Sepenggal Cerita Ogoh-ogoh Bali di Sudut Belitung

Rabu, 09 Maret 2016 – 00:26 WIB
Perarakan ogoh-ogoh warga Bali di kampung Balitung, Belitung, Kep, Babel. Foto: Natalia Fatimah Laurens/JPNN.com

jpnn.com - Hampir semua orang di Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Babel disibukkan dengan persiapan untuk gerhana matahari total pada Rabu besok. Namun, di sudut lain kota itu, ada kesibukan tak biasanya yang mungkin tidak disadari para turis lokal, mancanegara maupun penduduk lainnya. Sekelompok orang di Kampung Pelepak Pute itu tampak sibuk merangkai dua ogoh-ogoh. Mereka aadalah warga dusun Balitung,  orang asli Bali di Belitung.

Natalia Laurens, Belitung

BACA JUGA: PILU! 20 Tahun jadi Honorer Tiba-tiba Dipecat

Tak banyak yang mengetahui besok adalah perayaan Nyepi bagi umat beragama Hindu. Karena itulah, sekitar 850 warga Balitung, malam ini memulai perarakan ogoh-ogoh di kampung mereka. Layak-layaknya perayaan ogoh-ogoh di Bali, mereka juga merakit sebuah ogoh-ogoh besar sejak tiga minggu lamanya. Pada Selasa malam (8/3) pukul 20:00, sebuah ogoh-ogoh itu pun siap diarak keliling kampung. Terdapat dua ogoh-ogoh yang diusung. Satunya berbentuk buta kale. Berikutnya berbentuk pocong dengan ukuran yang lebih kecil.

“Ini sudah kami siapkan sejak beberapa minggu lalu. Semua berpartisipasi, karena semua di sini memang asli Bali,” ujar Wakil Adat di Bali Wayan Darmawan pada JPNN.

BACA JUGA: Kisah Gerhana Matahari dan Pukul Gentong di Tanjung Kelayan

Saat itu, ia sedang mempersiapkan ogoh-orang yang akan diarak. Barisan perarakan diatur meski hanya perayaan kecil-kecilan. Belasan anak gadis usia SMP ditugasi membawa api obor yang menerangi perarakan. Mereka berada di barisan depan dengan baju kaus dan kain bali yang dilipat menyerupai rok. Sementara para pemuda bertugas membawa gong, alat musik gending dan tentu saja memikul sang ogoh-ogoh dengan gerakan tidak stabil, seolah-olah buta kala sedang marah dan ingin menggoncang dunia.

Perarakan ini dimulai dari Pura Agung di Balitung tersebut. Hanya minoritas, tapi perayaan ini berlangsung sangat meriah. Mereka berjalan kaki beriringan sebanyak empat kali. Teriakan-teriakan kecil terdengar saat ogoh-ogoh yang diusung bergoncang dengan keras.

BACA JUGA: HEBOH: Bocah SMP Sendirian Urus Kakek Lumpuh dan Paman Gangguan Jiwa

“Ini sudah menjadi ritual kami sebelum Nyepi, sejak warga Bali tiba di Belitung pada 1991 lalu,” imbuhnya.

Setelah selesai perarakan, mereka pun membakar ogoh-ogoh pocong itu. Darmawan juga mengingatkan, besok warga Bali tetap di dalam rumah meski semua orang disibukkan nonton gerhana matahari total. Akan ada petugas alias pecalang yang akan mengawasi rumah-rumah agar benar-benar dipastikan tenang dan menaati aturan dalam Nyepi.

Darmawan mengaku, warga Bali datang ke Balitung setelah mengikuti program transmigrasi yang dijalankan pemerintah. Sampai di Belitung, mereka pun memulai pekerjaan sebagai petani di kebun duret sawit dan nelayan hingga saat ini. Ia memastikan tidak ada yang satu pun warga asli yang melayangkn protes atas kedatangan dan ritual yang dikerjakan warga Bali.

“Semua warga Belitung menerima kami dengan baik sehingga kami bisa menetap seperti saat ini,” imbuhnya.

Seorang turis asal Inggris, John Baistow cukup kaget dengan perayaan ogoh-ogoh di Belitung tersebut. Ia memuji kesetiaan warga Bali terhadap tradisi di mana pun mereka berada.

“Saya beruntung bisa ke sini. Setelah lama perjalanan panjang, baru pertamakali di Belitung, senang bisa melihat seremoni ini,” ujar Baistow. Ia bahkan ikut berjalan kaki dan mengarak ogoh-ogoh. Ia berharap warga Balitung bisa tetap menjalankan tradisi itu secara turun menurun.

Saat ogoh-ogoh itu diarak memang tidak banyak turis yang hadir menyaksikannya.Karena itu Baistow cukup beruntung bisa mengikuti ogoh-ogoh itu tanpa harus ke Bali. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kacamata Terbesar untuk Melihat GMT, Pemakainya Bakal Terkejut


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler