jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu meminta hasil evaluasi terkait proses terbitnya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus karhutla yang melibatkan 15 perusahaan segera dibuka.
Hal ini dikatakan Masinton, menanggapi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang menghukum PT Nasional Sago Prima (NSP) membayar denda sebesar Rp 1,040 triliun dalam kasus kahutla 2015 di Kabupaten Meranti, Riau, kepada negara.
BACA JUGA: Nongol di KPK, Anak Buah Cak Imin Pilih Bungkam
"Mabes polri harus segera menyampaikan hasil pemeriksaan terhadap proses terbitnya SP3. Kan SP3 itu menjadi kontradiktif dengan adanya putusan pengadilan pada PT NSP," kata Masinton saat dihubungi pada Jumat (12/8).
Putusan tersebut, lanjut Masinton, juga menegaskan bahwa ada pelanggaran dilakukan perusahaan walaupun itu dalam konteks keperdataan. Tidak tertutup kemungkinan hal yang sama dilakukan oleh 15 perusahaan yang di-SP3 oleh Polda Riau.
BACA JUGA: Ayo Dukung Ibu Menyusui!
"Dalam konteks pidana sekalipun, perusahaan itu memang badan hukum dan pihak yang bertanggung jawab atas kebakaran di area konsensinya. Jadi harus dievaluasi terbitnya SP3 itu dan umumkan hasilnya," tegas politikus PDIP itu.
Bila ditemukan ada ketidaktepatan dilakukan Polda Riau menerbitkan SP3, maka harus ada konsekuensi administrasi maupun hukum terhadap oknum-oknum di Polda Riau. Baik berupa pencopotan dari jabatan hingga diproses secara pidana.
BACA JUGA: Mahfud: Kalau Negara Mau Selamat, Sikat Koruptor
"Dan perlu ditelusuri jangan-jangan (SP3) bagian dari permainan para pengusaha hitam yang membakar hutan. Perlu ada sanksi pidana terhadap oknum aparat yang menyalahgunakan kewenangan," pungkasnya.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wilayah Indonesia Masih Dikepung 242 Titik Api
Redaktur : Tim Redaksi