jpnn.com, JAKARTA - Rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia (ORI) terkait dengan temuan keberadaan tenaga kerja asing (TKA) mendesak untuk ditindaklanjuti.
Selain untuk meredam polemik di masyarakat, tindak lanjut tersebut menjadi bukti bahwa pemerintah bersikap responsif terhadap permasalahan seputar ketenagakerjaan di tanah air.
BACA JUGA: Serap Aspirasi, Sahroni Prihatin dengan Masalah TKA
Anggota ORI Laode Ida menyatakan, pihaknya terus menerima banyak pengaduan seputar keberadaan TKA dari sejumlah daerah.
Salah satunya laporan yang datang dari Kendari, Sulawesi Tenggara. Di sana ada ratusan pekerja yang diduga berasal dari Tiongkok.
"Sabtu kemarin saya baru saja menerima laporan itu. Pelapornya melihat sendiri para TKA tersebut," terang Laode.
BACA JUGA: TKA di 3 Kabupaten Ini Terus Bertambah, Mayoritas Tiongkok
Sebelumnya, pada akhir April lalu, ORI mengumumkan temuan hasil investigasi seputar keberadaan TKA di tujuh provinsi yang dilakukan pengujung 2017.
Hasilnya, sedikitnya 200 TKA bekerja sebagai sopir. Padahal, sesuai aturan, TKA semestinya bekerja sebagai tenaga ahli atau menempati posisi di level manajemen.
BACA JUGA: Racun Kalajengking, TKA, dan Isu PKI, Tergantung Gorengannya
Lebih lanjut Laode menjelaskan, salah satu rekomendasi yang harus segera dilakukan adalah penghentian terlebih dahulu kedatangan para TKA itu.
Kebijakan bebas visa menjadi salah satu pintu yang memudahkan para TKA tersebut masuk dengan dalih sebagai turis.
"Meniadakan dulu arus buruh yang datang ini. Sudah pasti ini buruh-buruh yang datang," tegas Laode.
Mantan wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu mendesak adanya tindakan yang tegas dari pemerintah untuk menindaklanjuti rekomendasi dari ORI dengan segera.
Termasuk agar Presiden Joko Widodo tidak melakukan pembiaran terhadap TKA itu. "Sebetulnya yang segera harus dilakukan ialah mendata TKA yang berposisi sebagai buruh," ujar dia.
Memang, bersamaan dengan rilis temuan tersebut, ORI juga membeberkan rekomendasi pada enam instansi.
Yakni Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, Polri, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan pemerintah daerah (pemda).
Rekomendasi itu antara lain perlunya merevisi aturan menteri tentang TKA. Misalnya mewajibkan bisa berbahasa Indonesia bagi TKA dan menerapkan pembayaran gaji dengan rupiah.
Selain itu, harus memastikan lokasi kerja TKA dalam izin mempekerjakan tenaga asing (IMTA) sesuai dengan fakta lokasi kerja sebenarnya.
Harapannya, perpanjangan IMTA dapat dilakukan di dinas tenaga kerja kabupaten dan kota maupun provinsi.
Ada pula rekomendasi agar terdapat optimalisasi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi tim pengawasan orang asing (pora) sesuai dengan Permenkum ham Nomor 50 Tahun 2016 tentang Tim Pora.
Sesuai dengan pasal 38 UU 37/2008 tentang ORI, pemerintah wajib menjalankan rekomendasi tersebut.
Instansi yang mendapatkan rekomendasi dari ORI diberi waktu 60 hari terhitung sejak diterimanya laporan untuk menjalankan rekomendasi itu.
"Biasanya diberi waktu 2 bulan atau 60 hari. Terus semua sepakat (menjalankan rekomendasi, Red)," ungkap dia.
Terpisah, Kabag Umum dan Humas Ditjen Imigrasi Agung Sampurno menyatakan, instansinya langsung menindaklanjuti temuan ORI tersebut.
Misalnya, kantor imigrasi se-Indonesia kini secara rutin telah melaksanakan operasi pengawasan, baik terbuka maupun tertutup, terhadap keberadaan para warga negara asing (WNA), termasuk para TKA.
"WNA yang melakukan pelanggaran sudah dikoordinasikan dengan pihak perusahaan dan pemberi kerja," ucap dia. (jun/c9/agm/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengamat: Jangan Beropini Hanya Berdasarkan Spekulasi
Redaktur & Reporter : Natalia