Desa Bengkala di Buleleng, Kampung dengan Jumlah Warga Bisu-Tuli Terbanyak di Bali

Tak Bisa Dengar Musik, Gerakan Penari Andalkan Aba-Aba Tangan

Jumat, 26 Agustus 2011 – 08:08 WIB

Semakin banyak saja jumlah warga yang bisu-tuli di Desa Bengkala, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, BaliData terakhir menyebutkan, jumlah mereka mencapai 50 orang

BACA JUGA: Usia 16 Baru Masuk SMP, Tahu Indonesia Hanya Sulawesi

Hingga kini, penyebab kelainan itu belum juga terjawab secara tuntas
Padahal, sejumlah peneliti asing sudah terjun ke sana

BACA JUGA: Kisah Timnas Palestina Berusaha Bangkit di Tengah Situasi Negara yang Kacau


 
  N
WIDIADNYANA, Buleleng
 
MENCARI lokasi Desa Bengkala tidaklah sulit

BACA JUGA: Pak Hakim, Minggu Depan Saya Dicerai Suami

Sebab, desa itu berada di jalur utama Singaraja?KintamaniTiba di desa itu, Radar Bali (Jawa Pos Group) disambut Perbekel (Kepala Desa) Bengkala Made Astika
 
Astika mengatakan, dirinya tak bisa memastikan kapan awal warganya mengalami kelainan bisu-tuli yang dalam bahasa setempat disebut kolok itu"Kalau kapan pastinya, susah untuk dijelaskanSebab, sejak zaman kakek saya katanya sudah ada warga yang menderita kolok.  Namun, saat itu jumlahnya belum banyak karena memang populasi warga desa ini juga belum banyak," tuturnya.

Kini warga Bengkala yang mengalami bisu-tuli itu 50 orang di antara jumlah penduduk 2.276 jiwaJumlah itu tergolong tinggiSebab, normalnya, angka kejadian bisu-tuli bawaan (kongenital) hanya terjadi pada satu di antara 10 ribu kelahiranFakta memprihatinkan di Desa Bengkala tersebut menjadikan desa itu sebagai kampung tertinggi jumlah warga yang mengalami kelainan bisu-tuli (kolok) di Bali

Warga yang bisu-tuli di Desa Bengkala itu banyak tersebar di Banjar Dinas Kajanan dan Banjar Dinas Kelodan

Soal penyebab warga yang banyak mengalami cacat bisu-tuli, Astika mengatakan tidak tahuBahkan, kata dia, beberapa peneliti yang datang di desanya juga belum ada yang mampu menjelaskan penyebab kelainan tersebut

"Ada peneliti dari Amerika Serikat datang di desa kami melakukan penelitian selama tiga bulan untuk mengetahui penyebab pasti merebaknya penyakit kolok di siniBahkan, mereka juga membawa peralatan canggihTapi, nihilTidak ada yang tahu apa penyebabnya," paparnya.

Apakah penyebabnya adalah sering terjadi perkawinan sedarah di desa itu? Salah seorang tokoh masyarakat di Desa Bengkala Made Arpana menyatakan tidak tahu secara pasti"Soal itu (perkawinan sedarah) juga sulit dibuktikan," ujarnya
 
"Ada yang satu keluarga tidak menderita kolok, tapi pada akhirnya melahirkan anak kolok,"  katanyaAda juga keluarga yang mayoritas anggotanya mengidap bisu-tuli, tapi pada akhirnya melahirkan anak yang normal

Para pengidap bisu-tuli di Desa Bengkala, kata Arpana, juga berbeda dengan kebanyakan pengidap kelainan itu"Jika di tempat lain, orang bisu terkadang bisa mendengar meski sedikit-sedikitAtau, tuli, tapi bisa berbicaraDi desa ini, selain bisu, sama sekali tak bisa mendengar," paparnya

"Pernah ada peneliti yang membawa alat untuk mengetahui seberapa besar pendengaran warga kolok ini yang masih berfungsiHasilnya, sampai habis kekuatan alat tersebut digunakan, ternyata penderita kolok di sini sama sekali tidak bisa mendengar," tutur Arpana

Kasus warga bisu-tuli di Bengkala itu pernah dimuat di Science, sebuah jurnal ilmiah, pada 1998Tulisan di jurnal tersebut berdasar hasil riset di desa itu yang dipimpin Thomas BFriedman, seorang pakar genetika dari the National Institute on Deafness and Other Communication Disorders (Institut Nasional Ketulian dan Kesulitan Komunikasi) di Bethesda, Amerika Serikat

Ikut dalam tim penelitian itu Prof I Nyoman Arhya, pakar biokimia dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, BaliMenurut Arhya, semula muncul dugaan bahwa kasus di Bengkala itu merupakan perwujudan dari sebuah sindrom yang disebabkan kekurangan yodium

Tapi, belakangan diketahui bahwa dugaan itu tak sesuaiSindrom yang disebabkan kekurangan yodium biasa disertai dengan gejala keterbelakangan mentalItu sangat berbeda dengan yang dialami warga bisu-tuli di BengkalaMereka kebanyakan adalah orang-orang yang cekatan dalam bekerjaBahkan, ada beberapa yang pintar menari

"Jangan salahMeski mereka memiliki kekurangan, mereka itu ulet dalam bekerja," jelas Arpana

Orang-orang kolok di Bengkala kebanyakan adalah rajin bekerjaBahkan, banyak di antara mereka yang bekerja di sawah, memelihara sapi, serta sejumlah pekerjaan lainnya.  Tidak hanya ituMereka, kata Arpana, juga memiliki kelompok kerja"Di samping memiliki pekerjaan sendiri, mereka memiliki kelompok kerja yang mereka lakukan bersamaKelompok kerja mereka ada yang mengoordinasi," sambungnya.

Beberapa kelompok kerja tersebut, antara lain, kelompok gali kubur dan kelompok tukang potong kayuSelain itu, ada kelompok warga bisu-tuli yang piawai menari jangerKelompok mereka punya jadwal berlatih dan diberi nama grup tari Janger KolokSemua personel grup itu mengalami bisu-tuli

Yang menarik, karena semua penarinya bisu-tuli, mereka tak bisa mendengar suara musik yang ditabuh untuk mengiringi tariannyaAgar gerakannya sesuai dengan alunan musik, mereka melihat aba-aba tangan dari penabuh gendangMeski demikian, dengan segala keterbatasan tersebut, mereka tak bisa dianggap remehHingga kini, mereka sering diundang untuk tampil di pesta hotel-hotel berbintang lima di Bali. 

"Kami saja awalnya heranBagaimana mereka melatih diri untuk bisa menari bersamaItulah yang saya katakan kelebihan kolok di desa kami jika dibandingkan dengan kolok yang ada di desa lain," papar Arpana

Karena kelebihan itulah, warga kolok di Desa Bengkala mendapat perlakuan istimewaMereka diberi kebebasan untuk tidak ikut gotong-royong hingga kewajiban yang berkaitan dengan upacara adat maupun keagamaanWalaupun diberi kebebasan, mereka enggan diamMereka tetap beraktivitas layaknya warga normal.

"Mereka memang kami bebaskan dari beberapa kewajibanMeski demikian, mereka tetap melaksanakan kewajiban tersebutItulah yang membuat mereka memiliki tempat tersendiri di hati kami walau dengan segala keterbatasan yang dimiliki," cerita Arpana.

Astika menambahkan, ada salah seorang warga kolok di desanya yang saat ini tinggal di Australia dan hidup enak di sanaDia adalah Wayan Sumendra, kini berumur 60 tahun.

Ceritanya, Sumendra sekitar 1990 diboyong seorang peneliti Australia"Saya lupa nama peneliti ituDia seorang perempuan," tutur Astika.

Dia mengungkapkan, perempuan Australia tersebut cukup lama meneliti kasus kolok di Desa BengkalaSaat balik ke negaranya, peneliti itu membawa serta SumendraDi sana, Sumendra dijodohkan dengan anak peneliti tersebut yang juga mengalami kelainan bisu-tuli

"Di sini, mungkin dia (Sumendra) yang menjadi kolok tersuksesSebab, selain mendapat pekerjaan di sana, dia mendapat istri seorang warga AustraliaBahkan, informasi lainnya, dia sudah memiliki anak dari istri bulenya itu," ungkapnya.

Keunikan lain warga bisu-tuli di Desa Bengkala adalah cara mereka berkomunikasiMereka punya bahasa sendiri yang berbeda dari bahasa isyarat standar internasional

Bahasa isyarat mereka jauh lebih sederhanaMisalnya, untuk menyebut makan, mereka cukup mengarahkan jemari tangan ke arah perutUntuk lapar, cukup dengan memegang perut.

Untuk pendidikan, aparat desa mendirikan sekolah khusus bagi mereka sejak 19 Juli 2007Sekolah itu bekerja sama dengan SDN 2 Bengkala"Hingga kini total ada enam siswa kolok yang tersebar di kelas satu hingga lima," jelas Kepala SDN 2 Bengkala Nyoman Wijana.

Munculnya kelas inklusi yang menghadirkan siswa kolok dari desa setempat membuat sekolah itu pun mau tidak mau harus mempersiapkan guru yang memang mengerti bahasa siswa khusus tersebutTujuannya, transfer ilmu bisa terjadi dari guru ke muridGuru pendamping itu sekaligus dibutuhkan untuk mengetahui persis psikologis para siswa kolok

"Jika tidak didampingi guru yang mengerti bahasa tubuh, mereka sulit menerima pelajaranApalagi kalau tidak mengetahui psikologis mereka," papar Ketut Kanta, guru inklusi pertama di SDN 2 Bengkala.

Terkait proses awal siswa-siswa kolok itu bisa bergabung dengan siswa normal lainnya di kelas, termasuk hambatan yang kerap muncul, Ketut yang sempat melanglangbuana ke Belanda sebagai salah seorang tutor kolok itu menyatakan, awalnya mereka memang mendapatkan pendidikan tersendiri

Tujuannya, mempersiapkan siswa kolok tersebut beradaptasi saat bersama siswa normalLama isolasi bergantung siswa kolok dalam merespons materi yang diberikan tutor"Paling lama setahunSetelah itu, mereka sudah bisa digabung dan masuk dalam kelas normal," bebernya.

"Soal kendala, biasanya awalnya siswa kolok akan minder atas kondisi merekaNamun, itu bergantung mental merekaItulah yang mesti kami pacu saat proses isolasi awalDengan demikian, saat di kelas, mereka tidak canggung," imbuhnya

Lebih lanjut, Kanta menyatakan, sebenarnya siswa kolok dalam keseharian sering bersama siswa normalTapi, jika sudah di kelas, mereka terkesan canggungCara lain agar para siswa kolok mau bersekolah adalah memberinya uang saku Rp 6 ribu.

Sebab, jika tidak diberi uang saku, mereka tidak mau bersekolahMereka rata-rata datang dari keluarga tidak mampu"Biasanya seperti ituKalau mereka sudah mau pulang, ya susah untuk menahan merekaKarena itu, tiap hari kami pun memberi mereka uang sakuApalagi, mereka berasal dari keluarga kurang mampuYang terpenting, mereka mau bersekolah," tegasnya.

Lalu, pelajaran apa yang sulit ditransfer pihaknya sebagai tutor" Selain PKn, bahasa Inggris dan matematika merupakan pelajaran yang sulit disampaikanApalagi jika sudah masuk ke level lebih tinggiYakni, kelas IV dan kelas VContohnya, menjelaskan matematika jenis kelipatan.

"Itu yang sulitKarena itu, bisa ke sana kemari menjelaskan supaya mereka mengertiApalagi, kadang-kadang mereka memiliki penafsiran kebenaran tersendiri atas apa yang mereka pikirkan," ujarnya(mus/jpnn/c4/c5/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gaya Hidup Nazaruddin di Mata Orang Dekatnya, sebelum Ditangkap KPK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler