Di Desa Tempur, Masjid dan Gereja Berhadapan, Jarak 5 Meter

Jumat, 28 Desember 2018 – 00:14 WIB
Gereja Kelompok Desa Tempur dengan hiasan ala Natal difoto dari dalam Masjid Nurul Hikmah yang berada tepat di depannya. Foto: ACHMAD ULIL ALBAB/RADAR KUDUS/JPNN.com

jpnn.com - Toleransi antarumat beragama di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Jepara, Jateng, tidak perlu diragukan. Di sana ada pemandangan unik. Masjid dan gereja saling berhadapan. Hanya dipisahkan jalan desa yang lebarnya kurang dari 5 meter.

Namun, umat beragama di sini hidup rukun saling berampingan. Berikut laporan wartawan Radar Kudus (Jawa Pos Group) Achmad Ulil Albab saat Natal bermalam di sana.
---
AZAN Isya selesai dikumandangkan di Masjid Nurul Hikmah. Setelah melantunkan pujian sebentar, muazin mengumandangkan iqomah. Salat Isya pun dimulai. Setelah Salat Isya, kemeriahan gereja baru dimulai.

BACA JUGA: Bertemu Jokowi, Nyak Sandang Cerita Masjid Terbengkalai

Minggu (9/12) malam lalu, warga kristen Dukuh Pekoso, Desa Tempur, Kecamatan Keling, Jepara, sedang merayakan Natal. Ya, perayaan hari kelahiran Yesus di sini memang lebih awal. Bukan pada malam 25 Desember atau pagi harinya.

Sebab, Gereja Kelompok Desa Tempur menginduk ke Gereja Injil Tanah Jawa (GITJ) Damarwulan di Desa Damarwulan. Jaraknya sekitar 9 km. Sehingga saat 25 Desember umat kristiani di sini mengikuti misa Natal di GITJ tersebut.

BACA JUGA: DPRD DKI Dorong Operasional Masjid Ditanggung APBD

Bukan hanya itu yang menjadi berbeda dari peryaan Natal dari tempat lain. Ada hal yang lebih unik. Sebab, Gereja Kelompok Desa Tempur berhadapan langsung dengan Masjid Nurul Hikmah. Namun antara umat muslim dan kristiani tetap rukun serta hidup saling berdampingan.

Termasuk saat perayaan Natal pada Minggu (9/12) lalu. Tempatnya di gereja setempat yang berhadapan langsung dengan masjid. Dari pintu masjid gereja bisa dijangkau tak lebih dari lima langkah.

BACA JUGA: Empat Jenis Angin Setelah Subuh

Beranjak malam, beberapa warga mulai berdatangan. Ruangan di dalam gereja mulai penuh. Di tenda luar, kursi-kursi plastik berwarna hijau sudah disesaki tamu undangan. Mereka yang hadir itu bukan saja warga beragama Kristen. Malah banyak warga muslim yang datang.

”Setiap tahun kami memang selalu mengundang tetangga muslim kami. Termasuk kepala desa (Tempur) dan tokoh agama Islam juga hadir mengikuti kegiatan (Natal) hingga selesai. Bahkan tak jarang penyambut tamu hingga yang menyuguhkan hidangan, kami dibantu mereka (warga muslim, Red),” kata Suwadi, pendeta sekaligus tokoh Kristen Desa Tempur.

Dia mengatakan, untuk ibadah, di Dukuh Pekoso terjadi kesepakatan antara Islam dan Kristen saat malam hari. Islam menjalankan ibadah terlebih dulu. Baru setelah umat Kristiani. Seperti saat perayaan Natal kemarin. Umat Islam melangsungkan Salat Isya terlebih dahulu. Setelahnya di gereja digelar Natalan.

”Dulu saat awal-awal ada Kristen di sini (Desa Tempur, Red) memang ada kesepakatan tertulis. Isinya mengatur ibadah agar saling menghargai dan menghormati satu sama lain,” kata Suwadi.

Kesepakatan itu dipandang sangat perlu dilakukan. Sebab, umat Kristiani juga memiliki jadwal ibadah saat malam hari. ”Malam Rabu, malam Jumat, juga malam Minggu kami ada ibadah doa. Tentu harus ada kesepakatan untuk bergantian, agar menjaga kekhusukan ibadah masing-masing. Apalagi saat bulan Maulid kemarin, selama sekitar 12 hari di masjid kan ramai. Tentu dengan kesadaran bergantian akan saling menguatkan kerukunan antarumat beragama di desa ini (Desa Tempur, Red),” jelas pria yang juga berprofesi sebagai pedagang kopi ini.

Ketua Ranting NU Tempur sekaligus tokoh agama Nur Salam sangat mengapresiasi wujud toleransi beragama dan kerukunan warga yang ditunjukkan di Desa Tempur ini. Menurutnya, hal itu dilakukan karena sama-sama berikhtiar saling berbuat baik.

”Mereka (mumat Kristiani, Red) baik, kami (mumat Islam, Red) juga baik. Kami baik, mereka juga baik. Tak jarang di acara-acara yang kami lakukan juga mereka tak segan membantu. Ada acara pengajian, mereka yang kami undang selalu datang. Ikut makan jajan dan ikut mendengarkan ceramah juga,” ungkap Nur Salam.

Bahkan, lanjut Nur Salam, saat renovasi masjid Nurul Hikmah yang letaknya persis di hadapan gereja, umat Kristen juga turut membantu. Baik tenaga maupun biaya.

”Waktu masih awal pembangunan, seperti ngecor warga Kristen juga ikut gotong royong. Tak jarang mereka juga turut nyumbang. Misalnya membeli semen dan kebutuhan renovasi masjid lain,” jelasnya. (aua/lin)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Toleransi, Pastor dan Para Ibu Muslimah Nobar Pesparani


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler