Desak Usut Dugaan Siswa SD Dipaksa Ikut Unas SMP

Sabtu, 10 Mei 2014 – 10:50 WIB


SUKADIRI - Ujian Nasional (Unas) tingkat SMP di Kabupaten Tengerang ditengarai terjadi kecurangan. Hasil temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan fakta mengejutkan.

Lembaga antikorupsi itu menemukan dugaan penggelembungan jumlah siswa dan pemalsuan identitas peserta Unas SMP di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Daarul Hadits. Temuan itu mengemuka saat ICW mendatangi sekolah yang berada di  Jalan Raya Pekayon KM 3, Desa Pekayon, Kecamatan Sukadiri Kabupaten Tangerang.

BACA JUGA: 900 Guru Terancam tak Dapat Tunjangan

Sekilas tidak ada yang berbeda dari para peserta Unas. Di hari terakhir, sebanyak 20 siswa sibuk mengisi lembar jawaban. Keganjilan mencuat karena di MTs Darul Hadits, hanya ada tujuh pelajar kelas IX. Dengan demikian seharausnya hanya ada tujuh peserta Unas SMP di sekolah tersebut.

Namun jumlah siswa MTs Daarul Hadits peserta Unas mencapai 20 orang. Berdasar penyelidikan kemudian diketahui identitas 13 peserta lainnya dipalsukan. Sebelas peserta ujian masih duduk di kelas 7 dan 8, sedangkan dua siswa lainnya bahkan masih duduk di bangku kelas 6 SD di Madrasah Ibtidaiyah. Para siswa kelas 7 dan 8, serta siswa kelas 6 SD dan MI tersebut disulap menjadi pelajar kelas 9 dengan fotonya dipasang sebagai peserta, namun tidak menggunakan nama asli mereka.

BACA JUGA: Kewenangan Pembinaan Sekolah Kedinasan Ditarik ke Kemendikbud

“Dari hasil investigasi tim ke lapangan, ternyata terjadi penggelembungan jumlah peserta Unas. Pihak sekolah mendaftarkan 20 peserta, padahal sesungguhnya siswa kelas 9 di sekolah tersebut hanya 7 orang saja. Sisanya diambil dari siswa kelas 7 dan 8 ditambah siswa dari luar sekolah,” beber Koordinator ICW, Ade Irawan.

Ia menduga penggelembungan jumlah tersebut berkaitan dengan adanya upaya untuk mendapatkan dana bantuan dari pemerintah, baik dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), maupun bantuan lainnya. Pihak sekolah berusaha menutupi kekurangan jumlah anak didik yang selama ini dilaporkan ke pemerintah sebagai penerima bantuan.

BACA JUGA: Umur 50 Tahun Ikut UN Demi Nyalon Kades

“Jika ini benar terbukti, berarti telah terjadi pelanggaran pidana berupa adanya penyelewangan uang negara,” tegas Ade.

Saat dikonfirmasi, Kepala MTs Daarul Hadits, Suryadi membantah adanya penggelembungan jumlah siswa tersebut.

“Mereka semua benar-benar murid kelas 9 MTs Daarul Hadits,” ujar Suryadi.

Meski membantah, Suryadi sendiri mengaku tidak tahu secara rinci berapa jumlah siswa yang ada di sekolahnya baik kelas 7, 8 dan 9. Dia hanya menyebut sekitar 20 orang lebih.

“Ya sekitar dua puluh orang lebih lah untuk data pastinya dipegang staf Tata Usaha (TU) yang saat ini sedang mengawas,” kilahnya.

Pengakuan berbeda keluar dari siswa yang mengaku dipaksa oleh gurunya untuk mengikuti Unas.

“Saya disuruh guru untuk ikut UN. Jadi, ya terpaksa saya ikut,” ujar Arifudin, siswa kelas 8 MTs Daarul Hadits yang ikut dalam UN tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Jainudin Pengawas MTs pada Kantor Wilayah Kementerian Agama Kabupaten Tangerang untuk wilayah Kecamatan Kemiri, Mauk dan Sukadiri mengatakan belum mengetahui kebenaran adanya temuan penggelembungan jumlah peserta Unas.

“Sejauh ini kami belum mengetahui karena kami hanya melihat dari bukti fisik yang ada. Jadi kami belum tahu apa siswa yang ikut tersebut benar-benar kelas 9 atau bukan” jelas Jainudin.

Terpisah, Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Tangerang, Eni Suhaeni mengecam adanya MTs yang memanipulasi data peserta ujian nasional. Eni mengatakan, pihaknya akan segera melakukan sidak ke MTs Daarul Hadits yang diduga belum memenuhi standar untuk melakukan proses kegiatan belajar.

“Kami akan segera melakukan sidak sesegera mungkin untuk meninjau MTs tersebut. Setiap kelas ada standar jumlah rombongan siswanya, yakni 32 orang siswa per kelasnya. Jika kurang dari jumlah tersebut, tentu saja tidak bisa melaksanakan UN begitu saja,” ujarnya.

Eni menambahkan, untuk berdirinya suatu sekolah, perlu adanya izin. Untuk MTs sendiri, dipayungi langsung oleh Kemenag.

Terkait dugaan ICW yang menyebutkan pemalsuan data siswa diduga dilakukan agar sekolah mendapatkan dana BOS, Eni mengatakan jika perbuatan itu terbukti maka masuk ke ranah hukum.

“Jika terbukti melakukan manipulasi dana BOS, tentu saja hal tersebut harus dipidanakan. Karena BOS merupakan dana APBD dan APBN yang harus disalurkan untuk kebutuhan masyarakat banyak, bukan untuk kepentingan pribadi semata," ujarnya.

Menurut Eni, Dewan pendidikan tentu saja sangat prihatin jika terbukti MTs tersebut memanipulasi data hanya sekedar untuk cairnya anggaran dari pemerintah.

"Kemenag harus segera mengambil tindakan terkait adanya MTs tersebut,” tegasnya.(hendra/gatot)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Inilah 11 Pelajar Indonesia Ikut Kompetisi Sains di Los Angeles


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler