jpnn.com, JAKARTA - Penyidik KPK bakal menelusuri kemungkinan uang dugaan suap Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas'ud (AGM) mengalir ke partai politik.
Abdul Gafur Mas'ud yang ditetapkan sebagai tersangka kasus suap merupakan kader Partai Demokrat.
BACA JUGA: Bupati PPU Tersangka, Bendum Demokrat Balikpapan Juga, Lihat Tuh Uang Suapnya
Sebelumnya, Bupati PPU kena OTT KPK terkait suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara tahun 2021-2022.
Dalam kasus itu, KPK juga menjerat Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan Nur Afifah Balqis (NAB) sebagai tersangka.
BACA JUGA: Berita Terkini Pembuangan Sesajen di Gunung Semeru dari Kombes Gatot
"Apakah ada dugaan aliran dana ke partai? Itu nanti tentu yang akan didalami dalam proses penyidikan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Kamis (13/1) malam.
Alex menyebut di Kalimantan Timur memang sedang ada pemilihan Ketua DPD Partai Demokrat. Abdul Gafur Mas'ud merupakan salah satu calonnya.
BACA JUGA: Duit Panas Bupati Penajam Paser Utara Disimpan Perempuan, Alamak!
"Kepala daerah itu semua terafiliasi dengan partai, kebetulan AGM ini juga dari Partai Demokrat dan betul tadi yang disampaikan di sana sedang ada pemilihan ketua DPD Partai Demokrat di Kalimantan Timur, salah satu calonnya adalah AGM," tutur Alex.
Mantan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Jakarta itu memastikan penyidik KPK dalam penyidikan bakal menelusuri ada tidaknya aliran dana dari kasus suap yang menjerat Abdul Gafur ke partai pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu.
"Tentu simpul-simpul tadi dikaitkan dengan pemilihan ketua DPD atau kemudian di Jakarta yang bersangkutan juga bersama dengan bendahara partai. Ini, kan, menjadi petunjuk," ucap Alex.
Dalam kasus itu, KPK juga menetapkan empat tersangka lain, yaitu Plt Sekda Kabupaten Penajam Paser Utara Mulyadi (MI), Kepala Dinas PU dan Tata Ruang Kabupaten PPU Edi Hasmoro (EH).
Dua tersangka lainnya, Kepala Bidang Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten PPU Jusman (JM), dan Achmad Zuhdi alias Yudi (AZ) dari pihak swasta.
Kasus suap itu berawal saat Pemkab PPU merencanakan sejumlah proyek pada Dinas PU dan Tata Ruang serta Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten PPU dengan nilai kontrak sekitar Rp 112 miliar pada 2021.
Anggaran sebesar itu dialokasikan untuk proyek multiyears peningkatan jalan Sotek-Bukit Subur dengan nilai kontrak Rp 58 miliar dan pembangunan gedung perpustakaan dengan nilai kontrak Rp 9,9 miliar.
Menurut Alex, Bupati PPU kemudian memerintahkan Mulyadi dan Edi Hasmoro untuk mengumpulkan sejumlah uang dari para rekanan yang sudah mengerjakan beberapa proyek fisik di PPU.
Selain itu, Abdul Gafur juga diduga menerima sejumlah uang suap atas penerbitan beberapa perizinan, antara lain perizinan untuk HGU lahan sawit di PPU dan perizinan bleach plant atau pemecah bat pada Dinas PU dan Tata Ruang.
Mantan hakim ad hoc di Pengadilan Tipikor Jakarta itu menduga Mulyadi, Edi Hasmoro, dan Jusman orang kepercayaan dari Abdul untuk dijadikan sebagai representasi dalam menerima maupun mengelola sejumlah uang dari berbagai proyek.
Atas perbuatan itu, Abdul Gafur Mas'ud dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Achmad Zuhdi selaku tersangka pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (antara/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam