jpnn.com - TERKENAL sebagai Samin Surosentiko. Ia dibuang dari Jawa karena dianggap meresahkan. Di Padang, ia bernama Surotiko. Inilah senarai catatan Samin yang terekam dalam arsip dan koran-koran Padang.
Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network
BACA JUGA: Mahoyak Tabuik, Pesta Pantai Terbesar di Pantai Barat Sumatera
Merujuk arsip dokumen pemerintah Hindia Belanda dan surat kabar yang pernah terbit di Padang serta reportasenya, Rusli Amran menuliskan kisah orang-orang Jawa di Padang pada zaman kolonial. Termuat dalam buku usang Padang Riwayatmu Kini.
Sang penulis Rusli Amran yang lahir pada 1922 merupakan pendiri, pemimpin dan jurnalis harian Berita Indonesia--koran yang pertama terbit usai proklamasi kemerdekaan Indonesia.
BACA JUGA: Hikayat Tole Iskandar (3/habis)
Dari sekian banyak lakon dalam ceritanya, termasuk kisah tiga sekawan; Surotiko alias Samin, Singotirto alias Sarjan dan Kartogolo alias Sadikin.
Tiga orang itu, sebagaimana ditulis Rusli, orang buangan dari Jawa. Petani dari dusun Plosowetan, Kawedanaan Randublatung, Keresidenan Rembang yang tiba di Padang bulan Desember 1907.
BACA JUGA: Hikayat Tole Iskandar (2)
Seterusnya, laporan panjang tersebut bila diringkas-sarikan sesuai diksi aslinya, begini bunyinya…
Mereka dibuang karena dituduh membahayakan masyarakat. Sejak akhir abad yang lalu (1890-an--red), Samin merasa dapat ilham dan merasa terpanggil menyebarkan ilhamnya.
Secara singkat, ia menganjurkan agar manusia hidup baik. Jangan serakah, dapatkan segalanya dengan usaha sendiri, jangan bohong, jangan mencuri, jangan main perempuan, jangan iri hati dan beberapa jangan lagi.
"Sampai sekian tidak ada jeleknya. Tetapi, termasuk pula jangan bayar pajak dan jangan mengakui atasan!" begitu tulis koran-koran masa itu.
"Kalau pengikutnya hanya berbilang puluhan. Mungkin tak apa-apalah. Namun, awal abad ini (1900-an--red), menurut pemerintah (Hindia Belanda--red), dia telah mempunyai lebih dari 3000 pengikut. Tersebar di Pati, Semarang, Kudus, Grobogan, dan lain tempat."
"Maka menjadilah Surotiko alias Samin penduduk Padang. Beberapa konconya lagi dibuang ke Bengkulu dan Manado. Surotiko sendiri meninggal di Kotatengah selama Perang Dunia I."
Hanya segitu kisah Samin di Padang yang terekam dalam arsip dan koran-koran di zaman kolonial.
Selanjutnya, JPNN.com mengubak literasi lain mengenai lakon ini. Ternyata, bila di Padang ia dikenal sebagai Surotiko alias Samin, di negeri asalnya ia bernama Samin Surosentiko.
Lahir dengan nama Raden Kohar di Desa Ploso Kedhiren, Randublatung, Blora pada 1859.
Dalam buku Sejarah Daerah Jawa Tengah yang disusun Moh Oemar, Sudarjo dan Abu Suud berdasarkan arsip sezaman, dikisahkan bahwa Samin mulai menarik pengikut sejak 1890.
Pada Januari 1903, menurut laporan Residen Rembang, ia telah punya pengikut di 34 desa di Blora Selatan dan Bojonegoro sejumlah 772 orang.
Mereka mengasingkan diri dari kehidupan desa dan menolak menyerahkan padinya di lumbung-lumbung desa atau menyatukan ternaknya dengan kepunyaan orang desa lain.
Mereka masih bersedia membayar pajak, tetapi mengatakan bahwa hal itu bukanlah suatu keharusan, tetapi hanya suatu sumbangan yang berdasarkan sukarela.
Samin sendiri telah berhenti membayar pajak. Tetapi ia mengatakan kepada penganutnya bahwa mereka belum cukup murni waktunya untuk mengikutiunya.
Menantu-menantu Samin, yang bernama Surohidin dan Karsiyah sanat giat menyebarkan ajaran tersebut.
Gerakan itu terus berkembang hingga Ngawi, Grobogan dan Rembang bagian Selatan. Pada 1907 jumlah pengikut Samin sudah menjadi 3000 orang.
1 Maret 1907 beredar isu Samin dan orang-orangnya akan memberontak. Pasukan dikirim. Ketika mendapati sekelompok orang menghelat upacara selamaten di desa Kedung Tuban, tentara lantas saja menuding orang-orang itu ada hubungan dengan pemberontakan.
Beberapa hari berikutnya Samin diundang bupati datang ke Rembang. Di sana, dia berserta delapan orang pengikutnya ditangkap dan dibuang ke Padang. (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hikayat Tole Iskandar (1)
Redaktur : Tim Redaksi