Detik-Detik Tragedi Kanjuruhan, Dahlan Iskan: Ini Bukan Aremania Lawan Bonek

Senin, 03 Oktober 2022 – 12:21 WIB
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk lapangan seusai pertandingan antara Arema vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022). Foto: ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/pras.

jpnn.com, JAKARTA - Dahlan Iskan menulis tentang detik-detik tragedi Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur, seusai laga Arema vs Persebaya pada Sabtu (1/10) malam. Ratusan Aremania tewas, termasuk dua polisi.

"Kalau saya lihat video-video peristiwa Kanjuruhan yang beredar, tidak seharusnya tragedi Kanjuruhan terjadi. Biarpun Arema kalah 2-3 oleh Persebaya," demikian tulisan Dahlan Iskan berjudul Tragedi Prestasi, Disway edisi Senin (3/10).

BACA JUGA: Tragedi Kanjuruhan, Syakur Ali Sarankan Kapolda Jatim & Kapolres Malang Mundur

Kolumnis kondang itu menuturkan tidak ada perang suporter di Stadion Kanjuruhan, karena malam itu memang tidak ada Bonek -pendukung Persebaya.

"Bonek sendiri juga lagi kecewa dengan tim Persebaya –kalah beruntun, pun dengan tim seperti Rans United FC milik artis Raffi Ahmad," lanjut Dahlan.

BACA JUGA: Instruksi Presiden Jokowi Tegas: Setop Liga 1, Usut Tuntas Tragedi Kanjuruhan

Dahlan menilai wasit malam itu juga tidak terlalu menimbulkan kekecewaan penonton. Dia justru melihat banyak sekali kemajuan di perwasitan Indonesia.

"Wasit juga bukan faktor penyebab tragedi Kanjuruhan," lanjutnya.

BACA JUGA: Ratusan Aremania Tewas saat Tragedi Kanjuruhan, Irjen Nico: Suporter Anarkistis

Dia menulis permainan tim Arema sendiri juga tidak mengecewakan. Meskipun sempat kalah 0-2 di awal babak pertama, tetapi segera menjadi 2-2 sebelum turun minum. Bahkan bisa mendominasi serangan di sepanjang babak ke-2.

Keberhasilan Arema mengubah 0-2 menjadi 2-2 menurut Dahlan memang menimbulkan harapan besar untuk menang, apalagi lantas mendominasi serangan. Boleh dikata, Arema sempat mengurung Persebaya.

"Saya menyaksikannya di rumah secara live. Dua kali tendangan pemain Arema nyaris menjebol gawang Persebaya. Sayang masih mengenai tiang gawang," tulisan Dahlan.

Dahlan memahami suasana batin Aremania saat melihat klub kebanggan mereka mendominasi serangan, mengurung, mengenai gawang, tetapi tidak berbuah gol. Sementara harapan mereka harus menang.

"Arema baru saja kalah di kandang sendiri: lawan Persib Bandung. Masak kalah lagi. Lawan Persebaya pula," tulisan Dahlan.

Dia pun melihat kegemasan penonton memuncak menjelang pertandingan selesai. Lemparan dari arah penonton mulai beterbangan, termasuk ke arah kubu Arema sendiri.

Menurut Dahlan, kubu Persebaya menangkap apa yang akan terjadi bila tidak tahu diri. Maka, meski menang, mereka tidak melakukan selebrasi di tengah lapangan.

Para kesebelasan Persebaya langsung menuju lorong ke arah ruang ganti pakaian, diikuti pemain cadangan dan ofisial.

Sampai di sini belum terjadi kerusuhan. Hanya teriakan dan lemparan. Tetapi suasana memang mulai mencekam "Rencana tim Persebaya melakukan selebrasi di ruang ganti pakaian pun dibatalkan," tulisan Dahlan.

Pemain Persebaya bahkan hanya diberi waktu 5 menit untuk ganti baju. Mereka harus segera menuju kendaraan taktis (Rantis) polisi untuk diamankan agar bisa keluar dari kompleks stadion dengan selamat.

Empat kendaraan taktis sudah disiapkan di depan stadion. Cukup untuk semua tim Persebaya. Aman. Mereka berhasil bisa masuk rantis semua.

Sementara, di dalam stadion, pemain dan ofisial Arema FC masih di tengah lapangan. Mereka akan melakukan apa yang biasa dilakukan setelah pertandingan: kumpul di tengah, membuat lingkaran dan menghormat ke penonton.

Namun, suasana tidak seperti biasanya. Stadion yang penuh dengan 40.000 penonton tidak segera longgar. Mereka tetap di stadion. Tidak banyak yang meninggalkan tempat untuk pulang.

"Jam sudah menunjukkan pukul 22.00. Mereka masih belum mau beranjak. Masih ribut dengan teriakan. Juga lemparan," lanjut Dahlan Iskan.

Di luar stadion, para pemain Persebaya menunggu di dalam rantis polisi: kapan kendaraan taktis itu bergerak meninggalkan stadion. Tetapi kendaraan tidak kunjung bergerak.

Kendaraan mereka tidak bisa bergerak karena jalan keluar dari stadion itu penuh oleh manusia. Para pemain Persebaya sempat selebrasi di dalam kendaraan polisi itu tetapi hanya satu menit.

"Selebrasi mereka terhenti oleh kilatan nyala api tidak jauh dari mereka. Ada mobil yang terbakar. Ini berarti gawat. Apalagi kendaraan mereka masih tetap berhenti di tempat," tulisan Dahlan.

Di dalam stadion, para pemain yang berkumpul di tengah lapangan berinisiatif bersama-sama berjalan ke arah tribune penonton. Gestur tubuh mereka seperti ingin meminta maaf atas kekalahan itu.

Saat mereka melangkah pelan ke arah tribune, tetiba terlihat satu penonton meloncat pagar dan berlari masuk lapangan. Suporter itu menyongsong para pemain yang berjalan ke arah mereka.

"Penonton itu terlihat merangkul kiper. Lalu menyalami yang lain," dikutip dari Disway.

Sementara itu, pihak keamanan terlihat berusaha mencegah penonton itu berada di tengah pemain. Tetapi sesegera itu beberapa suporter lagi berhasil meloncati pagar. Mereka juga menuju pemain Arema.

Setelahnya, kian banyak saja suporter yang berhasil meloncati pagar. Lapangan pun mulai penuh dengan penonton.

"Petugas keamanan bertindak. Terlihat di video ada petugas yang menghardik penonton dengan kasar. Menendang. Mementung. Memukul," tulisan Dahlan.

Adegan seperti itu dilihat dengan sangat jelas oleh penonton yang ada di tribune, yang posisi mereka lebih tinggi. Emosi suporter meledak. Solidaritas sesama penonton meluap.

Dahlan menulis begitulah psikologi penonton sepak bola. Mereka disatukan oleh emosi. Tidak peduli suku, agama, ras, umur, dan gender. Suporter merasa satu keluarga, satu suku, satu bangsa, satu agama. Tidak ada persatuan bangsa melebihi persatuan bangsa sepak bola.

"Saya pernah membuat kaus dengan tema tulisan seperti itu: Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa: Bahasa Bola," tulisan Dahlan.

"Saya melihat, dari situlah tragedi itu meledak. Ini bukan Arema lawan Persebaya. Bukan Aremania lawan Bonek. Ini penonton lawan petugas. Ada teriakan Sambo juga di sana," lanjut tulisan Dahlan.

Dia menilai tindakan mengamankan tim Persebaya ke rantis sudahlah langkah yang jitu, apalagi kalau bisa segera keluar dari kompleks stadion.

Maka prioritas berikutnya, seharusnya, membuka jalan keluar dari stadion. Bukan saja untuk tim lawan, juga untuk mengurangi kepadatan stadion. Toh, pasti banyak juga penonton yang sudah ingin pulang.

"Namun, mereka tidak bisa keluar. Buntu. Di dalam stadion sebenarnya sudah tidak ada lagi faktor penentu yang bisa memicu kerusuhan," tulisan Dahlan.

Kalaupun mereka kecewa kepada tim Arema, Dahlan menilai itu kekecewaan orang yang mencinta. Suporter tidak akan mencelakai pemain Arema. Sama dengan kekecewaan Bonek pada tim Persebaya 2022.

Maksimum yang akan terjadi adalah merusak stadion. Seperti yang dilakukan Bonek dua minggu lalu ketika Persebaya kalah oleh Rans United FC 1-2.

"Stadion Gelora Delta Sidoarjo dirusak. Itu pun hanya mampu merusak pagarnya. Persebaya segera memperbaiki: habis Rp 170 juta. Tidak ada yang luka. Apalagi meninggal dunia," tulisan Dahlan.

Menurut Dahlan, yang terbaik dilakukan di dalam stadion Kanjuruhan malam itu adalah: mereka yang masuk ke lapangan itu jangan diusir. Jangan dihardik. Diminta saja untuk duduk di atas rumput.

Lalu., seluruh pemain dan ofisial juga memulai duduk. Petugas juga duduk. Membiarkan emosi tercurah dulu. "Perlu waktu untuk meredakan emosi," lanjutnya.

Dahlan melihat sama sekali tidak ada faktor yang menakutkan malam itu. Mereka itu satu bangsa: bangsa bola. Tim lawan sudah diamankan. Maka itu sudah cukup.

Sementara tim tuan rumah, Dahlan yakin mereka tidak akan diapa-apakan oleh suporter. Maksimum, kalaupun terjadi, mereka hanya akan dimaki-maki atau diludahi.

"Saya sudah kenyang dengan hal seperti itu. Pun dilempari kencing dalam plastik," ungkap Dahlan dalam tulisannya.

Namun, Dahlan menilai menghardik suporter hanya menambah emosi, apalagi menendang dan memukul. "Tambah lagi tembakan gas air mata. Yang bikin panik. Bikin sesak. Bikin berdesakan.

"Kita begitu berduka. Kita juara dunia sepak bola di segi tragedinya," tulisan Dahlan.

Dahlan menyatakan bangsa ini harus bangkit dengan prestasi. Kalaupun Indonesia dihukum FIFA selama lima tahun, itu harus dimanfaatkan untuk benah-benah di dalam negeri.

"Lima tahun mendatang kita buat kejutan internasional. Sekali bebas dari hukuman, prestasi langsung mengejutkan. Di mata dunia. Setidaknya Asia," tulisan Dahlan Iskan. (disway/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tragedi Kanjuruhan, Bambang Rukminto: Copot Kapolda Jatim & Kapolres Malang


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler