jpnn.com - SAHRIL M Ways tidak mau melewatkan momen Gerhana Matahari Total (GMT). Dia membangun Kampung Jepang yang menjadi titik destinasi wisata yang diperuntukkan bagi wisatawan asal Negeri Sakura itu. Di kampung tersebut, warga asing ini dimanjakan dengan berbagai hal berbau Jepang.
Abd. Yahya Abdullah, Ternate
BACA JUGA: SIMAK! Cerita Si Ganteng Ini yang Keliling Dunia hanya Modal Ngamen
Di pantai Kelurahan Fitu Kecamatan Ternate Selatan, Maluku Utara, tampak berbagai ornamen berhias huruf kanji. Bendera, banner, dan sejumlah stan yang memamerkan benda-benda khas Jepang pun turut mewarnai pantai berpasir hitam itu. Puluhan turis asal Jepang wara-wiri di pantai yang menghadap tepat ke Pulau Maitara itu.
Sejumlah teleskop dan kamera ber-tripod pun telah terpasang. Lokasi tersebut memang tempat yang ideal untuk memantau detik-detik Gerhana Matahari Total (GMT) kemarin (9/3). Kebetulan pula, pantai itu telah ‘disulap’ menjadi Kampung Jepang.
BACA JUGA: Hebat! Dengan Keterbatasan Fisik Merantau Numpang Truk, Kini...
”Saya pernah lama tinggal di Jepang. Istri saya pun orang Jepang. Berhubung GMT kali ini wisman asal Jepang banyak, mengapa tidak kita buatkan sesuatu untuk persembahan buat mereka?” ungkap Sahril M Ways, pengelola Kampung Jepang, saat ditemui Malut Post kemarin.
Selain menyediakan spot pantau untuk warga Jepang, pendirian Kampung Jepang juga menjadi bentuk pengembangan ilmu yang dimiliki Sahril. Apa lagi kalau bukan kemampuan berbahasa Jepang-nya yang mumpuni. Pria 45 tahun ini pun memiliki sebuah lembaga kursus Bahasa Jepang. 15 siswa yang kursus di tempatnya dilibatkan langsung sebagai penerjemah di kampung tersebut.
BACA JUGA: Hahaha, Tertawa Mengenang Gerhana di Jaman Pak Harto
”Jadi apa yang mereka peroleh di kelas dapat langsung diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,” tutur dosen Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) tersebut.
Begitu ide pembentukan Kampung Jepang dirasa telah mantap, ia kemudian membangun komunikasi dengan Dinas Pariwisata Kota Ternate. Ide tersebut mendapat respon positif. Sahril pun ditunjuk menjadi pendamping wisman asal Jepang. ”Pemkot memberikan anggaran Rp 20 juta untuk pembentukan kampung ini,” sambungnya.
Pemilihan Pantai Fitu sebagai lokasi Kampung Jepang tak lepas dari keberadaan Pulau Maitara yang berada tak jauh di depannya. Pulau yang tergambar di lembaran uang Rp 1.000 itu dinilai telah cukup populer hingga ke kalangan warga Jepang.
”Kedatangan wisman asal Jepang ini selain memantau GMT, juga ingin melihat secara langsung gunung yang dipajang di lembaran uang seribu itu,” kata Sahril.
Para warga Jepang pun tampak menikmati berada di lokasi tersebut. Mitsunaga, salah satu wisman menyatakan, ia rela membuang banyak uang untuk bisa datang ke Ternate. Selain memburu gerhana, Gunung Maitara memang menjadi salah satu daya tariknya untuk datang.
”Jika ditotal sekitar Rp 80 juta yang kami keluarkan untuk biaya bolak balik Jepang-Ternate. Tapi itu sepadan yang pengalaman yang kami alami di sini,” katanya.
Satu hal yang menarik dari Kampung Jepang, banyaknya menu makanan khas Jepang rasa lokal. Disebut rasa lokal sebab bahan-bahannya merupakan produk asli alam Maluku Utara. Sushi, takoyaki, yakiniku hingga teriyaki, semuanya menggunakan ikan dan daging lokal. Kokinya pun merupakan warga Ternate asli. ”Tentu rasanya agak berbeda, namun tetap tidak menghilangkan rasa asli menu khas Jepang tersebut,” jelasnya.
Usai GMT, Sahril berniat mencari lokasi untuk mematenkan berdirinya Kampung Jepang. Ia yakin, wisman asal Jepang tak hanya ke Ternate untuk momen GMT saja. ”Target ke depannya seperti itu. Mudah-mudahan bisa terlaksana,” tandasnya.(tr-05/kai/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sepenggal Cerita Ogoh-ogoh Bali di Sudut Belitung
Redaktur : Tim Redaksi