jpnn.com, JAKARTA - Tim untuk relawan kemanusiaan Flores (TRUK-F) dan Jaringan HAM Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengadukan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Bareskrim Polri dan Komisi III DPR RI pada Rabu (23/3/2022) hari ini.
Aktivis HAM ini mendatangi kedua institusi tersebut karena kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sebanyak 17 anak di Kabupaten Sikka yang sudah terjadi sembilan bulan lalu belum juga diselesaikan hingga saat ini.
BACA JUGA: BP2MI Selamatkan Sebelas Calon Pekerja Migran Korban TPPO
“Kami datang ke Bareskrim Polri dan Komisi III DPR agar kasus TPPO sebanyak 17 anak di Sikka segera dituntaskan,” kata pegiat HAM Kabupaten Sikka Siflan Angi kepada JPNN di Jakarta, Rabu (23/3) pagi.
Kali ini, Siflan Angi ditemani Tim untuk relawan kemanusiaan Flores dan jaringan HAM Kabupaten Sikka, Provinsi NTT.
BACA JUGA: Kasus TPPO WNI di Kapal Berbendera Tiongkok Long Xing 629 Segera Disidangkan
Pada kesempatan itu, Siflan Angi menjelaskan kronologi kasus TPPO anak tersebut.
Menurut Siflan, kasus TPPO anak sudah berlangsung sembilan bulan, terhitung sejak 14 Juni 2021 saat Polda NTT melakukan penggerebekan terhadap empat pub/karoeke di Kabupaten Sikka.
BACA JUGA: 2 Pelaku Perdagangan Orang di Tangerang Ternyata Pasangan Suami Istri, Alamak
Dalam penggerebekan tersebut, menurut Siflan, ditemukan ada 17 anak berasal dari Provinsi Jawa Barat dipekerjakan di tempat pub/tempat hiburan.
“Ke-17 anak ini kemudian dititipkan di Shelter Santa Monika milik TRUK-F untuk didampingi,” kata Siflan Angi yang juga mantan anggota DPRD Kabupaten Sikka ini.
Lebih lanjut, Siflan menjelaskan sejak kejadian, TRUK-F bersama jaringan HAM Sikka memberi perhatian khusus dan mengadvokasi kasus ini hingga saat ini.
“Segala upaya telah dilakukan oleh TRUK dan jaringan, mulai bersurat, meminta audiensi dengan Pemerintah Kabupaten Sikka maupun aparat penegahk hukum (APH) yang ada di Sikka hingga melakukan aksi damai, namun hingga saat ini belum diselesaikan dengan baik sesuai fakta yang ditemukan oleh TRUK dan Jaringan HAM Sikka,” ujar Siflan.
Menurut Siflan, hingga saat ini baru satu tersangka yang diproses hukum dengan menggunakan UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Untuk menuntaskan kasus ini, kata Siflan, TRUK dan jaringan HAM Sikka memutuskan untuk datang ke Jakarta dengan agenda besar bertemu dengan Mabes Polri dan Komisi 3 DPR RI.
Siflan dkk mendesak Mabes Polri untuk mengambil alih kasus ini dan menemukan 4 anak saksi korban yang telah melarikan diri sehingga 2 pelaku lainnya juga diproses hukum.
Dia juga meminta DPR RI untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap kinerja kerja polisi di daerah khususnya di Sikka dan NTT pada umumnya.
Siflan menambahkan, jaringan HAM Sikka juga sudah bertemu LPSK dan Kementerian PPPA pada Selasa, 22 Maret 2022.
“Kami mendorong dan memastikan dari segi pendampingan dan pemenuhan hak-hak 13 anak korban yang menjadi dampingan LPSK dan memastikan Kementerian PPPA ikut mengawal kasus ini,” ujar Siflan.
Dari jawaban LPSK, kata Siflan, dari 13 anak hingga saat ini hanya 3 anak yang mau mendapatkan perlindungan dari LPSK.
“Yang lainnya tidak mau karena orang tuanya tidak menyetujui dan menolak,” ujar Siflan.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich