jpnn.com, JAKARTA - Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Hermawan Saputra mengatakan belum ada bukti cukup kuat untuk menyampaikan kepada masyarakat bahwa kemasan galon guna ulang berbahan Polikarbonat membahayakan kesehatan konsumen.
Sebelum menyampaikan isu kesehatan masyarakat, menurutnya, harus dilihat terlebih dahulu seluruh kejadiannya, fenomena, dan faktanya atau evidence based public health.
BACA JUGA: Perdamindo dan Asdamindo Sebut Pelabelan BPA Galon Guna Ulang Berpotensi Mematikan 200.000 UMKM
“Dalam kaitannya dengan kepentingan publik dan yang berdampak pada kesehatan, harus dilihat dahulu apakah betul ada evidence sebelumnya," ujar Hermawan baru-baru ini.
Berbicara pemakaian galon guna ulang, menurut Hermawan harus dilihat sudah pernah adakah suatu fenomena atau kejadian yang memang hasil penyelidikannya berdampak luas dan memang terjadi kasus signifikan di masyarakat.
BACA JUGA: Profesor Sulaeman: Pelabelan BPA pada Kemasan Galon Bukan Urgensi
Dia menegaskan semua produk tanpa terkecuali memang perlu dilihat bagaimana dampaknya terhadap para konsumen, mulai dari produksi, distribusi, dan konsumsi.
Dengan kata lain, semua industri yang relevansinya akan berdampak pada kesehatan masyarakat harus ada kendali pada produksi, distribusi, dan konsumsi.
BACA JUGA: Guru Besar Hukum USU Sebut Pelabelan BPA Galon Tidak Ada Urgensinya
“Nah, itu sebabnya ada standarisasi produk, izin edar produk, dan itu ketat sekali,” ucapnya.
Dia mengatakan kesimpulan akhir itu harus didahului dengan penyelidikan. Hal itu perlu dilakukan untuk menghindari ketidaktepatan regulasi seandainya regulasi itu dikeluarkan.
Dalam kaitannya dengan BPA di galon guna ulang, dari kasus konsumsinya, dia melihat belum ada evidence based yang cukup.
Menurut Hermawan, kalau memang ada indikasi zat berbahaya pada suatu produk tertentu, solusinya bukan pelabelannya, tetapi pada produksi dan distribusinya.
"Jadi, bukan pada kendali perilaku, kalau berbahaya harus dikendalikan dari produksi dan distribusi,” cetusnya.
Dia menegaskan bahwa tidak boleh mencoba-coba produk yang digulirkan hanya sekadar melabeli. Hal itu mengingat masyarakat yang asimetris informasi tidak mungkin mengetahui kandungan zat kimia yang luar biasa, apalagi tahapannya itu berkaitan dengan bahan baku dan bukan bahan jadi.
"Kalau bicara galon, kan yang dibicarakan produk jadinya. Produk jadi itu bisa aman, tetapi bahan bakunya yang tidak aman. Jadi, di situlah memang dari perspektifnya,” ucap Hermawan.
Dia melihat sebuah keanehan jika pejabat BPOM menyampaikan bahwa pelabelan “berpotensi mengandung BPA” terhadap galon guna ulang berkaitan dengan kendali distribusi. Secara kesehatan masyarakat melihat pelabelan BPA itu tidak terlalu efektif.
"Lebih baik tidak usah. Kalau memang ada zat yang dikhawatirkan, itu seharusnya yang diawasi pada produksi dan distribusinya saja,” pungkasnya. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad