jpnn.com - TAMBUN SELATAN – Ada yang berbeda di SDN Mekarsari 01, Tambun Selatan. Di antara 104 peserta Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (UNPK), tampak pria yang usianya tidak muda lagi. Bahkan, lebih layak menjadi pengawas ketimbang peserta ujian.
Ya, dialah Warnen. Usianya memang tidak muda lagi, 50 tahun. Tapi, semangatnya untuk lulus ujian begitu menyala-nyala. Beberapa kali dahinya terlihat mengkerut saat mengerjakan soal ujian.
BACA JUGA: Inilah 11 Pelajar Indonesia Ikut Kompetisi Sains di Los Angeles
Saat istirahat Warnen mengakui, dirinya termasuk peserta yang paling tua di antara peserta lainnya yang umumnya berusia 15-25 tahun. Meski begitu, dia mengaku tampak menikmati ujian tersebut.
Warnen mengatakan, dirinya tidak punya persiapan khusus menghadapi soal-soal ujian. Hanya saja, dia mengaku, harus pintar-pintar menjaga kebugaran fisiknya saat mengerjakan soal. Pasalnya, jarak yang tempuh antara rumah dan lokasi ujian terbilang jauh. Warnen sendiri mengaku tinggal di Cileungsi.
BACA JUGA: Kuota CPNS Dosen Ditambah, Guru PNS Boleh Ngajar di Swasta
Warnen punya harapan besar dari hasil ujian kali ini. Dia berharap bisa mengantongi ijazah sekelas SMP. Ijazah itu, kata dia, akan menjadi salah satu modalnya untuk melengkapi persyaratan maju sebagai calon kepala desa di Cipeucang, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, pada 2018 nanti.
’’Mau nyalon kades di kampung. Ijazah ini salah satu syaratnya,” katanya sembari mengelap keringat usai menenggak secangkir kopi di kantin sekolah.
BACA JUGA: Pendaftaran SBMPTN 12 Mei 2014
Warnen mengatakan, sebenarnya dia pernah duduk di bangku SMP setelah lulus SD pada tahun 1977. Namun jenjang itu tidak dilanjutkan karena kecelakaan motor yang dialaminya hingga mengakibatkan kaki kanannya tak berfungsi.
Kemudian, tahun 2007 dirinya sempat mengikuti ujian paket B. Tapi, apes menimpa dirinya. Pasalnya ketika melihat hasil pengumuman, nomor pesertanya tidak tercantum dalam daftar kelulusan siswa.
’’Pas lihat pengumuman nomor peserta saya nggak ada. Sebab saya pakai calo sih waktu itu,” cerita bapak empat anak itu.
Persiapan persyaratan untuk mencalonkan sebagai kepala desa, diakuinya, memang hanya tinggal ijazah SMP yang tidak dimilikinya. Sedangkan ijazah SMA dirinya sudah punya, karena pada tahun 2012 berhasil lulus ujian paket C.
Menurutnya, kalau sudah mendapatkan ijazah paket B, dirinya tidak ragu lagi untuk mencalonkan diri sebagai kepala desa. ’’Kalau sudah dapet ijazah paket B tinggal perang saja,” ungkapnya semangat.
Untuk berjuang menempuh pendidikan jalur nonformal itu, Warnen harus merogoh kocek sebesar Rp1,5 juta. Dia tidak mempermasalahkan biaya tersebut, karena seluruh anggota keluarganya ikut mendukung.
Sementara itu, Penanggung Jawab UNPK, Dedi Supriadi mengatakan, pelaksanaan ujian paket B sama dengan regular lainnya. Namun yang membedakan hanya pelaksanaannya dan jam mata pelajaran yang diujikan.
’’Kalau regular kan pagi, sementar paket B siang yakni mulai jam 13.30 sampai 18.00. Setiap harinya para siswa harus mengerjakan dua soal ujian nasional,” tuturnya. (oke)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendikbud Siap Bantu Polisi Usut Mafia Pembocor Unas
Redaktur : Tim Redaksi