Desak Ahok Batalkan Kenaikan Gaji PNS DKI

Jumat, 06 Februari 2015 – 13:02 WIB
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Foto: Dokumen JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang menaikkan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) DKI Jakarta dengan jumlah sangat besar dinilai tidak tepat. Hal itu menuai sorotan tajam dari sejumlah kalangan. Bahkan Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) meminta Pemprov DKI membatalkan kebijakan tersebut.

Koordinasi Advokasi dan Investigasi Sekretariat Nasional (Seknas) Fitra Apung Widadi mengatakan, kenaikan gaji melalui peningkatan Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) dinamis dan statis bagi PNS DKI tidak dilangsungkan dalam satu tahap. Melainkan harus melalui beberapa tahap.

BACA JUGA: Ahok Setuju PBB Dihapus, tapi Ada Syaratnya

“Mungkin tahun ini 50 persen. Lalu tahun depan 75 persen, dua tahun lagi naik lagi. Jadi bertahap, jangan langsung 100 persen. Soalnya gaji kan enggak pernah turun, pasti naik terus. Kalau sekarang sudah naik dengan besaran fantastis, maka beberapa tahun ke depan naik gajinya lebih besar lagi,” tutur Apung di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, kemarin (5/2).

Peningkatan gaji tersebut, sambung Apung, secara otomatis memperbesar alokasi gaji dalam APBD DKI setiap tahun. Padahal minimal belanja pegawai dialokasikan 25 persen dari total nilai APBD.

BACA JUGA: Ribuan Tenaga Kontrak Pemkot Bekasi Terancam jadi Pengangguran

“Bisa saja, ke depan APBD DKI akan lebih banyak menyediakan anggaran untuk belanja pegawai daripada belanja modal untuk pembangunan Kota Jakarta,” kata dia.

Dia juga menilai, target output kinerja PNS DKI belum jelas. Tetapi kenaikan gaji sudah diberikan kepada PNS. Hal ini, bisa menjadi bahan evaluasi bagi Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Paling tidak, Mendagri bisa mengoreksi jumlah anggaran untuk belanja pegawai yang mencapai Rp 19 triliun dari total APBD DKI 2015 sebesar Rp 73,08 triliun.

BACA JUGA: Ini Ide Ahok Cegah Permintaan Donasi ke Konsumen

“Masa pegawai dikasih uang dulu, tapi target output kinerjanya enggak jelas. Kenapa alokasi anggarannya tidak dialihkan untuk penanganan banjir dan macet dulu,” tambah Apung.

Apung kawatir, kenaikan itu berdampak pada sikap memikirkan diri sendiri. Terutama di kalangan pejabat. Yakni sibuk mengumpulkan poin banyak untuk memperoleh TKD dinamis, namun melupakan tugas utamanya untuk melayani masyarakat.

“Jadi prestasinya untuk diri sendiri, bukan prestasi untuk melayani. Kedua hal itu perbedaannya tipis,” pungkas dia.(wok/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Komnas HAM Dukung Kompolnas Ungkap Rekayasa Kasus JIS


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler