Deradikalisasi Jihad Melalui Komik ala Eks Pentolan JI Nasir Abbas

Toleransi Datang dari Tahanan Provos Mabes Polri

Sabtu, 10 September 2011 – 08:08 WIB

Lewat komik, Nasir Abbas merasa lebih bisa menjangkau anak-anak muda yang rawan tergoda rayuan kelompok radikalBagi dia, yang terpenting kini adalah menyebarkan toleransi

BACA JUGA: Di Balik Rencana Mundurnya Dicky Chandra dari Jabatan Wabup Garut


 
DHIMAS GINANJAR, Jakarta
 
PAGI itu, Iwan Setiawan menagih janji istrinya, Halila, untuk memeriksakan kandungan ke dokter
Padahal, Halila merasa malas ke bidan

BACA JUGA: Misteri di Balik si Spiderkid Fitriyah

Namun, Iwan tetap mendesak
"Eh Yah, kok perasaan Mama jadi males mau berangkat ya?" ujar Halila menanggapi desakan sang suami.

Namun, pasangan muda itu akhirnya tetap berangkat, meninggalkan rumah mereka di Jalan Pedurenan Masjid, Karet Kuningan, Jakarta Selatan, dengan berboncengan sepeda motor

BACA JUGA: Habibie Afsyah, dari Kursi Roda Jadi Suhu Bisnis Internet Marketing

Tapi, sesampai di Jalan Kuningan, Iwan merasa ada yang aneh: tumben suasana di kawasan tersebut sangat sepiPadahal, jalan itu biasanya selalu ramai karena penuh perkantoran.

Tiba-tiba, blarrr?! Sebuah bom meledak di depan Kedubes AustraliaTepat saat sepeda motor yang ditumpangi Iwan dan Halila berada di depan kantor perwakilan Negeri Kanguru ituDengan pandangan agak kabur, Iwan melihat istrinya tergeletak di jalanTiba-tiba, dari mata kanan Iwan, mengucur darah segar.
 
Itulah nukilan komik Kutemukan Makna Jihad yang ditulis Nasir Abas tentang peristiwa yang berlangsung tujuh tahun silam tersebutDetail kejadian dari kacamata Iwan digambarkan cukup terperinci
 
Termasuk, ketika Halila memilih untuk berjalan kaki dari kedubes menuju RS Mata AiniDia meminta pengendara motor yang hendak membantu dirinya untuk membawa suaminya lebih dulu karena darah terus keluar dari matanya.
 
Apa yang dialami Iwan itu merupakan kisah nyataTak heran, ketika moderator acara peluncuran komik yang berlangsung di Fab Caf鬠Gramedia Grand Indonesia, tersebut menyinggung kisah itu, Iwan tak langsung bereaksiDia butuh beberapa detik sebelum akhirnya menjawab.
 
Maklum, meski sudah berlangsung tujuh tahun silam, Iwan mengaku masih traumaSebab, kejadian itu merenggut banyak hal dari hidupnyaMata kanannya hilang karena ledakan tersebutTapi, yang paling merobek hatinya tentu kepergian sang istri
 
April 2007, Halila menutup mata untuk selamanyaDia meninggal lantaran luka karena bom di punggungnya kambuh"Saat itu, dia sedang hamil delapan bulan," ujarnya dengan terbata.
 
Namun, kendati tahu pelaku pengeboman tersebut berasal dari kelompok Islam radikal, Iwan tak pernah benci kepada IslamDia tetap meyakini bahwa agama yang dianutnya itu adalah rahmat bagi manusia"Ini agama penuh kedamaian," ujarnya.
 
Keyakinan akan kedamaian itulah yang juga membuat Nasir Abas memilih keluar dari Jamaah Islamiyah (JI)Sejak itu, dia turut memperjuangkan deradikalisasi pemahaman jihadBahwa jihad tidak harus dengan kekerasan"Sekarang, ini jihad saya," katanya merujuk pada komik hasil karyanya.
 
Komik tersebut menceritakan dirinya sejak kecil hingga peristiwa bom paling mutakhir di Masjid Cirebon, 15 April laluTermasuk, dari mana dirinya belajar ilmu agama, orang-orang yang memengaruhinya, hingga kisah di AfghanistanTanpa ragu, Nasir juga menceritakan terpecahnya JI terkait jihad dengan cara meledakkan bom.
 
Seperti yang tergambar dalam komiknya, mantan ketua mantiqi 3 (Sabah, Kalimantan Timur, Palu, dan Mindanao) JI itu sempat mengalami pergolakan batin hebat sebelum memutuskan untuk keluar dari organisasi tersebutAkhirnya, dia memilih keluar sepenuhnya untuk mencegah bertambahnya korban bom"Banyak kisah yang membuat pikiran saya berubah," tuturnya.
 
Salah satunya, pertemuan pria yang menggantikan kedudukan Mustafa alias Abu Tholud sebagai ketua mantiqi 3 JI itu dengan Berty Loupatty dan HansKeduanya adalah tahanan provos Mabes Polri dan menjadi pimpinan Geng Coker yang terlibat kerusuhan AmbonDua pria beragama Kristen itulah yang disebut Nasir memberikan inspirasi tentang toleransi beragama.
 
