jpnn.com, JAKARTA - Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas'ud (AGM) telah ditetapkan sebagai tersangka penerimaan suap dan gratifikasi terkait proyek dan perizinan di daerah calon ibu kota negara (IKN) itu.
Bupati PPU ditangkap KPK bersama orang kepercayaannya yang salah satunya perempuan bernama Nur Afifah Balqis (NAB) beserta uang sekoper bernilai Rp 1,4 miliar.
BACA JUGA: Ssst! Uang Suap Bupati PPU Mengalir ke Demokrat? Pimpinan KPK Menjawab
Dalam operasi tangkap tangan atau OTT KPK pada Rabu (12/1) sekitar pukul 19.00 WIB itu, tim satgas menangkap 11 orang di wilayah DKI Jakarta dan Kalimantan Timur.
Mereka yang kena OTT itu ialah Bupati PPU Abdul Gafur Mas'ud bersama orang kepercayaannya Nis Puhadi alias Ipuh (NP) dan Asdar (AD), Nur Afifah Balqis (NAB) dari pihak swasta/Bendahara Umum atau Bendum DPC Partai Demokrat Balikpapan, Plt. Sekda Kabupaten PPU Mulyadi (MI).
BACA JUGA: Duit Panas Bupati Penajam Paser Utara Disimpan Perempuan, Alamak!
Selanjutnya, Kepala Dinas PU dan Tata Ruang Kabupaten PPU Edi Hasmoro (EH), Kabid Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga PPU Jusman (JM), Welly (WI) yang merupakan istri Mulyadi, Achmad Zuhdi alias Yudi (AZ) dari swasta, serta Supriadi alias Usup (SP), dan Rizky (RK) selaku orang kepercayaan Bupati PPU.
"Seluruh pihak yang diamankan beserta barang bukti berupa uang tunai sejumlah Rp 1 miliar dan rekening bank dengan saldo Rp 447 juta, serta sejumlah barang belanjaan dibawa ke Gedung Merah Putih," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Kamis (13/1) malam.
BACA JUGA: Berita Terkini Pembuangan Sesajen di Gunung Semeru dari Kombes Gatot
Alex menerangkan OTT KPK Itu berawal dari informasi masyarakat tentang dugaan penerimaan sejumlah uang oleh penyelenggara negara yang diduga telah ada kesepakatan sebelumnya. Duit panas itu diberikan para rekanan yang mengerjakan proyek serta perizinan usaha di Kabupaten PPU.
Mendapat informasi itu, tim KPK bergerak dan berpencar ke beberapa lokasi di Jakarta dan Kalimantan Timur.
Sebelumnya, kata Alex, NP yang diduga atas perintah AGM mengumpulkan sejumlah uang dari beberapa kontraktor melalui MI, JM, dan staf di Dinas PUPR Kabupaten PPU, di salah satu kafe Kota Balikpapan dan di sekitar Pelabuhan Semayang Balikpapan.
Ketika itu, terkumpul uang tunai sekitar Rp 950 juta. Duit panas tersebut kemudian dilaporkan Nis Puhadi kepada Abdul Gafur dan siap diserahkan untuk Bupati PPU itu.
Selanjutnya, Abdul Gafur memerintahkan Nis Puhadi membawa uang itu ke Jakarta. Setibanya di Jakarta, Nis Puhadi dijemput Rizky dan mendatangi rumah kediaman Abdul Gafur di Jakarta Barat untuk menyerahkan uang tersebut.
"Tidak lama kemudian, AGM mengajak NP dan NAB untuk bersama-sama mengikuti agenda AGM di Jakarta. Setelah itu, mereka pergi ke salah satu mal di Jakarta Selatan dengan membawa uang sejumlah Rp 950 juta," beber Alex.
BACA JUGA: AKBP Sarpani Ungkap Sepak Terjang M dan MN, Ternyata
Kemudian, atas perintah Abdul Gafur, Nur Afifah Balqis lantas menambahkan uang sejumlah Rp 50 juta dari uang ada yang ada di rekening bank miliknya, sehingga total uang terkumpul sebesar Rp 1 miliar dan dimasukkan ke dalam tas koper yang sudah disiapkan Bendum Demokrat Balikpapan itu.
Nah, ketika Abdu Gafur bersama NP, dan NAB berjalan keluar dari lobi mal, tim KPK langsung mengamankan mereka dan pihak lainnya beserta uang tunai Rp 1 miliar.
Bersamaan dengan itu, tim KPK juga mengamankan beberapa pihak di Jakarta, yaitu MI, WL, dan AZ serta menangkap SP, AD, JM, dan EH di Kalimantan Timur.
Tim dari lembaga antirasuah itu juga menemukan uang yang tersimpan dalam rekening bank milik Nur Afifah sejumlah Rp 447 juta yang diduga milik Abdul Gafur yang diterima dari para rekanan.
Dalam kasus itu, penyidik KPK menetapkan enam tersangka dugaan suap terkait dengan kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten PPU, Kalimantan Timur pada tahun 2021—2022.
Sebagai penerima suap dan gratifikasi, yaitu Abdul Gafur Mas'ud, Mulyadi, Edi Hasmoro, Jusman, dan Nur Afifah Balqis, sedangkan pemberi suap ialah Achmad Zuhdi alias Yudi. (ant/fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam