jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengajak masyarakat tidak termakan provokasi dalam berbagai bentuk di tengah upaya bangsa ini keluar dari pandemi Covid-19.
Dia bahkan mengajak semua elemen bangsa mendukung langkah pemerintah bekerja keras mengatasi pandemi dan memulihkan perekonomian nasional.
BACA JUGA: Di Depan Generasi Milineal, Bamsoet Jelaskan Perbedaan Pemimpin Adil dan Zalim
"Setelah berhasil mencapai target penyuntikan vaksin Covid-19 sebanyak 2 juta dosis per hari, kini pemerintah meningkatkannya menjadi 2,3 juta per hari," kata Bamsoet di pelantikan pergantian antar waktu (PAW) Anggota MPR dari Fraksi PAN Ibnu Mahmud, Rabu (1/9).
Bamsoet menjelaskan, seiring dengan gencarnya vaksinasi Covid-19 yang dilakukan pemerintah, MPR juga terus gencar melaksanakan vaksinasi ideologi melalui Sosialisasi Empat Pilar MPR RI.
BACA JUGA: Pesan Bamsoet di Webinar Unpad: Pemanfaatan Teknologi Sebuah Keniscayaan
Kegiatannya berupa internalisasi nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika ke berbagai kelompok masyarakat.
"Sebagaimana vaksinasi Covid-19, dalam melakukan vaksinasi ideologi juga terdapat berbagai tantangan yang dihadapi," kata Bamsoet.
BACA JUGA: MPR di Usianya ke-76 Tahun, Bamsoet: Selalu di Tengah Rakyat
Waketum Partai Golkar ini mengatakan, harus diakui masih sering terjadi keteledoran, ketidaktaatan, dan penyelewengan atas nilai nilai Pancasila oleh bangsa sendiri.
"Terutama oleh para penyelenggara negara yang membuat bintang penuntun itu pun secara perlahan seakan akan meredup ditelan bumi," ungkapnya.
Menurut Bamsoet, kalangan masyarakat, terutama kaum milenial, menyaksikan ideologi-ideologi lain telah berkembang sebagai sistem pemikiran yang koheren dan atraktif.
Sebaliknya kata dia, Pancasila belum sungguh-sungguh didalami dan dikembangkan dalam kerangka konseptual, normatif, dan operatif.
Pancasila masih diekspresikan sebatas klaim kehebatan dalam berbagai pernyataan dan pidato, atau diajarkan sebatas hafalan sejumlah butir moralitas.
"MPR harus mampu membumikan Pancasila. Menjadikan Pancasila sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara," tegasnya.
Bamsoet juga menyoroti rencana MPR sejak dua periode, yaitu 2009-2014 dan 2014-2019 untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Dia menegaskan, keberadaan PPHN jelas berbeda dengan Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Jika PPHN tetap dianggap sebagai romantisme masa lalu, maka semua pihak harus memiliki kelapangan kesadaran bahwa masa lalu itu tidak pernah sepenuhnya gelap.
Perkembangan sejarah bangsa yang sehat harus bisa memiliki kedewasaan untuk meneruskan yang terang dan meninggalkan yang gelap.
"Sebuah bangsa yang tidak bisa melihat sisi gelap dari masa lalu terancam dihukum mengulangi kesalahan yang sama. Sebaliknya, sebuah bangsa yang tidak bisa melihat sisi-sisi terang dari masa lalu tidak memiliki jangkar untuk menambatkan visi ke depan," paparnya.
Bamsoet mengakui, amendemen UUD 1945 di awal era reformasi membuat MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi, meski masih mempunyai kewenangan tertinggi.
“Seperti mengamendemen UUD, melantik dan memberhentikan presiden dan wakil presiden, sesuai mekanisme yang telah ditetapkan dalam konstitusi atau UUD 1945," sebutnya.
Bamsoet mengatakan, diskursus amendemen terbatas untuk menghadirkan PPHN yang banyak “dipelintir” dan "digoreng" sebagai upaya perubahan periodesasi presiden menjadi 3 kali atau kecurigaan lainnya yang tidak masuk akal menunjukkan bangsa ini memiliki beragam pikiran dan pendapat.
“Sebagai rumah kebangsaan, MPR sangat terbuka bagi siapa saja untuk menyampaikan saran maupun kritik. Saya yakin dan percaya, semua yang disampaikan ujungnya adalah untuk kepentingan bangsa agar Indonesia maju dan tumbuh," ujar Bamsoet.
Dia menekankan, visi kebangsaan harus diperjuangkan dan sarana untuk memperjuangkannya melalui pembangunan.
Hakikat pembangunan adalah proses kolektif menuju kemajuan yang membutuhkan pedoman atau haluan.
Tujuannya agar seluruh pemangku kepentingan mempunyai persepsi dan perspektif yang sama.
Kesamaaan pandangan ini penting, mengingat Indonesia memiliki tingkat heterogenitas yang luar biasa dari berbagai sudut pandang.
"PPHN dihadirkan untuk menjamin kesinambungan visi Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 tanpa menghilangkan ruang kreativitas presiden dan wakil presiden dalam menyusun visi, misi, dan program pembangunannya," pungkas Bamsoet. (mar1/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bicara di Webinar Perang Bubat, Bamsoet: Perlu Kritis Memaknai Teks Sejarah
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Tim Redaksi, Sutresno Wahyudi