Nasir masih ingat betul, ketika kali pertama masuk sel provos, sempat ada ketakutan dalam dirinyaSebab, di balik jeruji besi itu, hanya ada dirinya dan dua pemuda tersebutKebencian terhadap nonmuslim sempat membuat pikirannya menyatakan bahwa Berty dan Hans bakal memusuhinya"Ternyata saya salah," terangnya.
 
Di dalam sel, keduanya justru menjadi teman yang baikBahkan, Berty dan Hans memfasilitasi kebutuhan Nasir untuk beribadahMulai menunjukkan arah kiblat, memberikan pakaian bersih, mengingatkan waktu salat, hingga melobi polisi agar Nasir tidak diborgol dalam selSelama tiga minggu, Nasir juga bertukar pikiran dengan keduanya.
 
Saat dipindahkan ke tahanan Bareskrim, kakak ipar Mukhlas alias Ali Gufron, pelaku bom Bali I, itu merasakan telah menemukan kedamaian sejati dalam dirinyaSejak itu, pandangannya terhadap agama lain berubahDia tidak lagi membenci, namun saling mengasihi seperti yang diajarkan Islam"Agama Islam tidak mengajarkan permusuhan," tegasnya.
 
Tidak hanya itu, jeruji besi juga membuat pandangan Nasir terhadap polisi dan tentara ikut berubahDua instansi yang sebelumnya sangat dibenci tersebut tidak lagi dipandang sebagai lawanItu semua gara-gara dia kagum pada sosok Kombes Bekto Suprapto yang saat itu menjabat Kadensus 88.
 
Sikapnya yang baik dan percaya penuh kepada dirinya membuat Nasir hormat kepada Kombes BektoCara berbicara polisi yang sekarang menjabat Wakabareskrim itu juga membuat Nasir luluh
 
Dalam komik setebal 138 halaman tersebut, pria yang masuk JI pada 1993 itu juga menuliskan kekecewaannya terhadap organisasi tersebutSebab, aksi bom yang sebenarnya tidak disepakati anggota JI tetap saja dilakukan.
 
Komik yang pembuatannya memakan waktu dua tahun itu juga membuat dirinya semakin yakin dengan konsep jihadnyaBahwa berjuang di jalan Allah itu membutuhkan kejelasanMulai di mana perangnya, siapa musuhnya, dan apa manfaatnya"Apakah bom Bali jelas" Bom Kuningan, bom Ritz-Carlton, dan Marriott jelas?" tanya dia.
 
Nasir menegaskan bahwa semua tidak jelasMengapa" Sebab, dia menilai, dua musuh tidak bertemuNasir yang keluar dari JI pada 17 April 2003 itu juga menyatakan tidak jelas siapa musuh pelaku bomSebab, kenyataannya, bom justru melukai orang Islam sendiriOrang-orang seperti Iwan dan Halila"Bagaimana itu bisa dikatakan jihad?" urainya.
 
Melalui komik full color tersebut, dia berharap anak-anak muda mengetahui benar arti jihadHal itu dia lakukan karena sadar bahwa JI atau kelompok ekstrem lain tidak pernah berhenti melakukan regenerasi dengan mengincar anak-anak muda"Mereka harus berani mengatakan tidak," tegasnya dalam logat Melayu kental.
 
Nasir mengutip sabda Rasulullah yang berbunyi Antum a"lamu biumuuri dun-yaakum yang berarti: kamu lebih tahu tentang urusan duniamuDalam konteks menciptakan kedamaian, menurut dia, manusia harus memutar otak dengan sangatKarena itu, dia menganggap perlunya menumbuhkan toleransi sedini mungkin.
 
Pria berkacamata yang menimba ilmu agama kali pertama di Maahad Ittiba?us Sunnah, Negeri Sembilan, Malaysia, itu juga tidak lagi memandang keharusan berdirinya negara Islam di IndonesiaSebab, dia menilai, tidak ada jaminan kedamaian akan terjadi kalau Indonesia diubah menjadi negara Islam"Dalam sejarah, di negara Islam pun masih banyak konflik," ucapnya
 
Karena itu, yang paling penting adalah menciptakan toleransi tersebutSebab, pada hakikatnya, Islam adalah agama damaiApa pun undang-undang, ideologi negara, dan siapa pun pemerintahnya"Apa gunanya negara Islam tapi tidak keruanYang penting akhlak baik," tegasnya.
 
Nasir sadar, konsepnya itu bertentangan dengan kelompoknya dahulu dan beberapa organisasi Islam lainNamun, dia menegaskan tidak pernah takut dengan semua ituDia menyatakan siap berdialog dengan siapa saja yang masih keukeuh dengan konsep jihad ekstrem"Kalau ada niat yang tidak baik kepada saya, itu sudah kuasa Allah," ungkapnya(*/c5/ttg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengunjungi Kampung Ahmadiyah di Cisalada, Bogor


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler