan narkotika ke arah pencegahan terorisme.
Nono menawarkan agar fasilitas kerjasama kepolisian Indonesia - Australia yaitu Jakarta Centre Law Enforcement Cooperation (LCLEC) sebagai program peningkatan kapasitas kemampuan operasional untuk melawan terorisme, bisa dimanfaat secara bersama sama oleh anggota forum APPF 2018.
Ia juga menyampaikan otonomi daerah menjadi momentum penting mendorong peran masyarakat melakukan gerakan deradikalisasi. Terorisme bukan lagi masalah ideologi, karena pelaku teror adalah masyarakat marginal yang terpinggirkan.
“Pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan melalui pembangunan yang berkeadilan merupakan langkah mendasar mencegah radikalisasi,” kata Nono mengakhiri paparannya.
Sidang APPF akan mengeluarkan deklarasi mengenai kemitraan, pembangunan berkelanjutan dan prinsip-prinsip penghormatan terhadap independensi dan kedaulatan, integritas teritorial, keragaman politik, budaya, agama satu sama lain. Forum ke-26 APPF juga menyepakati Kamboja menjadi tuan rumah APPF 2019.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Setelah Tata Beracara, Giliran DPD Membahas Kode Etik
Redaktur & Reporter : Friederich